Jakarta, (Tagar 14/12/2018) - Ratusan orang tidak dikenal merangsek ke halaman Polsek Ciracas, Jakarta Timur, Selasa jelang tengah malam (11/12). Gerombolan yang datang dengan menggunakan kendaraan roda dua ini mengamuk, melibas apa saja yang ada di depan matanya. Akibatnya 17 mobil mengalami kerusakan, beberapa bagian bangunan terbakar.
Menurut keterangan Aco (50) seorang saksi mata yang malam itu berada di lokasi, kejadian yang berlangsung tiba-tiba tersebut diduga merupakan buntut dari perselisihan antara beberapa tukang parkir dengan seorang perwira TNI.
Aco mendengar hingar-bingar percakapan massa yang hendak menyatroni Polsek Ciracas, mencari tukang parkir pelaku pemukulan Kapten AL, A Komarudin, yang kabarnya sudah mendekam di Polsek Ciracas.
"Untung kemarinnya saya sudah nonton tv, jadi tahu ada yang mukulin kapten tentara di Cibubur. Mungkin ratusan orang yang datang ini marah lihat kaptennya dipukuli. Banyak banget motor tentara semua semalam, orangnya ada yang pakai celana tentara," ucap Aco kepada Tagar News, Kamis (13/12).
Baca juga: Akar Masalah Terjadinya Teror di Polsek Ciracas
Kejadian tersebut mengingatkan kembali pada kasus serupa yang terjadi tanggal 23 Maret 2013. Dimana belasan orang bersenjata yang diduga anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan mendatangi dan menyerang Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, di Sleman, Jogjakarta.
Saat itu, kejadian dikabarkan merupakan buntut dari ulah segerombolan preman yang mengeroyok hingga tewas seorang anggota Kopassus, Sertu Herry Santosa, di sebuah kafe di Yogyakarta. Belasan orang bersenjata tersebut merangsek ke dalam Lapas, menyekap beberapa sipir dan menembak mati empat orang tersangka pengeroyokan yang ditahan di sana. Belasan orang tersebut kemudian pergi setelah merusak dan mengambil rekaman CCTV.
Pakar Kepolisian, Pertahanan dan Keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi. Ph.D menyarankan kepada pihak terkait untuk segera melakukan tindakan pembinaan dengan memberikan hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku jika memang terbukti pelaku pengrusakan kantor kepolisian Selasa malam lalu adalah oknum anggota TNI.
"Saya kira pihak ANKUM (Atasan yang Berhak Menghukum) punya wewenang untuk melakukan pembinaan dan memberikan hukuman, tentu setelah diketahui pasti kalau yang melakukan memang tentara," jelas Muradi kepada Tagar News, Kamis (13/12).
Lebih lanjut, lulusan Flinders University Australia ini menyebutkan bahwa pembinaan bisa dilakukan dengan pemberian hukuman fisik, penurunan pangkat atau jabatan, bahkan mungkin sanksi pemecatan. Muradi meyakini bahwa pola pembinaan yang ada dalam institusi militer sudah sangat baik dan efektif, namun kemungkinan adanya provokasi atas nama jiwa korsa yang menyebabkan tindakan-tindakan yang tidak baik, bisa saja tetap terjadi.
"Usut dan tangkap yang melakukan provokasi. Beri pembinaan agar yang bersangkutan bisa bercermin atas kesalahannya," terang Muradi.
Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad ini juga menanggapi narasi yang berkembang perihal kurangnya kegiatan positif bagi para anggota militer terlatih, yang disebut-sebut menjadi penyebab arogansi oknum anggota TNI yang kerap saja terjadi. Muradi berharap anggota TNI dilibatkan dalam banyak kegiatan yang positif dan produktif seperti program sapa desa.
"Tugaskan mereka ke daerah perbatasan, atau buatkan lagi program sapa desa seperti AMD (ABRI Masuk Desa). Itu bisa menyalurkan energi mereka ke arah yang lebih positif. Selama ini mereka berlatih keras, tapi kurang terpakai energinya," tutup Muradi.
Seperti Dalam Cerita Film
Seorang sniper bernama James Barr dari sebuah kesatuan khusus angkatan darat Amerika Serikat mendapat begitu banyak pelatihan menembak, dengan 2000 bidikan per minggu selama betahun-tahun.
Setiap bidikan, Barr dilatih untuk membayangkan visual dasar tengkorak seseorang. Sebuah titik berwarna merah muda tempat di mana medula otak dan tulang belakang bertemu. Titik tersebut selalu dibayangkan hancur berkeping-keping.
Namun sayang, saat Barr mendapat tugas pada sebuah misi di kawasan konflik Timur Tengah, si penembak jitu sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk meletupkan senjatanya karena situasi kawasan yang sudah begitu kondusif.
James Barr yang bertugas sebagai pengintai hanya bisa mengawasi orang-orang sipil selama dua tahun, tanpa pernah diizinkan menembak sekalipun.
Jiwanya yang tertekan karena tidak bisa menahan hasrat untuk meletupkan senjata, menjadikannya depresi dan melakukan hal di luar nalar. James Barr seperti merasakan sebuah perasaan gatal yang sama sekali tak bisa ia garuk.
Perasaan yang ia rasakan berhari-hari, berminggu-minggu, sampai bertahun-tahun. Perasaan menyiksa tersebut ia lampiaskan dengan menembaki warga sipil yang sama-sama berada di sana setelah sebelumnya mencuri amunisi dari dalam gudang senjata.
Plot di atas berasal dari sebuah film aksi produksi Hollywood berjudul Jack Reacher rilisan tahun 2012. Pesan yang disampaikan lewat plot film tersebut agaknya bermakna banyak setelah kejadian pengrusakan dan penyerangan Polsek Ciracas oleh sekelompok orang yang diduga anggota TNI.
Terlalu lama mendapat pelatihan perihal kesetiakawanan, kekuatan mental, fisik, keberanian, tanpa memiliki kesempatan untuk menyalurkan energinya di medan tempur, jangan-jangan menjadi penyebab tindakan arogansi dari banyak oknum tentara kita selama ini. []