Jakarta - Pakar komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando memprediksi Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak gugatan RCTI-iNews TV terkait Undang-Undang (UU) Penyiaran.
"Saya sih menduga MK tidak akan menyetujui, karena permintaan mereka (RCTI-iNews TV) bukan soal tafsir atau penegakan pasal yang sudah ada. Mereka meminta agar ada penambahan," ujar Ade seperti dikutip dari Tagar TV, Selasa, 1 September 2020.
Yang sebetulnya mereka kejar itu, agar lembaga steraming video seperti Netflix juga bisa diatur
Menurutnya, tuntutan RCTI dan iNews agar ada penambahan kata di dalam UU Penyiaran itu tergolong sulit dikabulkan. Kata Ade, hal itu sama saja dengan merevisi UU tersebut.
Baca juga: Ade Armando Soroti Gugatan RCTI terkait UU Penyiaran
"Memang sudah bertahun-tahun berusaha direvisi dan salah satu yang menghambat sebetulnya kelakuan industri sendiri. Berulang kali sudah hampir goal, itu di-cut di saat-saat terakhir," ucapnya.
Dia menambahkan, pihak yang menghambat revisi UU Penyiaran tersebut berasal dari industri media massa. Hal itu menurutnya lantaran para pemilik media merasa telah nyaman dengan UU Penyiaran saat ini.
Selanjutnya, Ade menilai RCTI dan iNews meminta agar dilakukan perluasan dalam UU Penyiaran. Sehingga, yang diatur di dalam UU tersebut bukan hanya yang menggunakan frekuensi kabel dan melalui satelit, tetapi juga siaran-siaran yang dipancarluaskan melalui internet.
Baca juga: Ade Armando: Sejak Kapan RCTI-iNews Peduli Pancasila?
"Yang sebetulnya mereka kejar itu, agar lembaga steraming video seperti Netflix juga bisa diatur. Harus hadir di Indonesia sebagai sebuah perusahaan yang diwajibkan memiliki izin penyelenggaraan penyiaran," katanya.
Untuk diketahui, RCTI dan iNews menggugat UU Penyiaran ke MK agar setiap siaran yang menggunakan internet, seperti YouTube hingga Netflix, tunduk pada UU Penyiaran. Mereka khawatir muncul konten yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila di saluran internet.
Permohonan itu ditandatangani oleh Dirut iNews TV David Fernando Audy dan Direktur RCTI Jarod Suwahjo. Mereka mengajukan judicial review Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran yang berbunyi:
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
"Bahwa apabila ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran tidak dimaknai mencakup penyiaran menggunakan internet, maka jelas telah membedakan asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran antar-penyelenggara penyiaran. Konsekuensinya bisa saja penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet tidak berasaskan Pancasila, tidak menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, tidak menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa," demikian bunyi alasan judicial review RCTI-iNews TV dalam berkas itu. []