Jakarta -Direktur Asosiasi Fintech Indonsia (Aftech), Tasa Nugraza Barley mengatakan pertumbuhan dompet digital masih akan terus berlangsung hingga beberapa tahun mendatang. Dalam catatannya, penggunaan dompet digital maupun uang elektronik saat ini belum mencapai titik puncak. “Potensi yang ada di Indonesia masih cukup tinggi, ini bisa dilihat dari penetrasi yang tergolong rendah,” ujarnya kepada Tagar di Jakarta, Senin 24 Februari 2020.
Asumsi tersebut dia dasarkan pada fakta bahwa sebagian besar transaksi keuangan di daerah masih menggunakan metode tradisional. “Di Jakarta memang sudah cukup banyak. Tetapi coba kalau pergi dua jam saja dari Jakarta, dominasi masih dalam bentuk uang tunai,” ucapnya.
Untuk mengubah kebiasaan orang yang sudah puluhan tahun menggunakan uang tunai tidak mudah.
Barley mengakui, biaya pengembangan bisnis dompet digital saat ini masih cukup mahal. Dia menilai hal tersebut memang sudah jamak ditemui dalam era ekonomi digital. Dia juga menolak anggapan bahwa pemberian fasilitas tertentu kepada pengguna sebagai tindakan ‘bakar uang’ dari investor.
“Biaya promosi dan marketing yang dibutuhkan memang mahal. Sebab, untuk mengubah kebiasaan orang yang sudah puluhan tahun menggunakan uang cash tidak mudah. Oleh karena itu, untuk mengakuisisi pengguna dibutuhkan strategi pemasaran tertentu,” ucap Barley.
Sementara itu, baru-baru ini perusahaan riset asal Prancis, Ipsos, menyebutkan layanan dompet digital Gopay menjadi fitur electronic wallet paling populer di Indonesia dengan persentase sebesar 54 persen. Disusul kemudian OVO sebesar 11 persen, DANA 11 persen, dan LinkAja 6 persen.
Di sisi lain, berdasarkan data yang oleh dirilis oleh Bank Indonesia, terjadi 5,22 miliar transaksi uang elektronik dan dompet digital pada sepanjang 2019. Dari jumlah tersebut valuasi transaksi diperkirakan menyentuh kisaran Rp 145,16 triliun.
Capaian tersebut melonjak drastis dibandingkan pembukuan serupa pada periode 2018 yang berjumlah 2,9 miliar transaksi dengan nilai tidak kurang dari Rp 47,19 triliun. Adapun, pada Januari 2020, bank sentral menyebut bahwa aktivitas pembayaran digital tersebut berjumlah lebih dari 457 juta transaksi dengan valuasi sekitar Rp 15,87 triliun. Maka, apabila dirata-rata menggunakan asumsi Januari 2020, perkiraan transaksi pada sepanjang tahun ini mencapai 5,4 miliar transaksi dengan nilai Rp 180 triliun.[]