Untuk Indonesia

Tentang Indonesianisme, Sebuah Catatan Gembong Primadjaya

Sebenarnya apa itu Indonesianisme? Berikut catatan Gembong Primadjaya sebagai Calon Ketua Umum Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB).
Calon Ketua Umum Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB), Gembong Primadjaya. (Foto: Tagar/Istimewa)

Judul Asli: Jalan Panjang Indonesianisme

Oleh: Gembong Primadjaya*

Sebenarnya apa itu Indonesianisme? Seberapa jauh kadar urgensi untuk menerapkan Indonesianisme? Kemudian akan seperti apa penerapannya? Apakah Indonesianisme itu berarti 100 persen menggunakan produk lokal dan sama sekali berhenti menggunakan produk dari luar negeri? 

Lalu, apa bedanya antara Indonesianisme dengan nasionalisme? Tentu pertanyaan-pertanyaan ini muncul terkait dengan slogan Indonesianisme yang beberapa hari marak dikampanyekan.

Indonesianisme berangkat dari hasil pemikiran tentang bagaimana bangsa kita, bangsa Indonesia bisa tampil menjadi bangsa pemenang. Apa itu bangsa pemenang? Yakni bangsa yang hasil produksinya bisa bersaing dan berkompetisi secara sehat dengan produksi bangsa lain.

Sebuah bangsa bisa tampil sebagai bangsa pemenang manakala didukung secara militan oleh warga bangsanya sendiri. Dukungan secara militan tidak hanya lewat slogan melainkan dengan dukungan secara riil.

Contoh, yang pertama ialah memprioritaskan produk-produk dalam negeri. Sedangkan yang kedua, untuk mereka para produsen lokal yang sudah digunakan produknya, hendaknya mampu meningkatkan kualitas produk. Kira-kira seperti itu lingkarannya. 

Salah satu kendala utamanya adalah minimnya rasa keberpihakan bangsa Indonesia sendiri terhadap produk dalam negeri. Bangsa kita cenderung kurang percaya diri terhadap produk dalam negeri. Sementara itu, tentu kita faham bahwa ketika pasar tidak dapat diraih oleh produk dalam negeri, bagaimana mungkin produk tersebut bisa berkembang.

Lalu apakah ini berarti arogan, melulu soal penggunaan produk dalam negeri? Tergantung definisi arogan tersebut. Negara adidaya Amerika Serikat gencar mengucapkan ‘American First’. Jepang menggunakan hampir 90 persen mobil produksi mereka sendiri. 

Lantas apakah mereka bisa dicap arogan? Jangan salah, Toyota yang didirikan pada tahun 60-an belum sehebat sekarang. Kerja keras mereka yang mengutamakan produksi sendiri itu yang menjadikan Toyota sebagai brand global seperti sekarang. Pun demikian halnya dengan Hyundai yang terus bertumbuh sejak tahun 1977.

Sayangnya, tantangan yang hadir layaknya pisau bermata dua. Mereka yang memiliki uang untuk membeli tidak memprioritaskan produk dalam negeri, sementara produsen lokal pun enggan memperbaiki kualitas produknya sehingga meningkatkan daya tawar. Padahal saat ini kita sudah masuk ke era globalisasi yang notabene proteksi bukan lagi langkah ampuh untuk menghambat laju masuknya produk luar.

Apa solusinya? Indonesianisme bisa kita mulai dengan cara menggunakan produk-produk yang memberikan kontribusi kepada Indonesia. Yang pertama tentu kalau bisa menggunakan produk asli dalam negeri. Seandainya tidak bisa, gunakan produk luar tapi memiliki pabrik dalam negeri. Suatu brand yang memiliki unit pengembangan, pengolahan dan produksi disini tentu memiliki dampak yang signifikan; menciptakan lapangan kerja untuk buruh/karyawan termasuk juga tenaga ahli (engineer).

Salah satu komponen penggerak utama perekonomian adalah industri. Bicara industri, tentu tak lepas dari sektor manufaktur (produksi). Industri jalan, roda ekonomi berputar. Sudah terlalu lama bangsa kita di-ninabobok-kan oleh dongeng bahwa sumber daya alam (SDA) kita tak terbatas. 

Sementara coba tengok Korea. Mereka sepenuhnya sadar bahwa mereka sama sekali tak memiliki SDA yang cukup, sehingga mau tidak mau sektor industri mereka harus jalan.

Pernahkah anda dengar merk sepatu Flypower? Merk ini mungkin terdengar asing, tapi faktanya Flypower yang dibesut oleh Haryanto Arbi ini sudah merambah pasar ekspor. Lalu bagaimana dengan merk MBB Apparel, familiar kah anda dengan merk tersebut? MBB, yang notabene singkatan dari Mania Bola Bogor ini sudah banyak digunakan oleh klub-klub sepakbola. 

Sepertinya mereka belum mengerti konsep Indonesianisme tapi mereka sudah menjalaninya dalam senyap.

Belum terlambat. Kita bisa mulai dari hal-hal kecil di sekeliling kita.

Mulailah belanja sayur-sayuran dan buah-buahan di pedagang keliling, alih-alih belanja di supermarket besar. Karena dijamin produk sayur dan buah tersebut asli dalam negeri.

Mulailah menyempatkan diri untuk melihat label dalam setiap produk yang akan kita beli, buatan Indonesia atau bukan. Sekali lagi, merk luar pun tidak apa asalkan hasil produksi dalam negeri.

Perjalanan ini masih panjang dan tentu terjal. Dibutuhkan kerja keras dan kerja kolektif. Dan yang terpenting diperlukan sedikit kepedulian disini.

“Lebih baik pernah peduli daripada tidak pernah peduli sama sekali.[]

*Calon Ketua Umum Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB)

Berita terkait
Gembong Primadjaya Bakal Pertahankan Indonesianisme IA ITB
Gembong Primadjaya mengatakan dirinya bakal mempertahankan indonesianisme ikatan alumni institut teknologi Bandung (IA ITB).
Infografis: Visi Misi Gembong Primadjaya Calon Ketua Ikatan Alumni ITB
Gembong Primadjaya calon Ketua Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung periode 2021-2025 dengan nomor urut 3. Ini visi misi Gembong Primadjaya.
Motivasi Gembong Primadjaya Mencalonkan Ketua IA ITB
Gembong Primadjaya sampaikan motivasinya dibalik pencalonan dirinya sebagai Ketua IA ITB 2021-2025.
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.