Apa yang Terjadi Setelah Pandemi Covid-19 Berakhir

Kita mungkin tidak akan kembali pada pola hidup lama tapi kita akan punya satu tingkat norma baru yang disebut the new norma after Covid-19.
Ilustrasi - Pandemi Covid-19 membuat semua orang terbiasa bekerja di rumah. (Foto: Pixabay/Anrita1705)

Jakarta - Apa yang terjadi dengan dunia ini setelah pandemi Covid-19 berakhir? Berikut bincang-bincang wartawan senior IzHarry Agusjaya Moenzir dengan pemerhati komunikasi politik Freddy Herman Tulung dalam Speak Up, 10 Mei 2020.

Apa kabar Fred? Dispilin ya?

Disiplin karena takut. Takut benar gua karena tetangga gua sudah kena, oleh karena itu mencoba mendisiplinkan diri untuk dua tujuan, pertama untuk diri sendiri, kedua karena lingkungan sampai gua jadi OTG (orang tanpa gejala).

Tapi karena ketakutan itu adalah human ya, kita kan harus punya rasa takut, kalau enggak punya kita ini sudah jahat banget. Ketakutan-ketakutan itu mendisiplinkan kita, kita ini sekarang di rumah. Gua ngelihat begini, banyak kebiasaan yang aku rasa harus dibuang tidak bisa lagi dijalankan dan ini kita menyesuaikan lagi adaptasi dengan lingkungan, adaptasi dengan kamar sendiri. Sunyi sepi tapi ada yang buka.

Sudah ada studinya itu bung Iz, studi ini menarik dilakukan oleh beberapa orang, orang Indonesia, itu menyatakan sedang terjadi the four consumer chief, perubahan mendasar pasca-covid. Pertama empatic society, karena tiba-tiba saat ini memunculkan masyarakat baru yang penuh empati, welas asih, sarat solidaritas sosial. Setiap menjelang buka, banyak banget pengemudi taksi, gojek nongkrong di situ enggak ada penumpangnya. Jam 5 setengah 6 itu akan ada orang bawa makanan untuk buka terus berebut. Ini kan semacam solidaritas sosial baru, dan orang-orang terdampak covid ini menyadari betul bahwa akan ditolong oleh yang lain.

Yang kedua ini kayak disebut go virtual, sekarang apa-apa mau enggak mau menggunakan mekanisme indirect alat bantu yang dikenal dengan teknologi informasi dan komunikasi. Go virtual ini di mana-mana seperti sekarang ini menggunakan itu, meski tidak ketemu langsung tapi kita bisa berkomunikasi secara langsung, yang tadinya komunikasi direct sekarang virtual.

MaskerIlustrasi - Di rumah saja untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Kalau harus keluar dari rumah, memakai masker untuk melindungi diri dan orang lain. (Foto: Pixabay/Duplex)

Yang ketiga ini menarik bung, yaitu bottom of the pyramide, ini mengacu pada piramida Maslow, bahwa dulu dengan segala macam kemanjaan teknologi yang kita miliki, konsumen menjadi mendapatkan suatu pola kehidupan yang mengarah pada individu. Puncak dari piramida itu aktualisasi diri, termasuk bagaimana kita selfie dan sebagainya. Mendadak kita turun ke paling basic bottom, makan cuci tangan, olahraga karena keseringan nganggur. Dulu barangkali dengan pola lifestyle kemarin itu ya makan kita elite di restoran, sekarang kita kembali ke basic, makan di rumah, nonton tv.

Keempat, stay at home lifestyle, jadi akhirnya yang namanya Bugis yang enggak pernah di rumah karena keterpaksaan akhirnya menikmati juga di rumah.

Ini pergeseran-pergeseran yang kemungkinan akan terjadi oleh studi di influencer knowledge ini dengan mengidentifikasi kurang lebih ada 30 prediksi dari mereka apa yang disebut the new norma, jadi pasca-covid ini kita mungkin tidak akan kembali pada pola hidup lama tapi kita akan punya satu tingkat norma baru yang disebut the new norma after Covid-19.

Sekarang di rumah kita jalan keluar walaupun kita punya kebebasan untuk jalan tapi no where to go. Supermarket semua tutup, semua tempat nongkrong sudah tidak boleh, harus take a way. Tapi kayaknya kita harus beradaptasi dengan kondisi ini. Tapi suatu saat new normal ini akan membuat ke rumahku aja deh.

Itu tadi stay at home lifstyle, jadi ini kan hidup dengan kebiasaan, kita kan selama ini kebiasaan meeting di mal, di resto, di kafe. Dengan sekarang ini kita tidak tahu hampir dua bulan mungkin bisa masuk tiga bulan stay at home, jadi lama kelamaan stay at home ini menjadi kebiasaan, kita jadi malas keluar rumah. Saya selama covid malas keluar karena harus pakai masker, harus cuci tangan. Kalaupun kepepet, resto enggak ada yang buka, kita ketemuanya di bank yang agak besar itu kan ada tempat duduk. Jadi enggak ada minum, enggak ngapa-ngapain tapi harus ketemu tatap muka fisik, enggak bisa diwakilkan, ya ketemuanya di bank. Hotel pun sekarang terbatas. Ini yang disebut the new normal.

Ilustrasi MaskerIlustrasi memakai masker. (Foto: Antara/Shutterstock)

Gue baca itu laporan-laporan dari Harvard, ini social distancing meskipun nanti misalnya corona sudah tidak ada. Kebiasaan distancing ini berlaku sampai dua tahun ke depan. Dua tahun di rumah akhirnya mendatangkan penyakit juga. Penyakit jiwa.

Kalau saya doing nothing juga enggak. Kita kan juga perlu hidup, sekrang yang saya pikirkan I can money, saya bisa hidup tapi dari rumah yang dulu tidak pernah saya pikirkan. Mau mengajar, mau bikin laporan semua harus dari luar rumah, sekarang ini semua dari rumah. Bahkan shopping pun kita online, itu soal kebiasaan, kalau tiga bulan kita dipaksa seperti itu akhirnya jadi kebiasaan juga.

Apakah new normal itu nanti. Yang saya takuti new system yang dikhawatirkan ada penolakan pada diri kita, ini kita harus kasih tahu teman-teman bahwa perubahan itu jangan pikir perubahan itu dalam kejelekan walaupun aneh, misal kalau ketemu kita tidak perlu salaman.

Jadi gini masalah new normal, majalah Forbes, dia menggunakan istilah lain, dia menggunakan istilah new order itu bukan order baru tapi keteraturan baru, jadi ada sistem keteratuan yang disebut new order, bagaimana kehidupan baru yang muncul dari inisiasi setelah covid. 

Prinsip dasarnya sebagai manusia perubahan sosial itu pasti terjadi hanya bedanya berapa lama itu membutuhkan waktu. Ada orang dalam satu dua bulan sudah bisa justime, ada orang yang belum bisa, jadi itu soal waktu tetapi sama dengan generasi kita, generasi di atas 50 ini kan disebut baby boomers, dulu tidak terbiasa dengan IT kalau boleh jujur secara kuantitatif barangkali masyarakat di atas 50 tahun ini yang paling gagap teknologi tapi kan enggak ada pilhan, kita mau tidak mau, suka tidak suka harus menggunakan teknologi termasuk seperti ini. Dulu kita mana tahu cara menggunakan Zoom.

Tapi yang menarik adalah namanya manusia perubahan ada namanya evolusi, perubahan bertahap itu pelan-pelan tapi kita ini revolusi, dipaksa mau enggak mau lo enggak boleh keluar, suka enggak suka harus pakai teknologi. Akhirnya yang namanya Bung Iz yang enggak pernah menggunakan pakai Zoom gini pakai juga tuh. Nah itu kan bagian dari perubahan, sekali dua kali melaksanakannya dengan terpaksa, tapi jangka panjang setelah berbulan-bulan lama-lama jadi kebiasaan Bung Iz. Akhirnya ketemua di restoran malas ah susah ah dan lain sebagainya.

Pasar Bandung TegalPenerapan Physical Distancing di Pasar Bandung, Tegal. (Foto: Dok Tagar/Farid Firdaus)

And than we can do at home ya?

Ini memang ada masalah ya, ini soal kebiasaan. Ini kan kita dipaksa untuk bekerja di rumah, sementara sistem di perkantoran itu belum sepenuhnya siap juga. Sehingga mau enggak mau nyuri-nyuri waktu untuk ketemu secara terbatas, karena memang ada hal yang enggak bisa, mau tidak mau harus dilakukan untuk kontak fisik

Apa ya yang bisa kita sarankan kepada publik untuk masa covid

Ada tiga tahapan, pertama tahap makro dulu. Percayalah bahwa pascacovid selesai maka pola kehidupan itu enggak akan sama dengan yang dulu, bahkan akan terjadi perubahan, judgment-judgment yang kita tadi sebut the new normal, maka dari itu mulai dari sekarang mau tidak mau suka tidak suka mulai dari sekarang mengantisipasi menyiapkan diri untuk perubahan-perubahan itu. 

Contoh yang paling bagus ya Bung Iz sendiri, Bung Iz sekarang mulai yang tadinya cuek dengan IT paling hanya main WA Facebook sekarang mulai dengan suatu pola komunikasi yang berbeda dengan yang dulu. Itu istilah ilmiahnya, the fold mobility, sebelumnya sering keluar rumah, sekerang barangkali sebagian aktivitas kita dilakukan dari rumah. Artinya kata home sweet home ini menjadi penting.

Kedua yang juga menarik, pola konsumsi kita yang sebelumnya makan di luar dan sebagainya tiba-tiba makanan di rumah jadi enak tuh, enggak ada pilihan soalnya.

Ketiga, pola kerja pola hidup, ini menarik, dulu kita terbiasa hidup dengan pola nine to five, nah sekarang ada gagasan baru namanya three to two. Dulu nine to five masuk jam 9 pagi pulang jam 5 sore, sekarang disebutnya three to two, tiga hari kerja dua hari off, karena kerjanya enggak pakai waktu. Kerjanya bisa jam 5 sore mau jam 10 malam, jam 10 pagi. You can do all, anytime anywhere. Nah kenapa harus terikat dengan waktu yang sekian sekian.

Masjid Al Markaz Al Islami MakassarPembatasan jarak shaf dalam pelaksanaan salat Jumat di Masjid Al Markaz Al Islami Makassar, Jumat, 5 Juni 2020. (Foto: Dok Tagar/Aan Febriansyah)

Jadi gua pikir sekarang twenty for two seven

Iya kerja 24 jam dan itu apa ya kebiasaan dengan kerja di kantor yang fix itu sekarang menjadi sangat berubah, enggak begitu lagi. Bagi saya penting itu bukan pada disiplin waktunya tapi pada output oriented-nya.

Apa yang harus dilakukan melihat tatanan yang ada di masyarakat itu ada perubahan. Keluar orang harus apa. Barangkali ada closing statement?

Bahwa pada saat ini kita menghadapi perubahan, perubahan sosial disebut social change dalam artian sangat signifikan. Untuk itu barangkali yang terbaik adalah prepare your self to espect for the best but prepare to the worst. Menyiapkan yang terbaik tetapi juga menyiapkan menghadapi situasi yang terburuk. 

Setiap perubahan membawa dua kemungkinan, kemungkinan pertama, perubahan yang menimbulkan kesempatan-kesempatan yang baru bagi kita. Tapi kesempatan yang baru itu harus diikuti dengan persoalan-persoalan baru. Ini yang tadi saya maksud, karena perubahan itu membutuhkan kepekaan kita untuk membaca, melihat, memanfaatkan kesempatan dan bersiap untuk mencegah terjadinya persoalan-persoalan baru. 

Nah ini barangkali, opportunity ini saya belum bisa elaborasi lebih detail karena perubahan sedang berjalan pada saat ini, ini semua kita lihat barangkali bagaimana ke depannya yang disebut dengan the new normal force Covid-19, seperti apa bentuknya itu barangkali kita persiapkan sekarang. []

Baca juga:

Berita terkait
Cara Urus KTP Era New Normal di Serang Banten
Pemerintah Kabupaten Serang, Banten, membuka pelayanan administrasi kependudukan dengan protokol kesehatan pada masa new normal, urus KTP, KK.
Wawancara Eksklusif Tagar dan Ganjar Pranowo Soal New Normal
Wawancara eksklusif Pemimpin Redaksi Tagar Fetra Tumanggor dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tentang strategi menyambut fase new normal.
Wawancara Eksklusif Tagar dan Hanung Bramantyo Saat Pandemi
Hanung Bramantyo bercerita banyak kepada Tagar, termasuk beratnya biaya tes swab Rp 2,5 juta per orang, protokol syuting film pada era new normal.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.