Tingkatkan Harga Besek dengan Ornamen dan Warna di Bantul

Seorang warga Bantul membuka usaha besek (tempat makanan dari anyaman bambu) hias untuk meningkatkan harga jual. Dia mengekspornya ke Amerika.
Seorang pegawai usaha besek (tempat makanan berbahan anyaman bambu) warna dan besek hias sedang menjemur besek-besek yang sudah diwarnai, Sabtu, 30 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Bantul – Puluhan besek atau tempat makanan berbahan anyaman bambu berjejer di halaman rumah Nurma Fairu, 30 tahun, di Jl. Samas Km 23, Ngepet, Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya hanya beberapa ratus meter sebelah utara pos penarikan retribusi Pantai Samas.

Berbeda dengan besek kebanyakan yang hanya berwarna putih kecokelatan khas anyaman bambu, besek-besek yang dijemur di tempat itu beraneka warna, mulai dari warna orange, pink, hijau, dan beberapa warna lain.

Dua perempuan muda terlihat mengatur besek-besek setengah basah agar cepat kering. Sebagian kulit mereka terkena bahan pewarna besek. Sinar matahari siang itu, Sabtu, 30 Januari 2021 kadang bersinar cerah namun sesekali meredup tertutup awan.

Cerita Besek 2Besek (tempat makanan berbahan anyaman bambu) yang sedang dijemur di di Jl. Samas km.23, Ngepet, Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu, 30 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Setelah mengatur posisi besek-besek setengah kering, mereka berjalan ke arah sejumlah besek lain yang sudah kering, kemudian mengangkatnya ke dalam rumah yang menjadi tempat produksi besek hias dan besek warna tersebut.

Ekspor Hingga Amerika Serikat

Di dalam rumah, ratusan besek berjejer dan bertumpukan. Nurma, sang pemilik usaha besek warna dengan ramah menyilakan duduk. Kemudian mulai menceritakan awal dirinya menekuni usaha tersebut.

Ide awal membuat besek warna dan besek hias diperolehnya dari media sosial, yakni Instagram. Saat itu dia melihat besek berarna-warni. Nurma pun mencoba membuat sendiri dan berhasil. Selanjutnya besek warna buatannya dipasarkan. 

Kita coba bikin sendiri. Ternyata bisa. Terus coba kita pasarkan, ternyata responsnya bagus.

Menurut perempuan berhijab ini, dirinya tidak memroduksi besek sendiri. Dia membelinya dari perajin dalam kondisi mentah atau tanpa warna.

“Di sini besek warna, besek hias. Jadi saya beli bahan mentah, sudah jadi besek. Kita mau naikin nilainya lebih tinggi lagi, jadi diwarnai kemudian dihias,” ucap Nurma menjelaskan.

dari perajin itu diberi hiasan berupa pita, plastik mika, ornamen benang emas, dan sejumlah hiasan lain sesuai pesanan pembeli.Besek-besek dari perajin itu diberi hiasan berupa pita, plastik mika, ornamen benang emas, dan sejumlah hiasan lain sesuai pesanan pembeli.

Cerita Besek 3Dua pegawai usaha besek warna di di Jl. Samas km.23, Ngepet, Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta sedang mengangkat besek yang telah selesai dijemur, Sabtu, 30 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Seluruh proses pewarnaan dan penambahan ornamen tersebut dilakukan di tempat itu. Nurma mempekerjakan beberapa karyawan untuk membantunya memroduksi besek hias.

hias buatannya sudah dipasarkan ke hampir seluruh daerah di Indonesia. Dia menjualnya dengan sistem dalam jaringan (daring) atau . Selain ke daerah-daerah di Indonesia, warna hasil karyanya juga dieskpor ke beberapa negara, termasuk Amerika Serikat.Besek-besek hias buatannya sudah dipasarkan ke hampir seluruh daerah di Indonesia. Dia menjualnya dengan sistem dalam jaringan (daring) atau online. Selain ke daerah-daerah di Indonesia, besek warna hasil karyanya juga dieskpor ke beberapa negara, termasuk Amerika Serikat.

“Pasarannya sudah ke seluruh daerah di Indonesia, paling jauh itu Brunei, dan Malaysia. Ke Amerika juga pernah tapi lewat eksportir Jakarta terus dibawa ke sana, begitu.”

Sebagian besar konsumen besek warna adalah para pengusaha katering, yang menggunakan besek itu untuk tempat nasi atau makanan. Sebagian lainnya menggunakan besek warna sebagai tempat kain batik.

“Biasanya besek warna gini konsumennya adalah katering, ada juga yang untuk tempat kain batik. Kalau yang ekspor kita kurang tahu digunakan untuk apa,” kata Nurma menambahkan.

Nurma menuturkan, pihaknya memiliki warna dan hiasan besek standar, tetapi tak jarang pewarnaan dan hiasan ornamen pada besek disesuaikan dengan pesanan pelanggan.

Para pelanggan bisa memesan warna dan hiasan pada besek sesuai dengan keinginan mereka. Tapi pelanggan tidak bisa memilih ukuran besek, sebab pihaknya hanya menyediakan ukuran besek sesuai standar dari perajin.

Cerita Besek 4Seorang perempuan sedang mengatur besek (tempat makanan berbahan anyaman bambu) di di Jl. Samas km.23, Ngepet, Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu, 30 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Kita sudah nyiapin katalog di Instagram kita, @besek.online.murah dan @besek.online.indonesia. Konsumen tinggal milih yang ada di situ, nanti kita ikutin,” kata Nurma melanjutkan.

Ukuran besek yang tersedia ada 11 macam, yakni 5 sentimeter, 10 sentimeter, 12 sentimeter, 15 sentimeter, 18 sentimeter, 20 sentimeter, 22 sentimeter, 25 sentimeter, 25 sentimeter, 35 sentimeter, 45 sentimeter, dan 50 sentimeter. Itu belum termasuk beberapa besek berbentuk empat persegi panjang.

Nurma mematok harga untuk besek-besek warna buatannya mulai dari Rp 45 ribu per kodi atau per 20 pasang. Harga itu untuk besek berukuran terkecil, 5 sentimeter. Sedangkan untuk besek berukuran terbesar, yakni 50 sentimeter, dibanderol dengan harga Rp 10 ribu per pasang.

“Tapi jarang orang pesan yang ukuran 50 sentimeter. Yang paling banyak diminati adalah ukuran untuk tempat nasi, 18 sentimeter dan 20 sentimeter.”

Berbeda dengan selera pasar dalam negeri yang menyukai besek hias berwarna-warni, untuk pasaran ekspor, besek yang banyak diminati adalah besek berwarna natural yang sudah dibleaching.

“Yang putih-putih begitu. Kan kalau beli dari perajin kan warnanya agak kecoklatan begitu, terus kita proses lagi supaya lebih putih dan lebih bersih,” ujarnya menegaskan.

Cerita Besek 5Nurma Fairu, 30 tahun, menunjukkan besek hias hasil karyanya, di di Jl. Samas km.23, Ngepet, Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu, 30 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Selain pasar ekspor, besek warna natural yang sudah dibleaching sesekali juga dipesan oleh pelanggan lokal. Mereka biasanya memesan ornamen hiasan pada besek tersebut. Tapi pesanan besek warna natural, lanjut dia, tidak bisa dipenuhi jika pelanggan meminta waktu cepat. Sebab proses bleachingnya memakan waktu cukup lama.

“Proses pembuatan sih tidak ada yang rumit. Kalau proses paling lama adalah bleaching. Kalau musim hujan seperti ini kan rentan kena jamur, jadi kita olah dengan dibleaching supaya tidak berjamur. Kalau buru-buru nggak bisa dikasih warna natural,” Nurma melanjutkan.

Mengenai harga jual besek warna dan besek mentah, Nurma mengaku selisihnya bisa mencapai dua kali lipat.

Proses Pewarnaan

Proses pewarnaan besek, lanjut Nurma, tidak terlalu rumit. Pewarnaannya mirip dengan pewarnaan pada kain batik, yakni besek dicelupkan ke dalam air berbahan pewarna makanan.

Di ruangan lain, seorang perempuan yang merupakan pegawai Nurma terlihat sibuk di depan wajan berisi air mendidih berwarna merah muda. Tungku kompor di bawah wajan tampak menyala dengan api sedang. Di bagian belakang Rami, perempuan itu, terdapat sejumlah besek yang belum diwarnai.

Tangan kanan Rami memegang semacam penjepit berbahan logam, yang digunakan untuk mengambil besek yang sudah dicelup ke dalam air mendidih berbahan pewarna makanan. Sementara tangan kirinya sesekali memasukkan besek-besek ke dalam wajan. 

Sambil melanjutkan pekerjaannya mewarnai besek, Rami yang baru empat bulan bekerja di tempat itu menjelaskan proses pewarnaan hingga penjemuran besek.

Cerita Besek 6Rami, 27 tahun, sedang mewarnai besek (tempat makanan berbahan anyaman bambu) di Jl. Samas km.23, Ngepet, Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu, 30 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Di sini kerja tim, kerja sama. Jadi mana yang sedang repot itu kita bantu. Proses pewarnaan ini pakai pewarna makanan. Setelah dicelup kemudian dijemur,” ucapnya.

Jika cuaca sedang cerah dan matahari bersinar terik, proses penjemuran besek hanya membutuhkan waktu antara dua hingga tiga jam. Tetapi jika mendung, proses penjemuran bisa memakan waktu sehari penuh.

“Dalam sehari bisa mewarnai sekitar 260 pasang besek. Paling sedikit 200 besek, tergantung pesanan.”

Menurutnya, waktu yang dibutuhkan dalam proses pewarnaan tergatung pada pesanan pembeli. Jika pembeli hanya memesan satu warna, prosesnya akan menjadi lebih cepat karena dia tidak perlu mengganti pewarna di dalam wajan.

Jika pesanan terdiri dari beberapa warna, selain harus mengganti-ganti bahan pewarna di wajan, dia juga harus mencampur bahan pewarna untuk mendapatkan warna yang diinginkan.

“Kalau pink memang khusus pink, tidak ada campurannya. Kalau warna merah, kita campur warna pink dan kuning. Kalau hijau muda banget itu campuran warna hijau tua dan kuning sedikit. Kalau orange muda itu campuran warna pink dan orange,” perempuan berusia 27 tahun ini merinci warna-warna yang sering digunakan.

“Biasanya nyampur piyambak, kira-kira mawon sih. Misale belum sama nggih ditambahkan pewarna. (Biasanya saya campur sendiri, saya kira-kira saja sih. Misalnya belum sama ya ditambahkan pewarna).”

Dari seluruh besek warna yang diproduksi, warna-warna yang banyak diminati oleh pelanggan adalah warna-warna cerah, seperti merah, pink, hijau, dan kuning. []

Berita terkait
Sedang Memetik Daun Teh Saat Gunung Merapi Erupsi
Seorang warga Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, bernama Sartini, sedang memetik teh saat Gunung Merapi erupsi.
Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Pelestari Seni dan Budaya
Seorang abdi dalem Keratoon Yogyakarta, KRT Purwodiningrat mengalihaksarakan naskah kuno keraton agar bisa dipelajari khalayak umum.
Elang Buta Terancam Kelaparan Karena Pandemi di Kulon Progo
Sebanyak 152 ekor satwa yang sedang direhabilitasi di Wild Rescue Center (WRC) Jogja terancam kelaparan dan tak terawat akibat pandemi.