Toba - Aktivis lingkungan di Kawasan Danau Toba, Sebastian Hutabarat menyurati Presiden Jokowi, meminta amnesti atau perlindungan hukum atas kasus yang menimpanya.
Sebastian menyurati presiden yang disampaikan lewat kantor Menteri Sekretaris Negara di Jakarta pada Kamis, 5 November 2020.
"Saya berterima kasih yang setulusnya jika bapak berkenan memberikan amnesti atau bentuk perlindungan hukum lainnya sebagai pelajaran, agar kasus kriminalisasi seperti yang saya alami tidak bolak-balik terjadi lagi di masa yang akan datang," demikian petikan isi surat Sebastian yang diterima Tagar, Jumat, 6 November 2020.
Surat itu sendiri ditembuskan ke Menko Pulhukam, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Jaksa Agung, Ketua DPR RI dan Ketua Komisi III DPR RI.
Sebastian Hutabarat dijatuhi vonis dua bulan penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Balige atas tuduhan memfitnah Jautir Simbolon.
Jautir sendiri juga divonis hukuman dua bulan, karena menganiaya Sebastian di tambang batu milik Jautir di Desa Silimalombu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara pada 15 Agustus 2017.
Dalam peristiwa saat itu, ujar Sebastian, dia dan Jhohanes Marbun yang juga Sekretaris Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) sekadar jalan-jalan di sepanjang pantai Desa Silimalombu.
Melihat-lihat pohon yang pernah mereka tanam bersama mantan Bupati Samosir Mangindar Simbolon pada 2015.
Ternyata di lokasi penanaman pohon telah berdiri stone crusher yang sangat besar. Sebastian dan Jhohanes mengambil beberapa foto dengan ponsel.
Tak lama mereka berdua dipanggil sekuriti untuk menghadap pemilik tambang, yakni Jautir.
Dalam pertemuan, Jautir mengatakan bahwa mereka sudah memiliki izin tambang. Padahal kata Sebastian, mereka tidak bertanya perihal izin tambang.
Padahal, setahu kami pihak Mahkamah Agunglah yang seharusnya menjawab diterima atau ditolaknya gugatan banding kami
Tak lama, mereka pamit karena harus mengejar kapal feri di Pelabuhan Tomok.
Namun, baru berjalan beberapa langkah, Sebastian dan Jhohanes dikejar Jautir bersama anggotanya.
Di sana kemudian terjadi penganiayaan terhadap Sebastian dan Jhohanes.
Jhohanes bisa lepas hingga kabur, sementara Sebastian disandera selama berjam-jam sebelum akhirnya dijemput Kapolsek Nainggolan.
Pasca kejadian, mereka membuat pengaduan ke Polres Samosir disertai visum dari Rumah Sakit Umum di Pangururan.
Dalam perkembangan berikutnya, pada 14 Maret 2019, hakim Pengadilan Negeri Balige yang menyidangkan perkara menjatuhkan pidana dua bulan penjara terhadap Jautir.
Lalu pada 13 Maret dan 19 Maret 2019, pihak Polres Samosir mengirim surat panggilan pertama dan kedua kepada Sebastian dengan status sebagai tersangka.
Sebastian dilaporkan oleh Jautir atas tuduhan memfitnah.
"Untuk kasus yang begitu dipaksakan, saya harus menjalani 16 kali sidang dalam waktu delapan bulan yang melelahkan," kata Sebastian.
Sebastian kemudian dijatuhi vonis dua bulan oleh Ketua Pengadilan Negeri Balige Paul Marpaung pada 9 Januari 2020.
Kejaksaan Negeri Samosir bahkan sudah lima kali mengirim surat untuk segera mengeksekusi Sebastian agar masuk penjara.
Sebastian sendiri masih melayangkan banding ke Mahkamah Agung. Kejari Samosir menyebut banding Sebastian ditolak karena berkas belum lengkap.
"Padahal, setahu kami pihak Mahkamah Agunglah yang seharusnya menjawab diterima atau ditolaknya gugatan banding kami," katanya.
Ironisnya, kata Sebastian, upaya eksekusi itu akan dilakukan di masa pandemi corona, ketika pemerintah bahkan membebaskan sebagian tahanan untuk mencegah penularan pandemi.[]