Ayah Bunuh Bocah Tujuh Tahun, Arist: Anak Indonesia Belum Merdeka

Ayah bunuh bocah tujuh tahun, Arist: anak Indonesia belum merdeka. "Fakta menunjukkan anak-anak belum bisa dibebaskan dari berbagai peristiwa kekerasan," kata Arist.
Bocah malang Daud Solambela (7) dan ayah kandungnya Fence Solambela saat ditangkap Polres Minahasa. (Gambar: Kolase Tribunmanado)

Jakarta, (Tagar 17/8/2018) - Daud Solambela (7) harus kehilangan nyawa di tangan ayah kandungnya sendiri pada Minggu (12/8) di Minahasa Selatan.

Bocah itu dilempar ayah kandungnya hingga membentur tembok. Bahkan Fence Solambela, ayah korban, juga menusukkan pisau ke perut bocah tersebut.

Berkaca dari peristiwa kebiadaban seorang ayah kandung terhadap anaknya tersebut, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai anak-anak Indonesia belum terbebas dan merdeka dari segala bentuk belenggu kekerasan seperti eksploitasi, penelantaran, penganiayaan, diskriminasi, dan lain-lain.

"Itu artinya anak Indonesia belum menjadi anak yang merdeka dan genius. Fakta menunjukkan anak-anak belum bisa dibebaskan dari berbagai peristiwa kekerasan," kata Arist di kantornya di bilangan Pasar Rebo Jakarta Timur, Kamis (16/8).

Banyaknya kejadian kekerasan terhadap anak tersebut, Arist mempertanyakan apakah HUT RI ke-73 ini anak-anak Indonesia sudah menikmati kemerdekaan itu atau tidak.

"Dari kejadian sadis yang dialami bocah (7) di Minahasa, kejahatan seksual di Kabupaten Tobasa, kekerasan seksual yang terjadi di Makassar Sulawesi Selatan, pembiaran tiga anak terlantar di Medan, dan lain sebagainya, membuktikan sebagian anak-anak  belum dimerdekakan," ucap dia.

Menurut Arist, di hari kemerdekaan Indonesia saat ini, sudah sepatutnya anak-anak Indonesia terbebas dari segala bentuk kekerasan.

Dia meminta kepada pemerintah untuk meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak Indonesia, supaya peristiwa sadis yang dialami Daud anak manis Minahasa tidak terulang kembali.

"73 tahun Indonesia merdeka sudah sepatutnyalah anak-anak Indonesia juga merdeka dan terbebas dari segala bentuk kekerasan. Juga sudah selayaknya pula pemerintah di masa-masa mendatang lebih peduli anak dan menjadikan masa depan menjadi periotitas pembangunan sumberdaya manusia," ujar dia.

Sementara itu, dia menyebutkan, pertengahan tahun 2018 ini bentuk dari kejahatan terhadap anak semakin meningkat, seperti kejahatan seksual, penculikan anak, penelantaran anak, dan lain-lain.

"Sampai saat ini Indonesia masih berada dan belum beranjak dari situasi darurat kekerasan dan darurat kejahatan terhadap anak," tuturnya.

Sebagai informasi, peristiwa sadis yang dialami Daud Solambela di Minahasa Selatan pada Minggu 12 Agustus 2018, Komnas Perlindungan Anak mendorong aparatur penegak hukum dalam hal ini Polres Minahasa untuk menggunakan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penetapan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan kedua dari Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Pidana yang terkait dengan kasus-kasus tindak pidana lainnya.

"Jaksa Penuntut Umum yang menerima perkara kejahatan kemanusiaan ini dapat menuntut Fence Solambela (ayah Daud)  dengan ancaman hukuman seumur hidup. Tidak ada damai terhadap perbuatan sadis ini," ungkap dia.

"Fence harus dihukum sesuai dengan perbuatannya. Komnas Perlindungan Anak meminta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Minahasa dan LPA Sulawesi Utara untuk terus memberikan pembelaan dan pengawalan terhadap kasus ini sehingga peristiwa ini dapat dijadikan sebagai momentum sosialisasi menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap anak di bumi Minahasa," harapnya. []

Berita terkait