Ular Penghuni Pulau Karang di Pantai Pai Bima

Di kawasan Pantai Pai, Kabupaten Bima, NTB, terdapat pulau karang berukuran luas sekitar 800 meter, yang dihuni oleh ratusan ekor ular.
Pulau Ular di kawasan Pantai Pai, Kecamatan Wera, kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. (Foto: Tagar: M Srahlin Rifaid)

Bima – Puluhan ekor ular menyambut pengunjung yang tiba di pulau karang kecil di kawasan Pantai Pai, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Mereka muncul dari lubang-lubang di sela dinding karang,kemudian merayap perlahan seperti berniat menunjukkan eksistensinya di pulau itu.

Warga setempat menyebut pulau yang dihuni oleh puluhan bahkan mungkin ratusan ular tersebut dengan nama Pulau Ular, sesuai dengan prnghuni yang ada di situ.

Pulau Ular seluas kurang lebih 800 meter persegi tersebut dapat ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit dengan perahu mesin berukuran kecil. Jaraknya hanya sekitar 500 meter dari bibir Pantai Pai.

Jika dilihat dari kejauhan, Pulau Ular tampak kontras dengan biru jernihnya laut di sekitar situ. Tapi kekontrasan itu justru menjadi pemandangan indah yang membuat sebagian orang penasaran untuk mengunjunginya.

Saat cuaca cerah, saat berada di atas perahu yang membawa mereka ke Pulau Ular, wisatawan bisa memotret panorama alam di kawasan pantai.

Liar Tapi Tidak Mengganggu

Sebagian pengunjung, khususnya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di pulau itu mungkin terkejut saat melihat banyaknya ular yang menyambut mereka. Tetapi tidak demikian dengan warga setempat. Mereka sudah mengenal karakter ular-ular di pulau itu.

Walaupun warga setempat tidak takut terhadap ular-ular di pulau itu, tetapi sebagian mereka mengaku tidak mengetahui asal-usul binatang melata yang menghuni Pulau Ular. Mereka hanya tahu bahwa usia Pulau Ular sudah mencapai ratusan tahun, dan ular-ular itu sejak lama mendiaminya.

Namun ada kepercayaan yang masih diyakini oleh warga setempat, bahwa pengunjung Pulau Ular harus bersih, dalam artian sudah menyucikan diri jika sebelumnya terlah melakukan hubungan badan dengan pasangannya.

Selain itu, pengunjung juga dilarang membawa keluar ular-ular itu dari pulau karang. Pernah ada pengunjung yang nekad membawa keluar ular dari situ, beberapa hari kemudian orang itu mengalami sakit.

Sebagian besar ular di pulau itu berwarna putih keperakan dengan kombinasi garis hitam mengilap. Jikas dilihat sekilas, warna dan bentuknya menyerupai ular belang yang terkenal sangat berbisa. Bedanya, ular-ular ini sangat jinak.

Mereka mencari makanan di dalam laut dan kembali ke pulau itu setelahnya. Biasanya setelah selesai mencari makan dan pulang ke pulau itu, ular-ular tersebut berdiam di celah bebatuan karang, sebagian lagi merayap dan bergelantungan pada tebing-tebing terjal.

Ular-ular itu juga sangat jarang terlihat menyeberang ke kawasan Pantai Pai. Mereka seperti sudah tahu ke mana harus pulang setelah mencari makan.

Cerita Pulau Ular di Bima 2Seorang warga memegang ular berwarna putih keperakan dengan garis hitam, yang mendiami Pulau Ular di kawasan Pantai Pai, Kecamatan Wera, Nusa Tenggara Barat (NTB). (Foto: Tagar/ M Srahlin Rifaid)

Meski hidup di alam liar, ular-ular tersebut sangat jinak dan tidak menggigit. Bahkan pengunjung yang tidak takut bisa dengan mudah memegang atau menggendong mereka.

Tidak jarang ular-ular itu digendong atau dililitkan pada leher dan dijadikan sebagai properti untuk berswafoto, dengan latar belakang laut atau pulau karang kecil tempat tinggal si ular.

Munasir, seorang pengunjung Pulau Ular, mengaku sangat menikmati eksotisme di Pulau Ular. Selain bisa berswafoto dengan ular-ular itu dan menikmati keindahan alam, tarif angkutan perahu tradisional yang mengantarnya menuju ke situ cukup terjangkau.

Tarif angkutan perahu dari bibir Pantai Pai, Kabuoaten Bima menuju le Pulau Ular hanya dipatok Rp20 ribu per penumpang.

"Di dalam pulau ada banyak ular yang cantik. Nah pas saya dan rekan-rekan tiba, ularnya langsung keluar dari tempat istrahatnya," kata dia kepada Tagar, Sabtu, 15 Agustus 2020.

Pria yang sehari-hari bekerja di salah satu Puskesmas Kota Tepian Air (julukan Kota Bima, NTB) itu berpendapat bahwa ular-ular yang ada di sana tidak berbahaya. Patokannya karena ular-ular itu sangat jinak tidak mematuk saat digendong dan diajak berswafoto. Menurutnya hal ini sungguh menakjubkan.

Kan biasa kalau Ular yang kita tahu sangat berbisa dan cukup menakutkan, tapi kalau ular disini tidak berbahaya, mereka sangat bersahabat dengan mengunjungi. Biarpun kita simpan mereka di leher atau seluruh tubuh kita.

Tidak Terawat dan Kotor

Namun sayangnya keindahan Pulau Ular dan Pantai Pai tersebut sangat bertolak belakang dengan fasilitas dan kondisi sarana prasarana yang ada di situ, termasuk banyaknya sampah yang berceceran dan mengotori di kawasan pantai.

Area parkir kendaraan di sana terlihat sangat berantakan dan tidak teratur. Seorang warga setempat mengatakan, kawasan wisata itu tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah setempat.

"Kondisi pinggir pantai sangat kotor, tidak ada pengelolaan dengan baik dari pemerintah. Padahal Pulau Ular merupakan objek wisata yang sangat bagus dan memiliki daya tarik untuk di jajaki," kata Siti Nursah, salah satu warga yang ada sekitar Pulau Ular itu.

Cerita Pulau Ular di Bima 3Ular-ular yang menghuni Pulau Ular di kawasan Pantai Pai, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, ini tidak pernah terlihat di area pemukiman penduduk. (Foto: Tagar/M Srahlin Rifaid).

Selain sarana dan prasarana wisata yang sangat minim di lokasi, akses jalan dari pusat kota Kabupaten Bima menuju tempat itu juga sangat memprihatinkan, khususnya jika melalui jalan Poros Wera.

Jika melalui jalur ini jarak tempuh dari pusat Kota Bima tidak terlalu jauh, khususnya dibandingkan dengan akses jalur lain menuju Pantai Pai. Sayangnya, infrastruktur jalan ini rusak parah dan amat berbahaya jika dilalui.

Untuk menghindari jalanan rusak, wisatawan bisa memilih jalur alternatif menuju ke Pantai Pai dan Pulau Ular, yakni melalui jalan Poros Sape-Lambu. Kondisi ruas jalan ini sudah cukup bagus, tapi pengunjung harus menempuh jarak yang lebih jauh. Waktu tempuh yag dibutuhkan jika melalui jalur ini sekitar dua hingga tiga jam perjalanan.

Hal ini tentu saja membuat sebagian orang enggan untuk berkunjung ke sana. Padahal di sekitar kawasan terdapat beberapa objek wisata yang keindahannya tak kalah dengan Bali, misalnya pantai pasir optih, Gunung Sangiang, Taja Ngao, dan beberapa lainnya.

Belum adanya sentuhan serius dari Pemerintah Daerah membuat masyarakat kecewa. Mengingat jalan ini merupakan aksesnya penting wisatawan lokal, maupun internasional.

Warga di sekitar obyek wisata menaruh harapan besar kepada pemerintah daerah setempat untuk membenahi ruas jalan tersebut.

Sebab, selain wisatawan yang akan terus berdatangan jika sarana dan sarana serta infrastrukturnya memadai, akses untuk menjual atau membeli barang-barang bernilai ekonomis bagi warga setempat juga menjadi lebih mudah. Sehingga pendapatan warga pun akan bertambah.

Terkait keluhan warga tentang kurang memadainya infrastruktur serta sarana dan prasarana di lokasi wisata maupun akses menuju ke sana, Kepala Bidang (Kabid) Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kabupaten Bima, Masykur, enggan member keterangan karena dirinya sedang libur.

“Maaf, sedang libur,” ucapnya singkat. []

Berita terkait
Silancur Highland Negeri di Atas Awan Magelang
Kota Magelang, Jawa Tengah memiliki obyek wisata pegunungan yang kerap disebut negeri di atas awan, yakni Silancur Highland
Din Minimi, Pemberontak di Aceh Kembali Cinta NKRI
Predikat Minimi resmi Nurdin sandang sejak tahun 2002, ketika dirinya mulai aktif bertempur untuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Penjual Bendera Musiman di Bantaeng, Tak Kenal Rugi
Bulan Juli dan Agustus menjadi ladang penghasilan untuk para pedagang bendera merah putih musiman di Bantaeng, omzetnya bisa sampai jutaan.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.