Wanita 'Berleher Panjang' Thailand Berjuang Selama Pandemi

Di dekat Mae Rim, Thailand, komunitas Kayan terkenal dengan wanita berleher panjang berjuang selama pandemi menunggu a turis asing
Leher panjang jadi standar kecantikan (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Larangan perjalanan selama pandemi C-19 menghancurkan industri pariwisata yang vital bagi Thailand. Di dekat Mae Rim, komunitas Kayan, yang terkenal dengan wanita berleher panjang, menunggu kembalinya turis asing.

desa yg kosongDesa yang kosong (Foto: dw.com/id)

Desa yang kosong. Desa Kayan di dekat Mae Rim adalah tujuan wisata populer di sekitar kota Chiang Mai, Thailand utara. Dikenal dengan wanita berleher panjangnya, desa ini dulunya ramai didatangi oleh pengunjung mancanegara. Sekarang, tanpa kedatangan turis asing di Thailand, desa itu sepi pengunjung.

ilus utamja leher panjangLeher panjang jadi standar kecantikan (Foto: dw.com/id)

Leher panjang jadi standar kecantikan. Mu Ei yang berumur 32 tahun, layaknya kebanyakan penduduk di desanya berasal dari suku Kayan. Beberapa gadis mulai mengenakan cincin leher ketika mereka saat menginjak usia 5 tahun.

ada tiketAda tiket tersedia (Foto: dw.com/id)

Ada tiket tersedia, tapi tidak ada pembeli. Di pintu masuk desa, loket tiket kosong tanpa pengunjung yang ditunggu-tunggu. Sebelum pandemi, desa Kayan menyaksikan arus pengunjung yang stabil setiap hari. Kebanyakan turis berasal dari Cina.

sepi wisatawanSepi wisatawan asing (Foto: dw.com/id).

Sepi wisatawan asing, sumber pendapatan Mu Ei. Wisatawan Thailand tidak begitu tertarik dengan wanita berleher panjang seperti turis asing. Mu Ei dan wanita lainnya yangbergantung pada pariwisata untuk mendapatkan pemasukan kini menunggu kapan turis diizinkan berkunjung lagi.

memasak untuk keluargaMemasak untuk keluarga (Foto: dw.com/id)

Memasak untuk keluarga. Mu Ei menyiapkan api untuk memasak makan malam untuk keluarganya di halaman kecil di depan pondok bambu mereka. Dia memasak makanan sederhana seperti nasi dan pisang. Dia tidak punya cukup uang untuk membeli bahan makanan lainnya.

khawatir masa depan anakKhawatir masa depan anak-anak (Foto: dw.com/id)

Khawatir masa depan anak-anak. Mu Ei memiliki dua orang anak yang berumur 2 dan 6 tahun. Dia sangat mengkhawatirkan masa depan keluarganya. Satu-satunya pendapatan keluarganya saat ini adalah dari pekerjaan serabutan suaminya di bidang konstruksi dan pertanian.

bantuan panganBertahan hidup dengan bantuan pangan (Foto: dw.com/id)

Bertahan hidup dengan bantuan pangan. Mu Ei dan perempuan-perempuan lain dari desa Kayan menerima bantuan pangan dari organisasi bantuan. Mu Ei mengatakan, dia biasanya menghasilkan lebih dari 600 baht (€16 / $20) per hari sebelum pandemi melanda. Sekarang penghasilan hariannya mendekati nol.

meninggalkan desaBanyak keluarga meninggalkan desa (Foto: dw.com/id)

Banyak keluarga meninggalkan desa. Sebuah boneka beruang ditinggalkan oleh keluarga yang meninggalkan desa karena takut tertular COVID-19 dan kekurangan uang untuk menjalani hidup. Mayoritas komunitas Kayan berasal dari Myanmar. Kebanyakan dari mereka telah kembali ke wilayah asal mereka sejak pandemi dimulai.

cendera mataCendera mata menunggu pelanggan (Foto: dw.com/id)

Cendera mata menunggu pelanggan. Meski sepi turis dan tidak ada tur berpemandu, Mu Ei tetap optimistis memajang cendera mata setiap hari untuk dijual. Di bawah kebijakan pembatasan perjalanan pemerintah Thailand karena pandemi corona, sulit mempertahankan sumber mata pencarian yang bergantung pada pariwisata. (st/hp)/Vincenzo Floramo/dw.com/id. []

Berita terkait
Ditemukan Indonesia, Pulau Koh Panyee Jadi Wisata di Thailand
Pulau Koh Panyee destinasi wisata di Thailand. Ditemukan pertama kali oleh warga negara Indonesia.
Cara Thailand Meningkatkan Wisatawan Saat New Normal
Thailand ingin meningkatkan wisatawan selama era new normal di tengah pandemi Corona. Berikut cara yang diterapkan Thailand menambah wisatawan.