Amnesty International Sebut Penindasan Mahasiwa China di Luar Negeri Meningkat

Amnesty International laporkan ada peningkatan penindasan terhadap mahasiswa asal China dan Hong Kong di Eropa Barat, Amerika Utara, Jerman
Unjuk rasa prodemokrasi di luar Kedutaan Besar China di Berlin, Jerman, pada tahun 2022 (Foto: dw.com/id - Omer Messinger/Getty Images)

TAGAR.id - Amnesty International melaporkan adanya peningkatan penindasan terhadap mahasiswa asal China dan Hong Kong di Eropa Barat dan Amerika Utara, termasuk di Jerman. Andrea Grunau* melaporkannya untuk DW.

Mahasiswa asal China dan Hong Kong yang menuntut ilmu di universitas-universitas Eropa dan Amerika Utara, meski jauh dari rumah tetapi mereka juga terancam oleh pemerintah negara asalnya.

Pesan yang kami terima, kata Rowan**, seorang mahasiswa asal China, kepada organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International, berbunyi: "Kalian sedang diawasi, dan meski kami berada di belahan bumi yang lain, kami masih bisa menghubungi kalian.”

Rowan merupakan salah satu dari 32 mahasiswa yang diwawancarai Amnesty untuk laporannya yang berjudul "Di Kampus Saya, Saya Takut.”

Laporan itu berusaha mendokumentasikan penindasan China di universitas-universitas dan berbincang dengan para mahasiswa asal China di delapan negara: Belgia, Jerman, Prancis, Inggris, Belanda, Swiss, Kanada, dan Amerika Serikat.

Semua nama dan universitas telah dirahasiakan demi melindungi identitas mereka.

Ancaman kepada keluarga di China

Rowan mengatakan kepada Amnesty bahwa dia memang ikut serta dalam peringatan tragedi pembantaian di Lapangan Tiananmen, yang diadakan di kota tempatnya belajar. Peringatan penindasan berdarah terhadap gerakan pro-demokrasi yang terjadi di Beijing pada 4 Juni 1989 silam itu memang telah dilarang di China dan Hong Kong.

Hanya beberapa jam setelah aksi protes itu berlangsung, ayah Rowan yang berada di China menghubunginya dan mengatakan bahwa petugas keamanan memintanya untuk mencegah anaknya itu untuk ikut serta dalam aksi yang dapat merusak reputasi China di mata dunia.

Rowan sendiri tidak pernah memberikan namanya kepada siapa pun dan tidak pula melaporkan keikutsertaannya itu.

DW juga berbicara dengan para pelajar asal China lainnya di Eropa. Sebelum kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Paris, Perancis, pada awal bulan ini, Yongzhe* mengatakan kepada DW bahwa pihak berwenang China mengancam untuk mengunjungi keluarga mereka di China, bagi mereka yang berencana melakukan aksi unjuk rasa. Hal semacam ini sering terjadi, tambah Yongzhe.

Amnesty International menyimpulkan bahwa bukan hanya para mahasiswa yang menerima pesan ini: "Bebas berekspresi itu tidak dapat diterima. Di mana pun Anda berada, baik di Jerman, Prancis, atau di mana pun, tidak ada cara untuk menghindari pengawasan China.”

Anggota keluarga para mahasiswa yang berada di China juga mendapat ancaman itu, kata Theresa Bergmann kepada DW. Bergmann adalah seorang ahli Asia di Amnesty International kantor Jerman. "Misalnya, ada ancaman untuk menyita paspor, memberhentikan pekerjaan dan memotong uang pensiun atau membatasi peluang pendidikan jika mahasiswa melanjutkan kegiatan mereka di luar negeri,” katanya.

"Upaya-upaya intimidasi itu datang dari pejabat pemerintah di China,” tambah Bergmann.

Kisah-kisah penindasan oleh China

Banyak mahasiswa asal China dan Hong Kong yang menuntut ilmu di luar negeri hidup dalam ketakutan akan bentuk intimidasi dan pengawasan pemerintah China, menurut Amnesty International. Sementara pihak berwenang China dan Hong Kong kerap berusaha mencegah para mahasiswa ini untuk mengangkat isu-isu kontroversial.

Pihak berwenang juga menargetkan setiap aksi solidaritas terhadap gerakan pro-demokrasi di Hong Kong dan protes Kertas Putih 2022 di China, di mana masyarakat menggunakan lembaran kertas putih kosong untuk memprotes tindakan kejam dan membatasi kebijakan COVID-19 yang diberlakukan serta menentang pembatasan kebebasan berekspresi.

Bergmann mengatakan bahwa Amnesty telah menyampaikan tuduhan-tuduhan itu kepada pihak berwenang di China dan Hong Kong. "Kami belum menerima tanggapan apa pun dari pemerintah China,” katanya, seraya menambahkan bahwa "penyangkalan” justru datang dari Hong Kong.

Mahasiswa adalah kelompok yang sangat rentan karena status kependudukan dan situasi keuangan mereka, jelas Bergmann. Para peneliti Amnesty belum dapat mencakup semua dari sekitar 900.000 mahasiswa China yang tinggal di luar negeri, tetapi laporan-laporan penindasan serupa terjadi di negara-negara lain dan sesuai dengan kasus-kasus sebelumnya.

Pada tahun 2023, DW dan platform investigasi Correctiv juga melaporkan bagaimana China mengontrol dengan sangat ketat para mahasiswanya yang telah menerima beasiswa dari Dewan Beasiswa China di Jerman dan mencegah mereka untuk membuat pernyataan kritis.

WeChat digunakan untuk memata-matai mahasiswa secara online

"Seorang mahasiswa yang ikut serta dalam aksi protes dan kemudian mengambil swafoto di depan kedutaan telah melaporkan bahwa dia diikuti dalam perjalanan dari kedutaan ke kereta bawah tanah,” kata Bergmann, merujuk pada sebuah akun dari seorang mahasiswa di Jerman. Ketika para mahasiswa itu diikuti atau difoto dalam aksi protes, tidak jelas apakah hal ini dilakukan atas nama pemerintah China atau bukan.

Pengawasan online ini memainkan peran yang sangat penting. Ada banyak indikasi bahwa aplikasi "WeChat” asal China turut memberikan data kepada pemerintah Beijing. "Kami memiliki beberapa kasus di mana akun WeChat telah ditutup atau kontennya diblokir karena orang-orang berbicara secara terbuka tentang aksi-aksi protes,” kata Amnesty dalam laporannya.

Amnesty juga menyebut hal itu sebagai "Tembok Api Besar.” Sementara para pelajar justru mengandalkan aplikasi seperti "WeChat” yang disetujui oleh negaranya, untuk berkomunikasi dengan kerabat dan teman mereka yang berada di China, meski ada kemungkinan aplikasi tersebut diawasi.

Pengawasan dan bentuk intimidasi menimbulkan ketakutan bagi para pelajar asal China dan Hong Kong yang sedang belajar di luar negeri, demikian laporan Amnesty. Hal ini mengakibatkan stres secara emosional, bahkan depresi.

"Saya mencari dukungan dari layanan konseling psikologis universitas setelah mengalami masalah psikologis, tetapi mereka hanya memiliki sedikit pemahaman tentang konteks China dan tidak dapat memberikan dukungan yang efektif,” kata seorang mahasiswa bernama Xing Dongzhe* kepada DW.

Beberapa mahasiswa juga memilih untuk memutuskan hubungan sementara dengan keluarga demi melindungi mereka, kata Bergmann. Hampir separuh dari para pelajar yang diwawancarai merasa takut untuk kembali ke China. Enam orang mengatakan mereka ingin mengajukan permohonan suaka di negara tempat mereka belajar.

Bergmann mengatakan bahwa para mahasiswa juga menyensor dan mengisolasi diri mereka sendiri. Bahkan beberapa juga tidak yakin apakah mereka dapat mempercayai mahasiswa China lainnya.

"Dengan adanya undang-undang keamanan di Hong Kong, misalnya, hal ini dimungkinkan. Saat ini ada hotline di mana orang-orang yang dicurigai melanggar hukum keamanan dapat dilaporkan secara langsung,” katanya.

Amnesty menyerukan perlindungan dan konseling yang lebih baik

Amnesty International telah meminta universitas dan pemerintah setempat untuk mengambil tindakan, dengan menghubungi 55 universitas secara langsung. Bergmann mengatakan bahwa kelompok HAM ini telah menerima tanggapan dari 24 universitas, dan beberapa tanda awal bahwa masalah ini sedang ditangani. Namun secara keseluruhan, masih banyak yang harus dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut.

Bergman menambahkan bahwa Amnesty telah meminta universitas dan pemerintah untuk mendirikan pusat pelaporan yang memiliki pengalaman dalam menangani trauma. Universitas juga harus memberikan dukungan psikologis, konseling dan bantuan keuangan bagi para mahasiswa yang terkena dampak.

"Jerman memiliki kewajiban untuk melindungi mahasiswa internasional,” kata Julia Duchrow, sekretaris jenderal Amnesty International di Jerman. Duchrow menambahkan bahwa pemerintah Jerman juga harus mengambil langkah-langkah konkret demi melawan ketakutan para mahasiswa asal China tersebut. (kp/yf)/dw.com/id. []

*Andrea Grunau Reporter dan penulis

**Nama disamarkan demi perlindungan

Berita terkait
Mahasiswa China di Australia Diintimidasi Oleh Beijing
Pemerintah China dan para pendukungnya telah memantau, melecehkan, dan mengintimidasi mahasiswa China prodemokrasi yang tinggal di Australia