Jakarta - Pengamat pasar modal Siswa Rizali menyarankan masyarakat yang hendak memilih perusahaan jasa investasi untuk memperhatikan deteksi konflik kepentingan advisor terhadap struktur fee.
Apakah itu advisor di Sekuritas, Manajer Investasi, Unit Link di Asuransi dan Financial Planner, klien menurutnya harus tahu betul ada atau tidaknya konflik kepentingan advisor.
Karena, semakin besar fee yang diambil, semakin besar potensi konflik kepentingan. "Semakin aktif sebuah transaksi, semakin besar pula konflik kepentingannya," ujar Siswa kepada Tagar, Senin, 27 Juli 2020.
Ketika konflik kepentingan advisor tinggi, maka menurutnya advisor akan rutin meminta klien untuk trading, meski selalu menuai hasil yang negatif.
"Si advisor akhirnya hanya mengutamakan keuntungannya dari transaksi finansial di klien, tanpa memikirkan manfaat transaksi itu buat si klien," tuturnya.
Paham konsep strategi investasi dasar
Agar tak terjebak dalam konflik kepentingan advisor maupMaka dari itu, ia menyarankan klien yang mendaftarkan diri ke perusahaan jasa investasi setidaknya mampu memahami konsep strategi investasi dasar, seperti diversifikasi antar kelas aset, antar instrumen, dan antar waktu (diversify across asset classes, across securities, and across time).
Diversifikasi dengan mengikuti indeks instrumen, menurutnya merupakan salah satu cara yang paling sederhana. Kemudian, berinvestasi secara rutin di antara berbagai kelas aset, baik saham, emas, maupun obligasi.
"Mencoba cara lain, trading harian, portofolio sangat terkonsentrasi, dan berharap untung cepat malah menghasilkan hal yang ekstrem juga, bisa untung besar bisa juga rugi besar. Mayoritas rugi besar dengan cepat," ujar Siswa.
Pasalnya, berdasarkan catatannya jarang ada orang yang bisa mengalahkan pasar secara konsisten. Bahkan manajer-manajer investasi yang paling sukses dengan rekam jejak lebih 10 tahun pun dapat mengalami masalah dalam jangka beberapa tahun atau gagal total. []