Terima Kasih Pak Ahok, Untuk Pendidikan Politik Anggaran Daerah

Salah satu kengerian bagi mereka yang biasa bermain anggaran, adalah "Suara Ahok" yang begitu mengganggu bagi para pemain politik anggaran.
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (Foto: Ist)

Oleh : Anton DH Nugrahanto

Hari-hari ini netizen Jakarta, diributkan pada pola penempatan anggaran DKI Jakarta. Belum ada sejarahnya warga begitu aktif melihat dan memperhatikan bagaimana penempatan anggaran ditentukan oleh para pemangku kepentingan penyelenggara pemerintahan daerah.

Banyak hal yang janggal, dan siapa-siapa penerima anggaran, ini kemudian diserang terus oleh netizen. Netizen banyak yang ingat bahwa kelemahan mendasar Anies Baswedan saat menjabat Menteri Pendidikan adalah kontrol terhadap penempatan anggaran yang berantakan. Inilah yang mungkin menjadi salah satu alasan dipecatnya Anies dari Kabinet Jokowi.

Sementara Sandiaga Uno adalah seorang pengusaha, publik sudah mengira akan banyak konflik kepentingan antara jaringan bisnis Sandiaga dengan anggaran yang akan ditetapkan, bagaimanapun ini soal 77,11 triliun. Juga publik akan terus menyoroti keamanan aset aset Pemda DKI yang rawan di take over. Juga saham saham BUMD Pemda DKI yang kemungkinan dimainkan.

Apa yang dikatakan Ray Rangkuti dalam ILC Rabu (29/11) malam sudah tepat dan kiranya menggambarkan kenapa Ahok dipenjara. Salah satu kengerian bagi mereka yang biasa bermain anggaran, adalah "Suara Ahok" yang begitu mengganggu bagi para pemain politik anggaran. Kita masih ingat betapa Ahok menyerang para anggota DPRD yang mencoba bermain anggaran dan ini menjadi tontonan yang amat viral dan secara tak langsung menjadi pendidikan politik.

Bagaimanapun tim Anies-Sandi ditopang oleh mereka yang mencitrakan dirinya bersih korupsi. Ingat, di belakang Anies-Sandi ada namanya Sudirman Said. Bagi yang hafal track record para politisi di Indonesia, Dirman adalah pendiri MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia) dan jaringan MTI meluas ke segala lini termasuk ke KPK.

Beberapa orang pemain-pemain di kalangan aktivis anti korupsi mereka menjadi tim sinkronisasi sebelum pemerintahan daerah Anies-Sandi terbentuk. Biarpun tim Anis-Sandi dijaga oleh mereka yang biasa bermain di bidang hukum anti korupsi tapi tetap saja bila publik terus menyoroti usaha ini akan sia-sia dalam indikasi adanya patgulipat anggaran.

Era sekarang adalah era keterbukaan informasi. Anda tak bisa membungkus sesuatu yang bisa dikenali oleh publik. Ahok sudah keburu menjadi lambang dari informasi keterbukaan publik. Masih ingatkah anda bagaimana seluruh rapat-rapat dibuka ke publik? Tujuan Ahok dalam terbukanya akses rapat tentang anggaran daerah adalah "pendidikan politik". Dari semua hal tentang politik negara, nyawanya adalah "anggaran". Tapi anehnya dalam tingkat perhatian masyarakat, politik anggaran mendapatkan tingkat perhatian yang rendah.

Baru di era Jokowi ini politik anggaran mendapatkan perhatian yang luas oleh publik. Dan banyak yang tidak tahu pula, Setya Novanto adalah politisi paling berpengaruh soal anggaran negara di masa Presiden SBY. Karena rakyat tidak terdidik soal anggaran inilah, SN di masa SBY tidaklah begitu dikenal publik, baru ketika di era Jokowi siapa yang bermain di anggaran akan terlihat dan disorot publik.

Jelas ini kabar baik, pola terbukanya politik anggaran adalah ketika Jokowi saat menjabat Walikota Solo, saat itu ia memerintahkan seluruh anggaran proyek proyek ditonton masyarakat luas, sehingga keterbukaan anggaran menjadi bagian dari pembicaraan politik publik.

Apa yang dilakukan Jokowi, kemudian secara cerdik diolah oleh Ahok. Namun banyak yang tidak paham apa yang dilakukan Ahok, sejak masuk dari Balaikota sampai kerja-nya adalah "tontonan publik". di sinilah kemudian Ahok membentuk pola "politik tontonan" sebagai politik yang mendidik. Rakyat dididik untuk tahu bagaimana anggaran bekerja. Seluruh Balaikota menjadi ruang terbuka publik. Rakyat diajak bicara dan difilm-kan. Tujuan dari ini adalah bagaimana publik dididik untuk tahu segala persoalan keseharian yang menimpa DKI Jakarta, seperti soal sertifikat tanah, soal sengketa tanah, soal pelayanan publik, sampai soal ijasah anak sekolah yang ditahan.

Ahok menyodorkan persoalan rakyat itu bukan saja sebagai inventarisir atas persoalan publik dalam dokumen Pemda DKI, tapi Ahok memberikan pelajaran bahwa pendidikan politik adalah mengerti persoalan keseharian masyarakat.

Kini gorden Pemda DKI Jakarta sekalipun ditutup, tidak ada di Balaikota kerumunan-kerumunan. Pola politik Anies-Sandi sudah tertutup dari perhatian publik, dan bagi mereka keterbukaan bukan menjadi alat popularitas tapi mereka merasa sudah memegang pangsa pasar politiknya sendiri seperti ormas-ormas pendukung. Mereka tidak lagi melihat rakyat sebagai bagian dari pendidikan politik yang terbuka.

Namun di era media sosial, rakyat bukan lagi sekedar partisipan yang terlibat. Dalam persoalan anggaran DKI Jakarta ada suara ketiga yang kemudian bisa memaksa anggaran ini berjalan sesuai rel-nya. Suara ketiga inilah yang menemukan podiumnya di media sosial dan secara terbuka memberikan data-data bagaimana kemungkinan anggaran dimainkan. Inilah yang kemudian menjadi senjata bagi publik, agar anggaran berjalan baik untuk rakyat, bukan lagi sebagai alat bagi-bagi untuk kepentingan menjaga kekuasaan.

Pada akhirnya dengan perjuangan terus menerus, pola keterbukaan yang diajarkan oleh Jokowi, oleh Ahok, oleh Djarot akan menjadi role model dalam pola penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia...

Kepada Ahok kita berterima kasih, soal pendidikan politiknya yang begitu mencerahkan...

Jakarta, 30 November 2017

Berita terkait
0
Komisi VIII DPR Optimis Sentra Kemensos Jadi Multilayanan yang Bisa Penuhi Kebutuhan Masyarakat
Anggota Komisi VIII optimis, transformasi fungsi Sentra Kemensos menjadi multilayanan akan semakin meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat.