Air Soda Tarutung, Dimulai dari Arwah Dalam Mimpi

Anda mungkin mengenal air soda hanya sebagai minuman. Di Tarutung air soda menjadi tempat pemandian dan berendam.
Air Soda Tarutung (Foto: Tagar/Jumpa Manullang)

Tarutung - Anda mungkin mengenal air soda hanya sebagai minuman. Namun di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, air soda menjadi tempat pemandian dan berendam. Air soda berkarbonat ini mengalir dari perut bumi berkedalaman kira-kira 1,5 meter mengeluarkan gelembung air.

Lokasi air soda ini gampang dijangkau dari pusat kota Tarutung, tepatnya di Desa Parbubu I, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.

Suasana dingin Kota Tarutung membuat pengunjung betah berlama-lama berendam menikmati gelitikan gelembung dan rasa hangat airnya.Pemandian air soda di Desa Parbubu ini menjadi satu-satunya objek wisata berkarbonat di Indonesia, dan satu keajaiban dari dua air berkarbonat di dunia. Satu lagi bisa ditemukan di negara Venezuela.

Setiap hari, pemandian air soda ini ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia, khususnya dari Sumatera Utara. 

Baca juga: Bantuan Ternak di Tapanuli Utara Diperjualbelikan

"Gelembung air hangat berasa soda terasa unik. Membuat kami sekeluarga tidak bosan berendam," kata Baringin Nadapdap, salah satu rombongan keluarga pengunjung Air Soda Tarutung dari Papua, Rabu 8 Mei 2019.

Di sekitar lokasi, pengelola pemandian Air Soda Tarutung menyediakan ragam pakaian renang dan balon renang alat bantu pengunjung usia anak-anak. Juga berdiri deretan kios menjual pernak-pernik ciri khas daerah tersebut. Tak lupa ada dijual kaos berlogo wisata Air Soda Tarutung sebagai kenang-kenangan. 

Air soda itu diyakini berkhasiat sebagai penyembuh berbagai penyakit seperti gatal-gatal.

"Silahkan mandi bisa menjadi obat mata dan obat gatal-gatal badan. Kalau diminum jadi obat rhematik, asam urat dan pengapuran. Sudah diuji beberapa dokter Pulau Jawa di Jakarta dan Bandung," terang Minar boru Sihite (82) atau akrab dikenal dengan sebutan Oppu Ridoi boru, pengelola pemandian Air Soda Tarutung sejak tahun 1973 lalu.

Bahkan wisatawan dari Brazil mengagumi keunikan Air Soda Tarutung dibanding air soda yang berada di Venezuela.

"Pengunjung dari negara Brazil takjub akan kejernihan yang di sini. Katanya kalah yang di Venezuela," kata Minar.

Minar mengatakan, awal dia membuka lokasi itu, diwarnai aroma mistis karena terkenal angker pada 46 tahun silam. Berkat keuletan, dengan membongkar dan menggali batu puluhan kubik dari lokasi jadilah lokasi itu.

Baca juga: 15 Tahun Warga Menanti Jembatan Gantung Sipoholon

"Waktu itu sering ditemui ular besar dan terasa angker. Awalnya saya pulang kampung dari Jakarta atas bujukan mertua kami kepada delapan anaknya. Saya kemudian memutuskan berhenti dari PNS Bidan pada tahun 1965 dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) sekarang RS Gatot Subroto," paparnya.

Dikisahkan Minar Sihite, setelah menetap tinggal di Desa Parbubu dia suatu ketika berjalan sendiri ke lokasi itu yang masih semak belukar kala itu.

"Saya lihat unik dan saya cicipi. Terasa air soda dan saya putuskan membuka lokasi dengan empat tenaga pekerja laki-laki dengan membongkar gundukan batu puluhan kubik sekitar dua truk," jelas Minar.

Ia bercerita dalam doa sesuai keyakinannya dia bermohon kepada Yang Kuasa agar lokasi air soda jadi jalan hidup dan menjadi berkah bagi keluarganya.

Suatu malam, katanya, sesosok arwah datang dalam mimpinya.

"Dia berpesan kepada saya bahwa emas, intan, dan berlian ambillah dari tempat ini. Diikat perjanjian bahwa di lokasi tidak boleh berbicara tidak sopan, tidak boleh telanjang meskipun anak kecil dan tidak boleh membuat penginapan. Di sini harus hormat," terang Minar mengisahkan mimpinya.

Baca juga: Apa yang Membuat Pengembangan RSUD Tarutung Tapanuli Utara Terganjal?

Berkat pesan dan petunjuk dalam mimpi itu, Minar Sihite kemudian berencana dan mengajak pekerja membuat kolam dengan membongkar gundukan batu.

Minar SihiteMinar boru Sihite alias Oppung Ridoi Boru, nenek berusia 82 tahun pengelola Air Soda Tarutung sejak tahun 1973. (Foto: Tagar/Jumpa Manullang)

"Nampak seperti kubangan tanpa mata air. Sekitar dua truk batu digali lalu keluarlah mata airnya sejak itu," kisah nenek alumni Sekolah Bidan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Jakarta tahun 1956 itu.

Sejak dibuka tahun 1973 lalu, lokasi itu sampai sekarang tradisi mandi pun tetap bernuansa sopan dan tidak ditemukan penginapan di sekitar lokasi. []

Berita terkait