Waelu, Upacara Penyambutan Tamu di Desa Wae Rebo

Warga Desa Wae Rebo di Nusa Tenggara Timur (NTT) mempunyai tradisi berupa upacara adat penyambutan tamu agar diberi keselamatan.
Rumah adat Mbaru Niang yang terbuat dari beberapa jenis rumput yang dilapisi oleh ijuk atau serat pohon palem. (Foto: Tagar/Ist/Instagram @royradjaini)

Nama Wae Rebo mungkin sudah tidak asing di telinga para traveller. Wae Rebo adalah nama salah satu desa di Nusa Tenggara Timur, yang menjadi sangat terkenal di dunia karena keindahannya. Bahkan Desa Wae Rebo telah diakui sebagai warisan budaya dunia pada Agustus 2012.

Buat kamu yang punya rencana untuk berwisata ke Desa Wae Rebo, ada baiknya kamu baca beberapa hal yang perlu diketahui tentang desa itu.

Desa Wae Rebo terletak di Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan ketinggian 1.200 mdpl. Letaknya yang terpencil di atas gunung ini menjadikan desa Wae Rebo memiliki sebutan “Desa di atas awan”.

Untuk sampai ke desa ini memang membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Kita harus melakukan treking sejauh 7 km dengan durasi 4 jam. Namun, rasa lelah akan langsung terbayar dengan pemandangan menakjubkan di desa ini.

Suguhan pemandangan berupa hutan hijau akan membuat perasaan lelahmu langsung hilang. Beragam tanaman seperti pohon anggrek, palem dan pakis akan banyak ditemui di sana. keanegaraman hayati ini berbaur dengan kabut-kabut awan yang menyelimuti setiap pagi hari.

Belum lagi dengan sambutan warga desa yang sangat ramah dengan pengunjung. Bahkan terdapat suatu upacara penyambutan di desa ini yang bernama Waelu. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk ucapan selamat datang kepada wisatawan yang mengunjungi desanya.

Dalam upacara Waelu, pengunjung akan diberkati dengan doa–doa kebaikan dan keselamatan saat tinggal di Wae Rebo. Keramahan di desa ini tak pernah membuat bosan, sebab wisatawan dapat membaur dengan kegiatan sehari-hari penduduk desa.

Wae Rebo 2Seorang perempuan warga Desa Wae Rebo di Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. (Foto: Tagar/Ist/Instagram @adventureindonesia)

Saat berada disana wisatawan diperbolehkan untuk menginap, bersosialisasi, dan makan malam bersama penduduk desa. Bukan di kasur, wisatawan akantidur di atas tikar merasakan bagaimana kehidupan di Wae Rebo.

Pengunung yang bermalam akan menginap di rumah adat warga yang bernama Mbaru Niang. Bangunan tradisional ini berbentuk kerucut dan memiliki arsitektur yang unik. Terdapat 7 rumah adat disana. atap kerucutnya memiliki diameter 12-15 meter dengan ketinggian 8-10 meter yang menjutntai hampir menutupi seluruh rumah.

Mbaru Niang ini terbuat dari beberapa jenis rumput yang dilapisi oleh ijuk atau serat pohon palem. Bahan – bahan ini dipilih agar rumah mereka kuat terhadap serangan angin kencang dan air hujan.

Selain digunakan untuk bermalam para wisatawan, mbaru niang masih digunakan sebagai tempat berkumpul, melakukan ritual, dan berdoa bersama di setiap minggu pagi. Tujuh mbaru niang ini merupakan warisan para leluhur yang masih mereka pertahankan hingga generasi ke 20.

Hal ini menggambarkan cerminan kepercayaan leluhur untuk menghormati tujuh arah puncak gunung disekeliling kampung Wae Rebo. Tujuh arah ini dipercaya sebagai pelindung kemakmuran kampung.

Saat malam hari tiba, wisatawan akan di ajak untuk makan bersama dengan sajian makanan sederhana. Kehangatan seperti keluarga akan sangat terasa disini karena semua berbaur mengobrol satu sama lain.

Pagi harinya, wisatawan dapat melihat aktivitas warga yang sibuk menanam biji kopi dan mengolahnya. Selain itu aktivitas menenun kain songket juga akan ditemui di desa ini. Biasanya aktivitas menenun dilakukan oleh para wanita.

Setelah puas menikmati pesona warisan budaya Unesco ini, pengunjung dapat membeli beberapa aksesoris buatan warga desa. Beragam kerajinan dan olahan warga desa dapat dibeli sebagai bentuk kenang – kenangan di desa ini. Buah tangan yang menjadi favorit adalah kain tenun, kopi dan madu khas buatan Desa Wae Rebo. []

(Mia Setya Ningsih)

Berita terkait
12 Rekomendasi Gunung di Pulau Jawa untuk Pendaki Pemula
Berikut rekomendasi gunung yang cocok dikunjungi untuk para pendaki pemula.
Masih Bisa Menikmati Kuliner Khas Cilacap Saat PPKM
Orang-orang yang berkunjung ke Kabupaten Cilacap, Jawa Tegah, masih bisa menikmati kuliner khas daerah itu di masa PPKM. Ini sebabnya.
Pemandian Rasa Air Soda di Tapanuli Utara, Hanya 2 di Dunia
Mengunjungi pemandian air panas atau air belerang mungkin sudah sering dilakukan. Namun, bagaimana dengan pemandian air soda?
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.