Ambil Risiko Demi Hak Pilih Warga Karatina Mandiri di Sleman

Relawan Satgas Covid-19 di Desa Nogotirto, Kabupaten Sleman, mendatangi rumah warga yang karantina mandiri agar mereka bisa memilih di pilkada.
Destiawan, 25 tahun, relawan Satgas Covid-19, saat mendatangi rumah pasien positif Covid-19 untuk menyalurkan hak pilihnya dalam Pilkada Sleman 2020, Rabu, 9 Desember 2020. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Destiawan)

Sleman – “Nek dilepas nggih pun kotos-kotos, koyo wong bar adus niko, Mas. Koyo kungkum. (Kalau dilepas ya sudah menetes-menetes, seperti orang habis mandi itu, Mas. Seperti habus berendam),” Destiawan Dwi Nugroho, 25 tahun, menggambarkan kondisi pengapnya baju hazmat yang dikenakannya pada Rabu, 9 Desember 2020.

Siang itu, Iwan, sapaan akrabnya mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap bersama seorang rekannya. Teriknya matahari menambah gerahnya tubuh berisi Iwan di dalam hazmat dan faceshield. Ditambah lagi dengan kendaraan roda empat yang ditumpanginya tanpa dilengkapi pendingin ruangan atau AC.

Saat sebagian warga lain masih duduk di tempat pemungutan suara untuk menunggu giliran memilih kepala daerah, mereka berdua harus berjibaku dengan pengap dan gerahnya hazmat serta risiko terpapar Covid-19. Dalam balutan pakaian mirip astronot tersebut, keduanya harus naik dan turun dari mobil serta berjalan di bawah panasnya cuaca untuk memastikan tidak ada warga yang kehilangan hak pilihnya.

Iwan dan rekannya bukan petugas penyelenggara pemungutan suara atau bagian dari penyelenggara pemilihan. Keduanya adalah relawan satgas Covid-19 Kalurahan (Desa) Nogotirto, Kapanewon (Kecamatan) Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Menyelamatkan Hak Pilih

Saat ditemui di rumahnya, di Pedukuhan Kwarasan, Kalurahan Nogotirto, Kapanewon Gamping, Kamis petang, 10 Desember 2020, Iwan sedang santai mengenakan kaus hitam bertuliskan imbauan mengenakan masker dan menerapkan protokol kesehatan.

Cerita Satgas Covid di Sleman (2)Seorang warga yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumah menerima kedatangan satgas Covid-19 Kalurahan Nogotirto yang membawakan surat suara pada Pilkada Sleman 2020, Rabu, 9 Desember 2020. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Destiawan)

Koordinator Satgas Covid-19 Karang Taruna Arum Tirto Kalurahan Nogotirto ini duduk di bangku kayu panjang sambil menikmati teduhnya mendung yang menggelayut di langit. Asap tipis berwarna putih sesekali mengepul dari bibirnya.

Iwan menceritakan kegiatannya sehari sebelumnya, saat dia dan seorang rekannya berkeliling mengunjungi warga yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing akibta terkonfirmasi positif Covid-19.

Kata Iwan, ide awal untuk menyelamatkan hak pilih warga dalam Pilkada Kabupaten Sleman ini berasal dari dirinya, yang kemudian didukung oleh penyelenggara pemilu tingkat PPS dan PPK.

Mereka (warga isolasi mandiri) ini kan punya hak pilih selaku warga negara.

Selain untuk menyelamatkan hak pilih para warga, Iwan juga mengantisipasi kemungkinan munculnya permasalahan baru, yakni jika pasien terkonfirmasi positif Covid-19 tersebut merupakan simpatisan salah satu pasangan calon kepala daerah, dan melapor bahwa mereka kehilangan hak pilihnya.

“Terus melaporkan bahwa tidak ada pelayanan bagi pasien isolasi, ini kan jadi satu permasalahan baru lagi,” ucapnya.

Berbekal kedua hal itu, sebelum hari pemilihan Iwan telah berkoordinasi dengan penyelenggara pemilihan tingkat kelurahan dan kecamatan. Dia mengusulkan untuk dilakukan sistem jemput bola dengan cara mendatangi rumah-rumah warga terkonfirmasi positif. Terlebih Kalurahan Nogotirto memiliki enam relawan Satgas Covid-19 yang berpengalaman dengan tugas kontak langsung dengan pasien terkonfirmasi positif.

“Kita juga sudah koordinasi dengan PPK, mau seperti apa. Karena beberapa KPPS ditanya tidak berani (kontak langsung), ya kita simpulkan bahwa yang penting KPPS dan Panwas TPS, saksi ketiga paslon mendampingi kami ke rumah warga isolasi mandiri,” ucapnya menjelaskan.

Untuk menghilangkan kekhawatiran para petugas penyelenggara pemilu saat mengunjungi rumah warga isolasi mandiri, mereka diberi jarak sekitar lima meter dari pasien. Hanya Iwan dan rekan satgasnya yang kontak langsung dengan pemilih untuk menyampaikan kertas suara.

“Petugas jaga jarak sekitar 5 meter ke atas, kami yang langsung dengan pasien karena kami yang ber-APD.”

Cerita Satgas Covid di Sleman (3)Petugas KPPS, Panwas TPS, dan saksi paslon mendampingi satgas covid yang melakukan jemput bola ke rumah warga isolasi mandiri agar tidak kehilangan hak pilih dalam Pilkada Sleman 2020, Rabu, 9 Desember 2020. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Destiawan)

Ketua Karang Taruna Arum Tirto ini menambahkan, sebenarnya jumlah relawan Satgas Covid-19 di Kalurahan Noogotirto jumlahnya ada enam orang. Tetapi tiga di antara mereka sedang bertugas di TPS sebagai saksi, aggota panwas TPS, dan sebagai anggota KPPS. Sedangkan seorang lainnya sedang ada kegiatan lain.

Dari upaya jemout bola yang dilakukan, setidaknya enam suara wajib pilih di Kelurahan Nogotirto berhasil disalurkan. Mereka tinggal di tiga lokasi yang berbeda, yakni di Pedukuhan Kajor, Padukuhan Karang Tengah, dan Pedukuhan Nogosaren.

“Ada satu orang di Niten, tapi ditelepon sama dukuhnya nggak ada respons, jadi kita tinggal. Totalnya sekitar enam orang di tiga titik lokasi,” kata Iwan.

Dalam kegiatan itu, mereka harus melakukan sterilisasi dengan menyemprotkan cairan klorin pada pakaian masing-masing hingga tiga kali, yakni setiap kali sudah kontak langsung dengan pasien.

“Kita sterilkan setelah bertemu (pasien), dengan cairan klorin. Setelah itu ke titik berikutnya, kemudian sterilisasi lagi dan lanjut ke titik berikutnya.”

Mengenai respons dari para pasien isolasi mandiri yang didatanginya, Iwan mengaku mereka merasa puas dan senang karena masih bisa berperan serta dalam pesta demokrasi memilih kepala daerah. Bahkan mereka mendoakan dan mengucapkan terima kasih pada Iwan dan rekannya. Sementara dia dan rekannya pun merasa puas karena bisa membantu.

Dukungan Pemangku Wilayah

Tiba-tiba seorang pria berambut cepak dengan jenggot yang tak terlalu tebal keluar dari pintu saat Iwan masih bercerita. Dia tersenyum ramah dan duduk di samping Iwan. Pria itu adalah Nandar Martolo, paman dari Iwan, dan merupakan Kepala Pedukuhan Kwarasan.

Iwan kembali melanjutkan ceritanya. Kata dia, keterlibatannya dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan buah dari didikan keluarga yang memiliki jiwa sosial dan kemanusiaan yang cukup tinggi, termasuk dari sang paman.

“Jadi karena dari dulu saya itu di keluarga dididik hidup sosial tinggi. Saya kenalnya dari om saya, anggota Tagana (taruna siaga bencana) Sleman, akhirnya jiwa sosial saya terbentuk,” ucapnya melanjutkan.

Selain membantu penyelenggara pemilu meningkatakan partisipasi pemilih, dia dan relawan Satgas Covid-19 lainnya juga membantu tracing pihak puskesmas, pendampingan warga kontak erat dengan pasien terkonfirmasi potitif, serta melakukan dekontaminasi di kediaman pasien Covid.

Dalam setiap kegiatannya para relawan satgas ini selalu berkoordinasi dengan pemangku wilayah, seperti kepala pedukuhan serta pengurus RT dan RW.

Cerita Satgas Covid di Sleman (4)Seorang relawan Satgas Covid-19 Kelurahan Nogotirto, Kecamatan Gamping, Sleman, membawakan suarat suara untuk warga yang menjalani isolasi mandiri agar tak j\kehilangan hak pilih dalam Pilkada Sleman 2020, Rabu, 9 Desember 2020. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Destiawan)

Penjelasan-penjelasan Iwan dibenarkan oleh Nandar, sang paman. Menurutnya, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 pertama di Pedukuhan Kwarasan muncul sekitar tiga bulan lalu di salah satu kompleks perumahan.

Saat muncul kasus pertama, dirinya langsung berkoordinasi dengan satgas covid untuk menangani kasus itu, termasuk memberi edukasi pada warga dan melakukan penyemprotan.

“Yang bikin sempat saya agak down itu cluster warung. Kita adakan screening massal sampai 200 an orang.”

Saat pelaksanaan pilkada serentak, masih ada satu warga Pedukuhan Kwarasan yang terkonfirmasi positif Covid-19, tapi relawan satgas covid tidak mendatangi rumah pasien, sebab yang bersangkutan sudah berada di asrama haji untuk perawatan dan menyalurkan hak pilihnya di sana.

“Terkait kegiatan satgas, kami merasa itu bagus sekali karena bisa tanggap ing sasmito. Dalam situasi seperti ini kok masih bisa melaksanakan kerja sosial dan kemanusiaan, resikonya gede niku (itu), Mas,” kata Nandar memuji.

Dirinya selaku kepala pedukuhan sekaligus keluarga selalu berpesan pada para pemuda yang tergabung dalam relawan satgas, bahwa mereka bahwa boleh pergi ke mana-mana mengemban misi kemanusiaan, tetapi harus tetap berhati-hati.

Startnya selalu dari sini. Jadi setiap kali mau berangkat selalu saya ingatkan.”

Bukan sekadar mengingatkan, dukungan dari dirinya dan tujuh kepala pedukuhan lain di Kalurahan Nogotirto juga diwujudkan dengan pemberian konsumsi saat mereka bertugas. Bahkan para kepala pedukuhan ini menjadi semacam ujung tombak dalam mengedukasi warga agar tidak menolak kegiatan satgas.

“Efeknya, salah satunya adalah kami tidak ada penolakan dari warga. Logistik untuk warga isolasi mandiri juga sudah kita pikirkan. Pak dukuh mengarahkan RT/RW untuk mengeluarkan anggaran dari kas untuk membantu logistik warga yang terisolasi. Jadi warga yang isolasi juga nggak kesusahan.”

Dia mencontohkan, jika ada warga yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumah membutuhkan sesuatu, misalnya sabun. Warga itu tinggal menghubungi ketua RT nya untuk meinta tolong dipenuhi kebutuhannya.

“Nanti menghubungi RTnya dan meminta tolong untuk dibelikan sabun. Nanti kalau sudah selesai isolasi baru misalnya ngijoli le wingi tumbas sabun (mengganti uang yang digunakan untuk membeli sabun), dll,” kata dia.

Hingga saat ini, Pedukuhan Kwarasan masih menerapkan aturan wajib karantina mandiri bagi warga yang baru datang dari luar kota. Hanya saja waktu karantina mandirinya hanya beberapa hari. []


Berita terkait
Perajin Batu Bata Berkejaran dengan Banjir dan Hujan
Menjadi perajin batu bata merupakan pekerjaan sebagian Desa Bangunreja, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap. Ini kendala mereka.
Setelah Perahu Doni Monardo Melaju Cepat Membelah Segara Anakan
Perahu Doni Monardo itu melaju cepat membelah Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah, sesekali perahu melambat saat berpapasan dengan sampan nelayan.
Kerasnya Kehidupan Pembuat Kue Tradisional di Jakarta
Seorang pembuat kue tradisional di Jakarta menceritakan kisah hidupnya. Dia harus menghidupi 3 anak akibat ditinggalkan oleh suami.