Antiasia Bikin Orang Tua Ragu Lepas Anak Kuliah di Amerika

Keberadaan mahasiswa internasional berikan dampak yang positif bagi perekonomian AS, namun, selama pandemi Covid-19 jumlahnya turun drastis
Mahasiswa berjalan di kampus Stanford University di Santa Clara, California, AS, 14 Maret 2019 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta – Keberadaan mahasiswa internasional memberikan dampak yang positif bagi perekonomian Amerika Serikat (AS). Namun, selama pandemi Covid-19 angka pendaftaran mahasiswa internasional turun drastis. Kini, ada satu lagi faktor yang berpengaruh terhadap angka pendaftaran mahasiswa internasional di AS yaitu pandangan antiasia.

Sebelum pandemi Covid-19 kontribusi mahasiswa internasional terhadap perekonomian Amerika mencapai 45 triliun dolar AS. Ini menurut data dari Departemen Perdagangan Amerika dalam laporan Institute of International Education (IIE).

Pada waktu itu, Indonesia berada pada urutan ke-19 dari 20 negara dengan jumlah mahasiswa terbesar yang kuliah di Amerika. Menurut laporan tahunan yang dikeluarkan IIE, pada tahun 2018 jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di Amerika mendekati angka 9000.

Namun, dengan terjadinya pandemi, itu semua berubah drastis. IIE mencatat penurunan angka pendaftaran mahasiswa pada semester musim gugur tahun 2020 sebanyak 43%. Ini tidak semata diakibatkan pandemi, tetapi sejumlah faktor penentu lain seperti hambatan imigrasi dan retorika politik oleh pemerintahan Amerika pada waktu itu. Kini, ada satu lagi faktor yang dapat menimbulkan keraguan bagi para mahasiswa yang hendak menuntut ilmu di Amerika, atau setidaknya orang tua yang akan membiayai sekolah mereka, yaitu meningkatnya sentimen anti-Asia yang semakin banyak terlihat di Amerika.

keluarga utamiUtami Ambarsari dan keluarga (Foto: voaindonesia.com/Dok Pribadi)

Utami Ambarsari adalah ibu dari seorang calon mahasiswa Indonesia yang pada musim gugur tahun ini akan mengawali kuliahnya di salah satu perguruan tinggi Amerika di negara bagian Michigan. Bersama suami, ia memutuskan untuk menyekolahkan putra kesayangannya tersebut ke Amerika berdasarkan pertimbangan bahwa menurut sepengetahuan mereka, sistim pendidikan di Amerika sangat memadai dan sesuai dengan kebutuhan anak mereka. Menurutnya setelah anaknya diterima di universitas yang diinginkan, mulailah berita-berita tentang sentimen antiAsia dan insiden-insiden yang mengkhawatirkan bermunculan.

“Terus terang kami sebagai orang tua khawatir ya, tapi kami tahu penduduk Amerika secara mayoritas adalah terpelajar, berwawasan dan mempunyai cara pandang yang luas. Maka itu langkah-langkah yang kami lakukan adalah berbicara dengan universitas di mana anak kami akan melanjutkan studinya, lalu kami juga mencari tahu, cari pandang mereka tentang sentimen Asia ini, dan Puji Tuhan mereka melarang segala kegiatan yang berhubungan dengan gerakan antiAsia ini," katanya.

Hal tersebut membuat Tami dan suaminya merasa lebih tenang karena sebagai orang tua mereka dapat mengetahui bahwa anaknya berada di tempat yang aman. Berhubung nanti sang anak akan tinggal di asrama, jadi tidak perlu pergi jauh meninggalkan kampus sehingga keamanan lebih terjaga. Sementara untuk kepentingan menjaga, menempatkan dan melindungi diri sesuai kemampuan, Tami secara tegas menasehati anaknya:

“Untuk anak kami sendiri, kami persiapkan untuk menghormati kebudayaan yang ada, memahami kebutuhan dan keinginan supaya bisa lebih memilah prioritas, dan menghindar atau menahan emosi.”

novi harahapNovi Harahap dan keluarga (Foto: voaindonesia.com/Dok Pribadi)

Lain halnya dengan Novianti Harahap yang tidak mengkhawatirkan adanya sentimen antiasia. Kedua anak kembarnya kini telah menjalani kegiatan perkuliahan di Amerika secara virtual dari Indonesia, namun pada pertengahan tahun ini, saat harus mulai hadir secara fisik di kelas, baru mereka akan berangkat ke Amerika untuk meneruskan perkuliahannya. Novi mengatakan kekhawatiran yang ia rasakan hanyalah sebagai ibu yang akan berada jauh dari anak-anaknya.

“Kalau ditanya kekhawatiran kita sebagai orang tua sudah pasti khawatir. Untuk itu anak-anak saya bekali dengan pemikiran bahwa rasisme itu sebenarnya ada di mana-mana. Tinggal kitanya yang harus lebih menjaga diri, dan pandai-pandai bersosialisasi dengan orang-orang di sana. Dan pastinya dengan keadaan sekarang harus lebih berhati-hati," kata Novianti Harahap.

Dengan meningkatnya sentimen antiAsia di Amerika, kini semakin banyak kampus yang bekerja sama dengan komunitas mahasiswa untuk meningkatkan kesadaran, mendokumentasi, melacak, melaporkan, bahkan mengambil tindakan untuk melawan dan mengurangi segala macam bentuk kekerasan terhadap orang-orang keturunan Asia (aa/ka)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Jajak Pendapat: Warga Amerika Percaya Anti-Asia Meningkat
Mayoritas warga AS di semua kelompok ras dan etnis percaya diskriminasi memburuk pada tahun lalu terhadap orang Amerika keturunan Asia
Kongres AS Sahkan RUU Perangi Kejahatan Rasial Anti-Asia
RUU baru yang dikenal dengan nama UU Kejahatan Kebencian Covid-19 itu sebelumnya telah disetujui di Senat AS pada April 2021
Kejahatan Dengan Motif Anti-Asia di Amerika Melonjak 169%
Lonjakan kejahatan bermotif kebencian atau hate crime anti-Asia di AS yang dipicu perebakan pandemi virus corona naik 169%
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.