Wayang Kulit Kalahkan Perfilman Hollywood

Banyak pihak mengakui dunia perfilman Hollywood kalah dengan wayang kulit. Kenapa?
Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalan diiringi oleh alunan musik gamelan dan nyanyian sinden. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Yogyakarta - Cara menanamkan cinta Tanah Air, patriotisme tidak harus kaku. Cara yang kreatif, yang sesuai kebutuhan zaman patut dicoba. Wayang kulit bisa menjadi media pilihan.

Komisi I DPR RI mengaku prihatin masih minimnya kreativitas dalam menanamkan patriotisme itu. "Film adalah layak dicoba. Itu masih sedikit, sangat kurang. Padahal efektif. Semua suka film kan," kata Anggota Komisi I DPR RI Sukamta dalam nonton bareng film 8 Stories di DPW PKS DIY, Jumat malam (13/4).

Menurut dia, Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) yang juga mitra kerja Komisi I DPR RI perlu mendorong insan perfilman Indonesia memproduksi film dengan genre cinta tanah air. Film cinta tanah air sebenarnya tidak harus bercerita tentang perang tetapi bisa dibuat lebih variatif.

Sukamta mencontohkan hampir semua film Hollywood memunculkan bendera Amerika Serikat. "Itu simbol dan masif tentang nasionalisme," tegasnya.

Dia mengatakan, banyak pihak mengakui dunia perfilman Hollywood sebenarnya masih kalah dibanding hasil karya nenek moyang bangsa Indonesia. "Mengapa, karena orang yang pertama kali membuat animasi adalah Wali Sanga," tegasnya.

Anggota Komisi I DPR RI SukamtaAnggota Komisi I DPR RI Sukamta saat dalam sambutan nonton bareng film 8 Stories di Kantor DPW PKS DIY, Jumat malam (13/4). Bangsa Indonesia membutuhkan film-film bertema cinta Tanah Air. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Pada tahun 1300, animasi pertama dibuat Wali Sanga dalam bentuk wayang kulit untuk dakwah agama Islam. Wayang kulit itu super hebat sampai tidak bisa dikategorikan dalam satu ilmu seni, apakah seni rupa atau seni lainnya. "Wayang kulit sudah memenuhi kaidah-kaidah fikih dari para fuqaha atau ahli fikih, maka gambarannya pun sangat cermat," jelasnya.

Artinya nenek moyang bangsa Indonesia sudah membuat animasi berwujud wayang sangat menarik. "Pertanyaannya kenapa kita sekarang tidak bisa membuat yang hebat," imbuhnya.

Doktor lulusan Universitas Manchester Inggris ini mengatakan, tantangan nasionalisme di era 1945 dan 1965 sangat jelas karena musuhnya juga jelas. Saat ini tantangannya bukan fisik tetapi dunia digital. Negara seperti tidak ada batas. Antarnegara seperti antarkampung.

Untuk itu, kata dia, Lemhanas perlu didorong menanamkan cinta Tanah Air dengan lebih kreatif salah satunya melalui media film. "Semoga dari sini muncul anak muda yang akan menjadi pelopor perfilman hebat di Indonesia," ujarnya.

Momentum lepas landas ke arah itu sudah dimulai, misalnya gelaran Yogyakarta Asian Film Festival pada Desember 2018. Even tersebut ditangani anak muda yang menjadi produser, sutradara maupun penulis skenario. "Malam ini kita menyaksikan bareng film 8 Stories, karya kader PKS," ungkapnya.

Fauzi, penikmat film mengatakan, film ini menarik karena seperti yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari kalangan muda. "Cerita dipetik banyak pelajaran, tapi tanpa ada kesan menggurui," ujarnya usai nonton film berdurasi 1 jam 40 menit.

Menurut dia, film menjadi media yang sangat efektif dalam menyampaikan pesan. Kalangan muda membutuhkan film yang mengupas sosok kepahlawanan Indonesia. Sampai saat ini sangat sedikit film biografi pahlawan atau peristiwa kebangsaan.

Dia menyebutkan, sampai saat ini baru ada beberapa film tentang pahlawan atau peristiwa bersejarah Indonesia. Seperti Cut Nyak' Dhien, Surabaja 45, Wolter Monginsidi, Cokroaminoto, Bung Karno, Jenderal Soedirman, Sang Pencerah dan lainnya. "Terakhir ada Sultan Agung," tandasnya.

Baca juga:

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.