Togap Marpaung, Nasib Whistleblower Kasus Korupsi

Seorang mantan pejabat fungsional pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) bernama Togap Marpaung mengaku karirnya dijegal
Togap Marpaung, mengaku sudah enam tahun memperjuangkan haknya berupa kenaikan pangkat atau jabatan yang dijegal karena dia melaporkan kasus dugaan korupsi. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Togap Marpaung)

Yogyakarta – Seorang mantan pejabat fungsional pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) bernama Togap Marpaung, mengaku sudah enam tahun memperjuangkan haknya berupa kenaikan pangkat atau jabatan.

Togap mengisahkan perjuangannya kepada Tagar melalui telepon seluler, Senin, 10 Agustus 2020. Intonasi suaranya terdengar bersemangat dan menggebu-gebu saat bercerita.

Sesekali nada geram terdengar dari kalimat-kalimat yang disampaikan, meski tak jarang dia kembali tertawa lepas saat bercerita.

Togap memulai ceritanya dengan dugaan penyebab karirnya dihabisi, yakni karena dia menjadi pelapor tentang adanya dugaan korupsi berupa mark up pengadaan barang dan jasa di Bapeten pada tahun 2013 lalu, tepatnya pengadaan alat deteksi nuklir dan laboratorium radiasi.

Dirinya mengetahui adanya dugaan mark up tersebut pada April 2014. Togap mengaku mendapatkan info dugaan korupsi itu dari tim pemeriksa. Tapi saat itu masih tahap penyelesaian pemeriksaan dari BPK RI.

Togap dan beberapa rekannya pun melaporkan hal itu ke penegak hukum, yakni Komisi Penanggulangan Korupsi (KPK). Tapi gagal karena dinilai bukti yang dimiliki kurang lengkap.

“Akhirnya teman-teman minta saya. Yang tadinya posisi saya outsider, orang luar, kemudian menjadi terlibat di dalam, insider, kemudian menjadi playmaker bahkan menjadi whistle blower,” jelasnya.

Dari laporan tersebut, kemudian diketahui adanya kerugian negara pada pengadaan paket 1, 2, dan 3. Tetapi kerugian negara itu akhirnya dikembalikan dan kasus dugaan korupsi itu dihentikan penyelidikannya.

Saya sebagai pelapor merasa tidak puas karena yang dikembalikan itu hanya Rp1,1 M (miliar). Padahal perkiraan kami itu sekitar Rp3 M lebih kerugian negara.

Akibat kejadian itu, tegas Togap, karirnya dihabisi. Dia mengikuti empat kali uji kompetensi kenaikan pangkat dan golongan tetapi tidak diluluskan.

Pada tahun 2015, Togap sempat lulus fit and proper test untuk lelang jabatan struktural, yakni Direktur Pengaturan Pengawasan Radiasi dan Zat Radio Aktif. Tetapi dia tidak dilantik.

“Saya nggak protes, karena itu hak prerogatif pimpinan. Lulus pun saya nggak otomatis diangkat karena ada dua kandidat,” lanjutnya.

Hal itu berbeda dengan uji kompetensi pada jabatan fungsional, yang langsung naik pangkat dan golongan dari Pengawas Radiasi Madya menjadi Pengawas Radiasi Utama jika dinyatakan lulus.

Togap pun mengikuti uji kompetensi untuk jabatan fungsional sebagai pengawas utama, yang menurutnya bisa pensiun pada usia 65 tahun.

“Kalau madya pensiunnya 60 tahun. Kalau saya lulus, otomatis masa kerja saya bertambah lima tahun lagi.”

Pangkat dan Jabatan Diturunkan

Togap melanjutkan, dirinya mengikuti uji kompetensi tersebut sejak tahun 2015 hingga 2018. Bahkan pada tahun 2016 pangkat dan golongannya diturunkan, tetapi Togap tidak menyerah sampai di situ.

Cerita Togap Marpaung 4Panitera menyerahkan rekaman video uji kompetensi selesai sidang terbuka Pembacaan Putusan secara virtual kepada Togap Marpaung di kantor KIP, Kamis, 30 Juli 2020. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Togap Marpaung)

Dia menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk mengembalikan pangkat dan golongannya . Gugatannya membuahkan hasil. PTUN mengabulkan permohonannya dan memerintahkan untuk mengembalikan pangkat serta golongannya.

Tapi setelah itu, Togap tidak diberi kesempatan untuk mengikuti uji kompetensi pada tahun 2017. Pada 2018, dia kembali mengikuti uji kompetensi yang keempat, dan kembali tidak diluluskan.

Bahkan Togap dipaksa pensiun pada 1 Juli 2018 dengan pangkat Pengawas Radiasi Madya.

Hasil uji kompetensi terakhir yang diikutinya pada 19 Maret 2018 kemudian digugatnya ke PTUN, sebab dia penasaran dan ingin mengetahui nilai hasil uji kompetensinya saat itu.

“Saya gugat karena penasaran itu tadi, berapa sih nilai saya dari penguji, supaya saya tahu. Yang dikasih itu cuma nilai global aja, total. Ada empat kuadran. Ada satu nilai 2.99, syarat lulus 3,00, itu kan kurnagnya hanya 0,01. Ini apaan nilai begini,” lanjut Togap.

Nilai tersebut adalah nilai untuk kuadran tiga, sementara nilai kuadran empat memang kurang 0,37. Tetapi nilai pada kuadran satu dan dua menurutnya lebih dari 2,75 sebagai syarat lulus.

Saat ujian, menurutnya hanya ada tiga penguji sehingga seharusnya hanya ada tiga orang itu yang member penilaian.

Kepastian hanya adanya tiga penguji itu, lanjut Togap, diperoleh bukti pihak Bapeten dan dibenarkan oleh salah seorang penguji yang menjadi saksi fakta saat persidangan di bawah sumpah dan surat keterangan di atas materai Rp.6.000 di PTUN.

Tapi tiba-tiba pihak Bapeten sebagai tergugat memasukkan bukti tambahan dalam persidangan. Dalam bukti itu dinyatakan bahwa tim penguji ada empat orang.

Setelah seluruh bukti diajukan, majelis hakim PTUN saat itu memutuskan bahwa majelis hakim PTUN tidak berhak memeriksa dan mengadili.

Sebelum putusan tersebut, Togap sempat memohon pada majelis hakim untuk membuka rekaman video saat pelaksanaan uji kompetensi. Saat pelaksanaan, menurutnya memang ada tim dari Bapeten yang bertugas untuk merekam jalannya uji kompetensi, sebagai upaya antisipasi jika ada pihak yang merasa keberatan terhadap hasil ujian.

“Keluaralah putusan itu. Saya laporlah ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) kejadian ini. Memohon supaya video dibuka karena mereka pun hadir saat saya uji kompetensi itu,” kata Togap.

Togap kemudian melapor juga ke kepolisian atas kasus pemalsuan, tetapi akhirnya kasus itu dihentikan. Togap sudah menduga bahwa laporannya akan dihentikan, karena meski pihak Bapeten sudah menyerahkan rekaman video pelaksanaan uji kompetensi, tetapi penyidik tidak mau membukanya saat gelar perkara, dan keterangan saksi fakta tidak dipertimbangkan secara seksama.

Penguji Siluman

Jika rekaman video tersebut diputar, kata Togap, seluruhnya akan menjadi terang benderang, sebab dalam video itu bisa dilihat bahwa hanya ada tiga penguji yang memberi pertanyaan, Sementara satu lainnya hanya bertindak selaku moderator.

Cerita Togap Marpaung 2Togap Marpaung mengaku karirnya dijegal oleh pihak Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) karena melaporkan kasus dugaan korupsi. (Foto: Tagar/Dok Pribadi Togap Marpaung)

“Ada kewajiban penguji, apa itu? Ya bertanya kan? Kan begitu. Ada hak penguji, apa itu? Ya memberi nilai. Ini orang kok tiba-tiba memberi nilai, menunjukkan haknya tapi kewajibannya nggak dilaksanakan. Padahal itu peraturan, Udah memberi nilai paling jelek dari semuanya,” ucap Togap.

Togap juga sempat melapor ke Komisi Informasi Publik (KIP) terkait kasusnya itu. Pada Februari 2019, Togap kembali bersurat pada Bapeten untuk meminta rekaman video itu, agar bisa ditonton oleh pihak KIP.

“Dijawab lagi surat saya (oleh Bapeten), tiga penguji hahaha. Itu di bulan Februari. Kemudian Agustus 2019, kan saya minta lagi karena KIP minta lagi saya agar menyurati Bapeten karena durat saya yang Februari itu dianggap sudah kedaluwarsa, udah kelamaan kan. DIjawab lagi jadi empat penguji hahaha,” imbuhnya.

Pada tanggal 30 Juli 2020 Togap pun mendapatkan rekaman video tersebut, tetapi rekaman video itu menurutnya sudah dipotong pada momen penting. Setidaknya ada dua momen penting yang terpotong. Selain itu, suara dalam video itu juga tidak jelas.

Padahal saat berada di KIP, pihak Bapeten berjanji akan memberikan rekaman video pelaksanaan uji kompetensi tersebut secara lengkap tanpa editan.

“Ada rekaman sidangnya itu (di KIP), termasuk pada saat mediasi. Jadi di KIP itu mekanisme sengketa sidang terbuka, saya dua kali, sidang mediasi dua kali,” ucap Togap.

Bukti pengeditan, lanjut Togap, dapat dilihat dari adanya rekaman adegan video perempuan dari Badiklat yang membagikan amplop cokelat pada penguji terdekat dengan pintu dan kedua.

Tapi rekaman video perempuan itu hanya selama empat detik, tidak terlihat diteruskan pada dua orang lagi.

Menurut Togap seharusnya ada adegan saat masing-masing penguji memberikan penilaian, tetapi pada video tersebut adegan itu sama sekali tidak ada.

Togap juga mengaku telah berusaha melapor Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara untuk membuka video, tetapi hanya diserahkan pada Komisi Aparatur Sipil Negara untuk penanganannya.

Sejak sidang mediasi kedua di KIP, dirinya  menggandeng Tasman Gultom sebagai lawyer yang mendampingi, agar perjuangannya menjadi lebih terarah dan taktis. “Laporan polisi yang tahap penyelidikan selama satu tahun dihentikan di Polres Metro Jakarta Pusat, berkasnya sedang dipelajari untuk menentukan langkah selanjutnya,” tegasnya.

Saat ini, Togap hanya mengharapkan Bapeten mengembalikan haknya dan mengangkatnya menjadi pengawas utama di instansi tersebut, sehingga dia bisa kembali bekerja sambil menunggu usia pensiunnya.

Berita terkait
Gemeresak Suara HT di Ruang Guru SD Kulon Progo
SD Negeri 2 Kanoman, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo berinovasi dengan menggunakan HT untuk pembelajaran jarak jauh.
Ruby Alamsyah, Analis Digital Forensik yang Hobi Baca Novel Detektif
Ruby Alamsyah, pembuka tabir kasus pembunuhan artis Alda Risma, Munir, video Ariel-Luna, Antasari Azhar. Siapa dia, bagaimana perjalanan hidupnya.
Narapidana Pekerja Kafe dan Barbershop di Malang
Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang mendirikan kafe dan barbershop yang pekerjanya merupakan narapidana asimilasi, sebagai bekal saat bebas
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.