Makassar - Pejabat Wali Kota Makassar, Prof Yusran dikabarkan akan diganti. Pergantian Pj. Wali Kota Makassar yang baru 43 hari menjabat ini mendapat respon dari Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia. Menurutnya, pergantian Pejabat Wali Kota ini harus direspon oleh publik.
Ini bisa jadi bentuk otoritarian baru pemerintah pusat melalui Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah.
Ini bukan sekedar preseden buruk dengan jabatan seumur jagung tiba-tiba diganti, melainkan ini bisa berbahaya dalam tata kelola pemerintahan yang otonom.
"Ini bisa jadi bentuk otoritarian baru pemerintah pusat melalui Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah," kata Herman, peneliti KOPEL, dalam keterangan tertulisnya, Kamis 25 Juni 2020.
Yusran, menjabat sebagai Pj Wali Kota Makassar tertanggal, 13 Mei 2020 lalu. Dia dulu menggantikan M. Iqbal Suhaeb, yang masa baktinya telah selesai. Meski jabatan Pj. Wali Kota Makassar, Yusran, ini masih terbilang seumur jagung, ternyata ia kembali diganti.
Yusran dikabarkan akan digantikan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sulsel, Rudy Djamaluddin. Bahkan pelantikan Pj Wali Kota Makassar baru rencana hari ini, Kamis 25 Juni 2020 atau paling lambat Jumat, 26 Juni 2020, besok.
Pergantian ini menurut Herman penuh dengan tanda tanya dan ugal-ugalan. Ia mengatakan implikasi paling nyata dalam kebijakan ini adalah merusak tata kelola perencanaan pembangunan dan serta penganggaran di daerah yang harusnya berada dalam kepastian menjadi pemerintahan semu.
"Saya kok justru mendorong harusnya Gubernurnya yang dievaluasi. Bukankah pengangkatan PJ Wali Kota selama ini atas usul dan rekomendasi Gubernur sendiri", ungkapnya.
Ini pemerintahan yang harus dikelola secara tertib dan terukur. Bukan pemerintahan coba-coba. Jangan membuat kebijakan seolah olah tiba masa tiba akal. Apalagi bila sekedar berbasis selera karena yang rugi adalah publik yang harus mendapatkan pelayanan yang optimal.
"Saya melihat kebijakan Gubernur sekarang main bongkar pasang justru semakin memperlihatkan kinerjanya selama ini dalam mengusul Pj ke pusat tidak melalui analisa kajian kapasitas yang memadai", tutupnya. []