Akademisi Sebut Politisasi Agama adalah Bom Waktu

Tercatat politisasi agama dalam dinamika perpolitikan nasional masih menguat. Dikatakan dapat menjadi bom waktu di Tanah Air.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta Achmad Munjid. (Foto : Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Pemilu 2019 sudah usai. Namun, tercatat politik identitas dalam dinamika perpolitikan nasional masih menguat. Terlebih politisasi agama yang dapat menjadi bom waktu di Tanah Air.

Dosen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta Achmad Munjid mengatakan, politik identitas masih menjadi pekerjaan rumah bangsa Indonesia pasca-Pemilu 2019. "Politik identitas masih menguat, itu yang harus dikikis," katanya di Yogyakarta, pada Senin 22 April 2019.

Menurut dia, data-data yang muncul, politik identitas masih sangat kuat mendominasi perpolitikan nasional. Hal itu terlihat dari data yang disuguhkan Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia.

Munjid menyebutkan, dari data tersebut menyebutkan, pemilih muslim 49 persen memilih pasangan 01 atau Jokowi-Ma'ruf, 51 persen memilih 02 atau Prabowo-Sandi. "Pemilih yang non-muslim 97 persen memilih Jokowi, hanya 3 persen pilih Prabowo.

Dari identitas kesukuan, Suku Jawa 65 persen memilih Jokowi dan 35 persen memilih Prabowo. "Suku yang identitas Islamnya kuat itu memenangkan Prabowo. TPS di luar negeri di negara Islam yang menang Prabowo," ungkapnya.

Selain itu, kata Munjid, daerah yang memiliki tradisi dan ideologi masa lalu dengan Masyumi, memenangkan Prabowo. Begitu juga sebaliknya. "Artinya politik identitas sangat kuat," imbuhnya.

Alumnus S3 Temple University Amerika Serikat ini mengungkapkan, politik identitas ini harus dikikis. Dalam keberagaman Indonesia, jika politik identitas tidak tidak dicegah maka diibaratkan menunggu bom waktu meledak. 

"Membawa agama dalam politik itu resikonya sangat besar. Itu ibarat mencampur minyak dengan api. Tinggal menunggu waktu akan terjadi sesuatu (yang negatif)," jelasnya.

Menurut dia, politik identitas di Indonesia sudah terlihat sangat menggumpal. Kondisi seperti ini harus dibuat mencair. Jangan sampai identitas agama justru semakin menggumpal.

"Kalau tidak dicairkan dari sekarang, bukan tidak mungkin 5 tahun ke depan (Pemilu 2024) akan semakin berbahaya," jelasnya.

Ketua Alumni Jogja Satukan Indonesia Ajar Budi Kuncoro mengatakan, elemen yang dipimpinnya ingin terus berkiprah, tidak hanya menjelang Pemilu tetapi juga pasca pemilu. "Kita ingin berkiprah, punya keinginan mengikis politik identitas," kata dia.

Menurut dia, peran tersebut sangat penting dilakukan. Apalagi, Alumni Jogja Satukan Indonesia menduga ada pihak tertentu yang ingin memelihara politik identitas tetap terpelihara di negeri ini.

"Kami menduga ada yang ingin memelihara itu. Padahal dari masyarakat sebenarnya tidak menginginkan politik identitas itu," tandasnya.

Baca juga: 

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.