Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid meminta para pemangku kebijakan memerhatikan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ihwal keterlibatan Polri dalam 921 dugaan kekerasan dan pelanggaran HAM sepanjang Juli 2019-Juni 2020 yang menyebabkan 304 orang tewas. Dia juga mendorong pihak-pihak yang terlibat dalam catatan KontraS tersebut diseret ke pengadilan.
Baca juga: Amnesty Internasional Sebut Tahun 2019 Era Kelam HAM
"Mereka yang didapati bertanggung jawab atas kasus-kasus yang didokumentasikan oleh Kontras, terutama yang telah menggunakan kekuatan secara sewenang-wenang atau menyalahgunakannya, termasuk mereka yang memiliki tanggung jawab komando untuk penggunaannya, harus diajukan ke pengadilan yang prosesnya memenuhi standar internasional tentang keadilan, dan korban harus diberikan reparasi atau ganti rugi," ujar Usman kepada Tagar, Selasa, 7 Juli 2020.
Polisi yang melanggar HAM akan diajukan ke pengadilan dan bahwa para korban akan menerima reparasi atau ganti rugi.
kondisi saat penertiban kompleks Stadion Andi Mattalatta, sempat terjadi bentrok antara Satpol PP melawan pihak YOSS, Rabu 15 Januari 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Ilham)
Usman pun menuturkan, para pemangku kebijakan yang perlu memerhatikan dan mengevaluasi akuntabilitas Polri atas kasus-kasus yang dilaporkan KontraS tersebut yakni, pimpinan jajaran kepolisian, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komnas HAM, DPR RI, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kendati demikian, Usman menilai tidak ada satu pun di antara lembaga-lembaga tersebut yang memiliki mandat, kemandirian, atau wewenang dalam meminta akuntabilitas petugas kepolisian soal pertanggungjawabannya atas pelanggaran HAM. Meskipun, sejumlah mekanisme internal maupun eksternal guna memonitor pekerjaan polisi kini ada di Indonesia.
"Yang jelas tak dimiliki lembaga-lembaga tersebut adalah suatu dewan pengaduan publik yang independen, yang dapat menjamin bahwa polisi yang melanggar HAM akan diajukan ke pengadilan dan bahwa para korban akan menerima reparasi atau ganti rugi," ucapnya.
Dia pun mendesak Peraturan Polisi mengenai Penggunaan Kekuatan (No. 01/2009) disebarluaskan ke seluruh rantai komando dan diadakannya pelatihan yang tepat mengenai aturan PBB tentang Tingkah Laku Petugas Penegak Hukum dan Kumpulan Prinsip. Hal itu menurutnya guna memastikan bahwa hukum, peraturan, maupun kebijakan internal tentang penghormatan HAM dapat dipatuhi.
"Mengadakan pelatihan HAM yang komprehensif bagi pimpinan, staf, dan petugas kepolisian berpangkat rendah guna memastikan bahwa pelarangan mutlak atas penyiksaan dan perlakuan buruk lain ditanamkan di seluruh rantai komando," kata Usman.
Baca juga: KontraS Sebut Dasar Hukum Pembubaran Massa Belum Jelas
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan Polri diduga terlibat dalam 921 kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sepanjang Juli 2019 sampai Juni 2020. Dari peristiwa itu, 1.627 orang luka-luka dan 304 orang tewas.
"Selama satu tahun periode Juli 2019 sampai Juni 2020, tercatat ada 921 peristiwa kekerasan oleh pihak kepolisian," tutur peneliti KontraS, Rivanlee Anandar dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Selasa, 30 Juni 2020. []