Bawaslu Jabar Petakan Wilayah Rawan Konflik Pilpres 2019

Tingginya angka kekerasan pada proses pemilu sebelumnya, salah satunya dipicu oleh saling menyerang melalui isu SARA.
Ketua Bawaslu Jawa Barat (Jabar) Wasikin Marzuki menuturkan Kabupaten Purwakarta dan Cirebon menjadi wilayah rawan konflik. Pemicunya salah satunya isu SARA dan pengerahan massa, hal ini mengacu pada data Pilpres 2014. (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati)

Bandung, (2/10/2018) - Kendati pelaksanaan Pemilihan Umum 2019 masih lama, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat mulai memetakan daerah rawan konflik Pilpres 2019 yang dinilai konfliknya lebih besar.

Disebutkan, analisa pemetaan wilayah konflik penting dilakukan mengingat Jawa Barat menjadi salah satu daerah merah atau rawan konflik.

“Pemetaan wilayah konflik jelang Pemilu, khususnya Pilpres 2019 kita sudah mulai melakukan analisa berdasarkan data Pilpres 2014, di mana pada pilpres sebelumnya ada beberapa wilayah merah dan kita sudah petakan kembali untuk mengantisipasinya,” tutur Ketua Bawaslu Jawa Barat (Jabar) Wasikin Marzuki, di Bandung, Selasa (2/10/2018).

Bercermin data pada Pemilihan Presiden 2014, jelas Wasikin, terdapat dua wilayah yang masuk dalam kategori merah atau rawan konflik, yaitu Kabupaten Purwakarta dan Kota Cirebon. Pemicu konflik yang terjadi pada Pilpres 2014 di dua daerah tersebut lebih kepada saling menyerang lawan politik dengan isu-isu SARA, sampai kepada pengerahan massa.

“Ada beberapa faktor pemicu konflik lainnya dari data pilpres sebelumnya, yaitu tindakan kecurangan baik itu proses pencoblosannya, perhitungan suara ataupun saat kampanye yang masih akan terjadi di Pilpres 2019,” jelas Wasikin Marzuki. 

Bercermin dari data tersebut, terang dia, Bawaslu Jabar akan berkoordinasi dengan pihak terkait seperti aparat penegak hukum hingga KPUD Jabar, agar pemicu konflik tidak terjadi di pilpres
2019.

“Teknisnya nanti akan kita bicarakan dengan para pihak terkait, yang jelas kita sedang menganalisa dan memetakan wilayah, termasuk solusi terkait beberapa wilayah rawan konflik di Pilpres 2019,” terangnya.

Sementara itu, Komisioner Bawaslu Jabar Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga, Loli Kuswendi menambahkan, untuk mengantisipasi terjadinya konflik, Bawaslu akan melakukan langkah-langkah pencegahan bekerjasama dengan para pihak terkait pada saat pemilu nanti.

“Termasuk meminta peran serta dari masyarakat terutama partai politik yang dituntut untuk bisa menciptakan kondisi yang kondusif mulai dari kampanye, pencoblosan sampai perhitungan suara harus tetap damai," tambahnya.

Peran serta masyarakat, kata Loli, lebih kepada keterlibatan masyarakat dalam menjaga situasi kondusif di daerah masing-masing jadi lebih mudah menjaga proses politik ini. 

Ditemui di tempat terpisah, Ketua KPUD Jawa Barat Rifki Alimubarok mengatakan, terkait pemetaan wilayah konflik di Jawa Barat pihaknya masih menunggu indeks kerawanan dari Bawaslu Jabar. Sehingga, dalam hal ini KPUD Jabar belum bisa memberikan banyak komentar terkait pemetaan wilayah konflik di Pemilu 2019.

“Kita masih menunggu indeks kerawanan dari Bawaslu, tetapi berdasarkan data pileg khususnya pilpres sebelumnya (2014) memang diakui ada beberapa titik yang rawan dan diindikasikan masih akan rawan di pemilu berikutnya.

Tingginya angka kekerasan pada proses pemilu sebelumnya di Jabar, kata Rifki Alimubarok, dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya karena saling menyerang melalui isu SARA yang paling dominan.

“Namun demikian, hal ini masih akan kita kaji kembali bersama Bawaslu Jabar, termasuk dengan upaya-upaya pencegahan konflik di wilayah-wilayah rawan konflik di Pemilu 2019,” ungkapnya. []

Berita terkait