Target Kurangi Pemanasan Global Belum Terpenuhi

Tekad dunia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, hanyalah sebagian kecil dari apa yang diperlukan untuk mencegah bencana pemanasan global
Peneliti Ninis Rosqvist di puncak selatan Kebnekaise di Swedia tampak gunakan peralatan untuk mengukur ketinggian gunung es. Ketinggian gunung-gunung es di Swedia menyusut dengan cepat akibat mencairnya lapisan gletser karena pemanasan global (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Jakarta – Tekad dunia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, hanyalah sebagian kecil dari apa yang diperlukan untuk mencegah bencana pemanasan global. Hal itu diperingatkan oleh PBB menjelang KTT Iklim COP26 yang penting di Glasgow, Inggris pekan depan, di mana para pemimpin dunia berusaha menyetujui langkah lebih lanjut untuk mengatasi pemanasan global.

Pada KTT iklim Paris 2015, para pemimpin dunia berjanji untuk membatasi pemanasan global, tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Namun janji-janji itu tidak sesuai dengan kebijakan, menurut 'Laporan Kesenjangan Emisi' PBB yang diterbitkan hari Selasa, 26 Oktober 2021.

Laporan itu memperingatkan, tekad baru untuk mengurangi emisi yang dibuat menjelang KTT Glasgow, yang dikenal dengan Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) - akan mengurangi gas rumah kaca hanya 7,5% pada tahun 2030, dibandingkan dengan janji sebelumnya. Membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius akan memerlukan pengurangan emisi 55%.

plt batu bara di chinaPembangkit Listrik Tenaga Batubara di Shanxi, China (foto: dok). KTT Glasgow bertekad mengurangi emisi dunia (Foto: voaindonesia.com/AP)

Sekjen Organisasi Meterologi Dunia, Petteri Taalas mengatakan, “Sejauh ini, kami mendengar banyak dukungan politik untuk meningkatkan semangat melakukan mitigasi, tetapi masih belum ada janji nyata, dan kini kami ke arah pemanasan 2,5 hingga 3 derajat Celcius, bukan 1,5 hingga 2 derajat.”

Jadi, apa artinya bagi bumi dan umat manusia? Para ilmuwan mengatakan, perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan intensitas gelombang panas.

Sebuah laporan baru-baru ini dari Chatham House mencatat kematian terkait panas di dunia, meningkat hampir 54% di antara orang tua sejak pergantian abad, mencapai 296.000 kematian pada 2018.

Ilmuwan Iklim di Chatham House, Daniel Quiggin mengatakan, “Kami memperkirakan sekitar 400 juta orang mengalami gelombang panas sehingga mereka tidak bisa bekerja di luar.”

Gelombang panas dan kekeringan akan berdampak besar pada ketahanan pangan dunia. Gagal panen dan meningkatnya jumlah hama dan penyakit seperti wabah belalang di Afrika timur tahun lalu menyebabkan naiknya harga pangan.

“Dalam 30 tahun ke depan, sekitar 50% lebih banyak pangan dibutuhkan karena lebih banyak orang di bumi ini. Tetapi perkiraan seputar konsumsu daging lebih banyak, terutama di negara-negara seperti China, Asia Tenggara dan sebagainya. Namun, pada waktu yang sama berdasarkan penilaian, kami menduga hasil panen menurun sekitar 30%,” tambah Daniel Quiggin.

Fluktuasi cuaca ekstrem juga berarti kekeringan yang lebih hebat dan lebih lama. Para ilmuwan mengatakan negara-negara kaya harus memenuhi janji 2015 mereka, membantu negara-negara miskin membayar biaya melawan perubahan iklim dan mengatasi dampaknya (ps/jm)/voaindonesia.com. []

Paus Fransiskus Puji Aktivis Muda Soal Penanganan Pemanasan Global

Riset Pemanasan Global: Manusia Musnah 31 tahun Lagi

Mumbai dan Shanghai Akan Lenyap, Bagaimana Kotamu?

Lapisan Gletser di Kutub Makin Cepat Lumer Banjir di Bumi

Berita terkait
Pantai Berpasir Terancam Hilang Akibat Pemanasan Global
Para peneliti memperkirakan dunia akan kehilangan hampir separuh pantai berpasir pada akhir abad ini
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.