Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin mengatakan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna, pada Selasa, 17 September 2019 tidak otomatis mengubah status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Pegawai yang ada tidak serta merta [ASN]. Pegawai yang ada juga sudah banyak ASN, itu sudah 70 persenan kalau ga salah ya," kata Syafruddin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 17 September 2019.
Kenapa pemerintah memandang pegawai KPK perlu dijadikan ASN, menurut dia untuk memberikan harapan. Karena, ASN di matanya memiliki harapan di masa depan.
"Setelah pensiun ada [dana] pensiun. Jadi, semua orang yang bekerja untuk negara itu di masa tuanya ada harapan hidup. Ini bagian dari perlindungan," tuturnya.
Baca juga: UU Disahkan, Pegawai dan Masyarakat Gelar Pemakaman KPK
Di samping itu, status ASN untuk pegawai KPK sudah diatur dalam undang-undang. Semua yang menyangkut aparatur, diatur oleh tiga yaitu Undang-Undang, Undang-Undang Aparatur Negara (ASN), dan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
"Aparatur negara itu Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia. Di luar dari itu ASN," kata dia.
Sehingga, status pegawai KPK dalam UU KPK disesuaikan berdasarkan tata kelola ASN atau mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN.
Kendati diatur sesuai UU ASN, mekanisme penjaringan tidak akan dilakukan secara langsung. Mereka akan menjaring melalui mekanisme yang disebut Affirmasi dengan independensinya yang disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah.
Jadi soal status pegawai KPK menurutnya tidak perlu dijadikan masalah. "Tinggal kita implementasikan, tapi kan masih panjang, ada jeda waktu yang masih bisa dispare waktu dua tahun, ya," tuturnya. []