Boyolali - Bencana kekeringan melanda delapan kecamatan di Boyolali, Jawa Tengah, sejak Juli 2019.
Bupati Boyolali menetapkan situasi darurat itu dalam surat keputusan nomor: 365/472 Tahun 2019 tentang Penetapan Status Siaga Keadaan Darurat Bencana Kekeringan atau Kekurangan Air Bersih di delapan kecamatan.
Adapun kecamatan tersebut antara lain, Kecamatan Juwangi, Kecamatan Kemusu, Kecamatan Wonosegoro, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Andong, Kecamatan Musuk, Kecamatan Tamansari, dan Kecamatan Wonosamodro.
"Sesuai surat keputusan Bapak Bupati ada delapan kecamatan di Boyolali yang dilanda kekeringan air bersih tahun 2019," jelas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali Bambang Sinungharjo, Senin 12 Agustus 2019.
Berdasarkan prakiraan musim kemarau tahun 2019 yang dikeluarkan oleh Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan prakiraan awal musim kemarau tahun 2019 di Kabupaten Boyolali, mulai Juli sampai September 2019.
Bambang menuturkan, telah mengirimkan bantuan air bersih bagi warga delapan kecamatan yang terkena bencana kekeringan. Bantuan air bersih disalurkan setiap hari dengan menggunakan truk tangki berkapasitas 5.000 liter.
"Upaya kita mengatasi kekeringan dengan mengirimkan bantuan air bersih kepada warga delapan kecamatan," terangnya.
Untuk mencukupi kebutuhan air bersih, saya bisa bolak-balik menimba air lima kali dalam sehari
Dia menjelaskan daerah tersebut merupakan tanah karst sehingga setiap musim kemarau tiba selalu dilanda kekeringan.
Bambang mengimbau kepada masyarakat di delapan kecamatan untuk selalu menghemat persediaan air bersih dan menggunakan seperlunya.
Pengiriman air bersih kata dia, setiap harinya dilakukan sebanyak dua kali, siang dan malam. Dalam sehari untuk satu kecamatan dapat dilakukan sampai 12 kali pengiriman.
"Pengadaan air bersih telah dianggarkan dalam APBD. Kita juga dibantu dari teman-teman CSR. Yang sudah berjalan dari perbankan dan alumni SMAN Boyolali," ujarnya.
Gali Lubang
Akibat dampak kekeringan, warga Dukuh Kedungdondo, Desa Kalimati, Kecamatan Juwangi, terpaksa menggali lubang di dasar sungai yang mengering untuk mengumpulkan air. Kondisi tersebut akibat sumur tadah hujan warga tak lagi mengeluarkan air.
Sumarni, 40 tahun, rela berjalan satu kilometer menembus hutan hanya untuk mencari rembesan air. Walau airnya keruh dan kadang berbau. Dia terpaksa menggunakan air untuk mencukupi semua kebutuhan sehari-hari, dari mulai masak, mandi, mencuci, hingga untuk minum ternak.
"Untuk mencukupi kebutuhan air bersih, saya bisa bolak-balik menimba air lima kali dalam sehari," ujarnya.
Kekeringan di Desa Kalimati, Kecamatan Juwangi sudah terjadi sejak satu bulan lalu. Warga hanya bisa memanfaatkam sumber air yang tersisa sembari menunggu bantuan dari pemerintah. []