Alasan Jokowi Banyak Sebut Kata Ekonomi dalam Pidato

Presiden Joko Widodo dalam pidato Sidang Tahunan MPR Tahun 2020, Jumat, 14 Agustus 2020 dinilai lebih banyak menyinggung konteks perekonomian.
Presiden Joko Widodo tiba di lokasi pembukaan masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay/pras.

Mataram - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2020 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020 dinilai lebih banyak menyinggung konteks perekonomian ketimbang kesehatan selama masa pandemi Covid-19 atau C-19.

"Perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang. Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat, harus melakukan re-start, harus melakukan re-booting," kata Jokowi.

Pengamat ekonomi dan pasar modal, Siswa Rizali menyebutkan hal tersebut lantaran Presiden Jokowi memahami dan sadar akan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia baik sebelum maupun setelah terdampak pandemi C-19 dan sadar akan risiko yang mengintai masyarakat. "Mayoritas masyarakat kita berpenghasilan rendah dan tidak punya banyak aset or tabungan," ujarnya kepada Tagar, Minggu, 16 Agustus 2020.

Terkait pertumbuhan, setelah koreksi tajam, biasa pemulihannya juga lebih tinggi dari biasanya.

Baca Juga: Jokowi Arahkan Pemulihan Ekonomi Nasional pada 6 Hal 

Penghasilan rendah, menurut Siswa telah mengerucutkan risiko yang kemungkinan dialami masyarakat selama menghadapi pandemi. "Bagi mereka, pilihannya adalah: risiko mati karena kelaparan atau risiko mati terinfeksi corona. Dua-duanya bukan pilihan baik," kata Siswa.

Di sisi lain, masyarakat juga dinilai kurang menyadari akan bahaya virus C-19. Padahal, beberapa protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan sebenarnya protokol yang mudah dan efektif dalam mencegah infeksi corona dengan dampak negatif ke ekonomi yang minimal. "Jadi kesadaran masyarakat yang paling krusial buat menghadapi wabah seperti C-19,"  tutur Siswa.

Sementara itu, pemerintah juga harus informatif dan terbuka, sehingga menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan setiap arahan dapat dijalankan sebagaimana mestinya. "Pak Jokowi sadar akan pilihan yang sangat mengerikan tersebut. Saya sendiri termasuk yang melihat full lockdown tidak realistis," ujar Siswa.

Namun, terhadap kondisi perekonomian Indonesia saat ini, yang mana berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal II 2020 terkoreksi -5,32%, Siswa optimistis pasca koreksi tajam, akan ada pemulihan yang signifikan dalam perekonomian nasional. "Terkait pertumbuhan, setelah koreksi tajam, biasa pemulihannya juga lebih tinggi dari biasanya," katanya.

Jadi menurutnya, bila rata-rata pertumbuhan 5% per tahun, setelah kontraksi 5% di 2020, tahun 2021 seharusnya bisa tumbuh di atas 5% (paling tidak idealnya 7-8%)," ucap Siswa.

Sebelumnya Presiden Jokowi menyampaikan asumsi ekonomi makro Indonesia tahun 2021 dalam pidato Penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2021 Disertai Nota Keuangan, pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang I DPR RI Tahun Sidang 2020-2021. Sidang digelar di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020.

"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 4,5 sampai 5,5 persen. Tingkat pertumbuhan ekonomi ini diharapkan didukung oleh peningkatan konsumsi domestik dan investasi sebagai motor penggerak utama," kata Jokowi.

Baca Juga: Jokowi Patok Pertumbuhan Ekonomi 5,5% dalam RAPBN 2021

Presiden Jokowi menambahkan,  saat kondisi eksternal yang masih dibayangi oleh ketidakpastian, nilai tukar Rupiah diperkirakan akan berada di kisaran Rp14.600 per dolar Amerika Serikat dengan tingkat inflasi yang diupayakan terjaga pada tingkat tiga persen untuk mendukung daya beli masyarakat. Selain itu,  suku bunga SBN 10 tahun diperkirakan berada pada kisaran 7,29% dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) juga diperkirakan berada pada kisaran 45 dolar AS per barel. []

Berita terkait
Jokowi Perkuat Infrastruktur Digital dari RAPBN 2021
Jokowi menilai situasi pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa ketersediaan dan berfungsinya infrastruktur digital menjadi sangat penting dan strategis.
RAPBN 2021, Jokowi Transfer ke Daerah Rp 796,3 Triliun
Presiden Jokowi mengalokasikan anggaran Transfer ke Daerah atau TKDD sebesar Rp 796,3 triliun dengan tujuh arah kebijakan.
Jokowi Kalkulasi APBN 2021 Hadapi Tantangan Global
Presiden Jokowi menyatakan perlu ada persiapan untuk dapat merancang postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 mendatang.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.