Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pemanfaatan sumber daya lokal sebagai bahan baku industri farmasi di dalam negeri. Selain karena Indonesia kaya dengan keanekaragaman hayati, langkah ini juga memacu substitusi impor dan mewujudkan kemandirian industri bahan baku obat nasional.
“Untuk mendukung sasaran tersebut, kami akan memperkuat kompetensi unit pelaksana teknis (UPT) di lingkungan Kemenperin melalui peran balai besar di berbagai daerah,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi di Jakarta, Rabu, 23 September 2020.
Indonesia memiliki potensi tanaman obat yang banyak tumbuh di berbagai wilayah.
Menurut Doddy, salah satu UPT di bawah binaan BPPI, yakni Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) Jakarta fokus pada ketersediaan farmasi dan kosmetik berbasis bahan alam. Hasil riset dari BBKK Jakarta diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri yang berujung pada kontribusi terhadap perekonomian nasional.
“Penguatan peran ini akan kami jalankan dengan menyiapkan infrastruktur pengembangan fitofarmaka yang sesuai dengan standar CPOTB (cara pembuatan obat tradisional yang baik), penggunaan soft computing dan penerapan teknologi 4.0 untuk menjadi percontohan bagi industri farmasi berbasis bahan alam,” tutur Doddy.
Merujuk data BPS, kinerja industri kimia, farmasi dan obat tradisional mengalami pertumbuhan yang gemilang sebesar 5,59% pada semester I tahun 2020. “Namun demikian, kami tetap bekerja keras untuk mengurangi impor di sektor industri farmasi,” ucap Doddy.
Sesuai Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan di Indonesia, kementerian dan lembaga terkait harus bersinergi dalam mengembangkan industri farmasi yang mandiri dan berdaya saing. Apalagi, industri farmasi telah masuk sabagai sektor tambahan yang mendapat prioritas pengembangan dalam peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Untuk itu, industri farmasi di dalam negeri agar terus melakukan berbagai upaya dalam mendukung terlaksananya tujuan tersebut serta memastikan terciptanya kondisi masyarakat bisa memperoleh obat dengan mudah, terjangkau, tersedia dimanapun saat dibutuhkan, dan berkesinambungan,” kata Doddy.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam sebelumnya mengemukakan, Indonesia memiliki potensi tanaman obat yang banyak tumbuh di berbagai wilayah. Jumlahnya sebanyak 30.000 spesies dari 40.000 spesies tanaman obat
Untuk itu menurut Khayam, perlu pengoptimalan potensi alam untuk industri obat tradisional. Hal ini juga sangat prospektif untuk dikembangkan karena kebutuhan yang cukup potensial di pasar lokal maupun global.
Selain itu, Kemenperin siap berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti kementerian, akademisi, industri dan lembaga lainnya untuk pengembangan fitofarmaka di Indonesia. “Pandemi Covid-19 membuat kesigapan semua negara meningkat, termasuk dalam hal ketersediaan obat-obatan,” ujar Khayam.
Pemerintah terus berusaha memperkuat struktur manufaktur industri farmasi di dalam negeri, antara lain dengan memacu kegiatan riset untuk menciptakan inovasi produk. Selama ini, ketergantungan industri farmasi nasional terhadap produk impor sangat kecil karena mampu memproduksi sekitar 90% persen kebutuhan obat domestik.
Kemenperin menyebutkan, kemandirian Indonesia di sektor industri alat kesehatan dan farmasi merupakan hal yang penting, terlebih dalam kondisi kedaruratan kesehatan seperti saat ini. Sektor industri alat kesehatan dan farmasi masuk dalam kategori high demand di tengah pandemi Covid-19, di saat sektor lain terdampak berat. []
- Baca Juga: Covid-19 Momentum BUMN Susun Masterplan Industri Farmasi
- Industri Farmasi dan Alkes Masuk Making Indonesia 4.0