Jakarta - Peneliti Politika Research & Consulting, Dudi Iskandar menilai utang Indonesia kepada China merembet kepada ketidaktegasan sikap Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) terhadap klaim kepemilikan perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri).
"Harus diakui bahwa kita berutang banyak pada China. (Jadi) memang berat (bagi pemerintah) bersikap," kata Dudi kepada Tagar usai acara diskusi di Jakarta Selatan, Minggu, 5 Januari 2020.
Bayangkan kalau investasi China mau masuk, tiba-tiba diganggu oleh kasus Natuna.
Dalam menghadapi masalah ini, kata Dudi, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, memilih bersikap dingin. Menurut Luhut, ulah tiga kapal China yang menerabas masuk ke perairan Natuna tidak perlu dibesar-besarkan.
Sikap senada ditunjukkan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Ketua Umum Partai Gerindra ini memilih langkah damai dibanding ribut dengan China yang mengklaim wilayah kedaulatan NKRI.
Menurut Dudi, wajar bila dua mantan jenderal itu menghindari ketegangan dengan China lantaran negeri Tirai Bambu itu sudah berinvestasi banyak di Indonesia. sikap Luhut dan Prabowo, lanjut Dudi, justru sesuai dengan semangat Jokowi jika ditinjau dari sudut pandang pembangunan.
"Bayangkan kalau investasi China mau masuk, tiba-tiba diganggu oleh kasus Natuna," ujarnya.
Namun, beda penilaian ketika Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi bereaksi keras atas ulah China. Retno tegas, perairan Natuna merupakan zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Dia juga meminta China menghargai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Dudi menilai, Retno sudah dalam tracknya sebagai Menlu. "Menlu memang harus berkata begitu," ujar Dudi.
Meski begitu, perbedaan sikap Kabinet Indonesia Maju terkait klaim China terhadap perairan Natuna sepatutnya disudahi. Dudi mengatakan Jokowi harus turun tangan meredam perbedaan sikap menterinya demi keselarasan dalam menjalankan pemerintahan.
"Sekecil apapun perbedaan jangan dibiarkan berlarut semakin lama dan semakin berkarat," katanya.
Hingga Minggu, 5 Januari 2020, kapal nelayan China masih bertahan di perairan Natuna. Menurut Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I Laksamana Madya TNI Yudo Margono, kapal-kapal itu bersikeras menangkap ikan di perairan yang berjarak 130 mil dari perairan Ranai, Natuna.
"Mereka didampingi oleh dua kapal penjaga pantai dan satu kapal pengawas perikanan Cina,” kata Yudo dalam konferensi pers di Pangkalan Udara TNI AL, Tanjung Pinang, Kepri, Minggu, 5 Januari 2020. []