Jakarta - Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat (Jabar) Alan Barok Ulumudin menganggap gerakan radikalisme berawal dari persoalan ekonomi, sosial, dan ketidakadilan.
Menurut dia, radikalisme mulai menjamur pasca-reformasi. Setelah mantan Presiden Soeharto lengser, ia menilai kelompok yang bertentangan dengan ideologi Pancasila seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) langsung bermunculan.
HTI dia pandang membuka ruang organisasi ekonomi, sosial, agama, dan politik sebagai manifestasi kebebasan berekspresi. Alan menambahkan, faktor atau penyebab lahirnya gerakan radikalisme adalah penegakan supremasi hukum yang timpang.
"Faktor-faktor tersebut saya simpulkan dari literasi bahwa pemantiknya adalah ekonomi dan sosial," kata Alan dalam dialog khusus dengan tema “Metamorfosis Gerakan Radikalisme Sebagai Ancaman Bangsa” di Majalengka, Jawa Barat, Rabu, 21 Agustus 2019.
Menurut dia gerakan yang bertentangan dengan ideologi Pancasila di Kabupaten Majalengka, saat ini memang masih landai.
Namun bukan tidak mungkin ada akarnya. Sebagai contoh, kata dia, seorang warga Majalengka yang radikal tertangkap di Jakarta pada aksi 21-22 Mei lalu.
"Ini artinya meskipun organisasi dibubarkan akan tetapi ideologi tetap berkembang. Sehingga ketika organisasi tanpa rumah, saya kira harus diwaspadai," ujar Alan dalam keterangan pers yang diterima Tagar, Rabu, 21 Agustus 2019.
Ia mendorong, pemerintah harus menggalakkan kembali materi Pancasila untuk ditanamkan sejak dini di dunia pendidikan.
Pancasila, ujar dia, sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah yang memiliki makna, negara tempat melakukan konsensus nasional.
"Negara kita berdiri karena para pendiri sepakat seluruh kemajemukan bangsa, golongan, daerah, kekuatan politik, sepakat untuk mendirikan Indonesia," kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PWI Perwakilan Majalengka Jejep Falahulalam menegaskan, metamorfosis gerakan radikalisme jelas menjadi ancaman bangsa.
Solusi yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten atau kota, kecamatan, hingga desa, dan kelurahan, menurut Jejep, adalah menumbuhkan kembali kecintaan kepada ideologi Pancasila.
Negara kita berdiri karena para pendiri sepakat seluruh kemajemukan bangsa, golongan, daerah, kekuatan politik, sepakat untuk mendirikan Indonesia.
Menurut dia itu adalah satu-satunya cara menangkal mengakarnya radikalisme di Indonesia.
Jejep menegaskan, para tokoh pendiri bangsa sudah menyepakati Ideologi Indonesia adalah Pancasila, yang tidak bisa diganggu gugat. Selain itu ada Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, dan kesepakatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada era digital seperti saat ini ia mengharapkan masyarakat tidak mudah menelan informasi palsu. Apabila mendengar kabar yang simpang siur, jangan mudah menyebarkan provokasi yang dapat menimbulkan keresahan.
"Ini semua harus kita tanamkan kepada generasi muda sebagai penerus bangsa. Kemudian solusi lainnya adalah hati-hati dengan informasi yang diterima tidak asal sebar, dan membaca berita dari media yang terpercaya," tuturnya. []
Baca juga: 74 Tahun Indonesia Merdeka, Awas Ancaman Radikalisme