Warga Lombok Timur yang Temukan Benda Kuno Sudah Akrab dengan Ritual Bebubus Batu

Penemuan situs kuno di Lombok Timur, NTB: warga Lombok Timur yang temukan benda kuno sudah akrab dengan ritual bebubus batu.
Pemangku adat membawa sesaji diiringi warga lengkap dengan pakaian adat. (Foto: Jan)

Lombok Timur, NTB, (Tagar 29/9/2018) - Penemuan situs kuno berbentuk batu yang diduga ada sejak fase Megalitikum di Lombok Timur membuka tabir lain. Ritual adat Bebubus Batu menandai akan hal itu.

Bukan sekali dua warga Desa Sapit menemukan situs benda bersejarah. Di bawah tahun 2000an di sudut-sudut kampung, di dekat permukiman warga kerap ditemukan batu fase Megalitikum ke fase Neolitikum, hingga masuk pada masa mulai ditemukannya alat-alat yang terbuat dari bahan besi dan perunggu.

"Peradaban masyarakat Desa Sapit pada zaman Megalitikum sudah masuk dalam kategori Neolitikum. Situs benda dari perunggu masih ada tersimpan rapi. Ada juga batu jenis menhir, punden, dolmen, manik-manik batu, sarkofagus dan arca perunggu kasar," Jelas Jannatan (32).

Jannatan adalah satu dari enam orang pemuda penggerak ekowisata di Desa Sapit, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, NTB.

Tanggal 20 September lalu, Jannatan dan kelima temannya; Akir, Dani, Eril, Roni, dan Asror menemukan benda antik berbentuk piring, kendi, keris, dan batu beraksara kuno di desanya.

"Kami menemukan benda antik berbentuk piring dan kendi. Isi dalam kendi besar itu adalah gumpalan tanah berbentuk bulat dan ada keris di dalamnya," tuturnya.

Benda-benda kuno itu ditemukan Jan dan kawannya pada Kamis siang saat sedang menggali tanah untuk dijadikan kolam pemancingan di sawah kesubakan Dusun Batu Cangku.

Adanya salah satu ritual adat yang saban tahun dilaksanakan oleh warga di Desa Sapit kerap melibatkan kehadiran jenis batu menguatkan keterangan Jannatan tentang kedekatan warga terhadap bebatuan. Warga di sana mengenal ritual adat yang disebut Bebubus Batu.

Bebubus Batu semacam tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Batu Pandang, Desa Sapit, Kecamatan Suwela sejak ratusan tahun silam.

"Bebubus Batu berasal dari kata Bubus dan Batu. Bubus adalah sejenis ramuan obat yang dibuat dari beras dan berbagai macam jenis dedaunan dan buah-buahan. Sedangkan batu adalah tempat untuk melakukan ritual yang diyakini sebagai tempat keramat," kata Amaq Ulfi, tokoh masyarakat setempat, menerangkan salah satu ritual adat di desanya.

Batu Beraksara KunoBatu beraksara kuno dan gumpalan tanah yang ditemukan warga Desa Sapit. (Foto: Jan)

Ritual Adat Bebubus Batu

Lebih jauh diterangkan Jannatan, ritual Bebubus Batu dipimpin oleh pemangku adat yang diiringi oleh kiai, penghulu desa, tokoh masyarakat dan semua warga menggunakan pakaian khas Desa Sapit dengan masing-masing membawa dulang nare atau wadah terbuat dari kayu yang dihiasi beberapa jenis makanan serta dua pasang ayam untuk ritualnya.

Ritual Bebubus Batu dilakukan dua kali dalam setahun. Pada ritual pertama dilakukan saat musim tanam. Tujuannya adalah untuk meminta kepada Sang Pencipta jagat raya, agar segala jenis tanaman masyarakat terhindar dari serangan hama dan penyakit. Selain harapan mendapat hasil panen yang melimpah.

Sementara pada ritual kedua dilakukan usai musim panen yang dinamakan ritual Pembadaq Pengkaya atau upacara melaporkan hasil panen.

Tradisi Pembadaq Pengkaya adalah ritual melaporkan hasil panen kepada Sang Pencipta atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga petani bisa menikmati hasil pertaniannya.

"Ritul adat Bebubus Batu dilakukan oleh warga Dusun Batu Pandang, Desa Sapit, sejak lima ratusan tahun silam," ujarnya, Sabtu (29/9).

Dijelaskan Jannatan, pada puncak acara Bebubus Batu, setelah ancang-ancang persiapan, jejeran perempuan dan Laki-laki yang dipimpin oleh pemangku adat bersiap-siap menuju areal lokasi khusus dikelilingi pagar yang berada di tengah sawah atau warga setempat menyebutnya Kampu.

Para perempuan yang sudah siap dengan Pakaian khas kain Sangkep sebagai kemben dan kain Jegek sebagai baju yang kemudian mengambil peran masing-masing menjunjung dulang kayu yang sudah dihiasai berbagai macam jenis makanan. Pihak laki-laki mengiringi setiap langkah dengan tetabuhan gamelan menuju Kampu Bebubus Batu.

Iringan langkah warga menuju Kampu dikomandoi oleh pemangku adat yang posisinya berada di barisan terdepan dengan membawa bokor.

Setiba di Kampu sesajen pun mulai dijejerkan, kemudian diikuti dengan barisan warga duduk rapi mengelilingi sesaji. Dua ekor ayam pejantan disembelih di sekitar areal Kampu.

Pembacaan daun lontar dengan menyebut Nabi Adam, dan nabi lainya juga nama para wali kekasih Allah disertai rapalan surat Alfatihah pada setiap sebutan. Rapalan doa tersebut menandai acara ritual Bebubus Batu sudah mulai.

Doa dan zikir pun dimulai dengan dibimbing oleh kiai desa. Selanjutnya sesaji  yang diletakkan di atas batu disebar ke tiga titik tempat yang memiliki Sesampang atau wadah bertiang yang terbuat dari pohon bambu.

Titik tempat peletakan pertama ditaruh sekitar 200 meter dari Kampu. Lokasi itu sering disebut dengan Batu Pajeng atau Batu Payung. Dikatakan batu pajeng karena bentuknya menyerupai payung, namun lokasi batu payung ini sebenarnya sejenis batu dolmen yang pada zaman Megalitikum dijadikan tempat suci dan tempat penguburan mayat.

Sementara lokasi kedua, sesajen ditempatkan di tengah sawah tepat di tengah tanaman, sebagai bentuk simbol ritual keselamatan tanaman. Sedangkan Sesampang terakhir ditempatkan di depan Kampu Bebubus Batu.

"Kampu ini sendiri sebenarnya bukan sebuah makam atau tempat keramat, namun di kampu ini ada sebuah menhir, semacam tugu batu. Dan nanti pada tanggal 2-3 Oktober 2018 akan kita laksanakan ritual Pembadaq Pengkaya yang merupakan bagian dari ritual Bebubus Batu," jelasnya.

Ritual Bebubus Batu menandai manusia, alam dan kehadiran Sang Pencipta adalah suatu hal yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain. []

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.