Untuk Indonesia

Tangis Rindu Kowad Norsina

Tangis rindu Kowad Norsina. Air matanya menetes melihat anaknya yang ditinggal pergi sudah tumbuh besar. “Baru juga ketemu langsung dipisahkan lagi," ujarnya.
KEPULANGAN PASUKAN PERDAMAIAN LEBANON: Pasukan perdamaian Lebanon Timur Tengah dari Batalyon Infanteri Raider Khusus 744/Satya Yudha Bhakti Atambua tiba di Bandara El Tari Kupang, NTT (29/12). Sebanyak 319 personel yang tergabung dalam Batalyon (Indobatt) XXIII-K di bawah pimpinan Letkol Infanteri Yudi Gumilar tiba di Kupang usai melaksanakan tugas negara di Lebanon selama kurang lebih satu tahun. (Foto: Ant/Kornelis Kaha)

“Mama....Mama....Mama...." panggil seorang bocah berusia lima tahun saat melihat ibunya yang baru keluar dari ruangan pengambilan bagasi di Bandara El Tari Kupang.

Sambil memegang boneka berwarna merah ia pun berusaha merangkul ibunya saat baru keluar dari pintu kedatangan penumpang.

Ibunya yang bernama Serma Norsina adalah satu-satunya wanita dari Batalyon Infantri Raider Khusus 744/SYB yang terpilih menjadi pasukan perdamaian Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di Lebanon, Timur Tengah atau yang dikenal dengan "United Nations Interim Force In Lebanon (UNIFIL) yang tergabung dalam Indonesia Batalyon 23-K atau Batalyon Indobatt XXIII-K.

Air matanya pun menetes saat melihat anaknya yang telah ditinggal pergi selama satu tahun sudah bertumbuh besar.

Ia pun memeluk erat anaknya di depan pintu keluar tanpa menghiraukan masih banyaknya pasukan yang akan keluar dari pintu yang sama.

Norsina sampai tak sadar bahwa barang bawaannya yang banyak yang ia bawa dari Lebanon masih tertahan di depan pintu keluar.

Seketika suaminya dengan sigap mendorong troly yang membawa setumpuk tas dan koper milik Norsina tersebut.

"Setahun lebih saya meninggalkan mereka. Ini demi tugas negara. Ini demi Indonesia jadi mau tidak mau harus siap," ujarnya sambil terus bermain dengan anaknya.

Norsina adalah satu-satunya wanita dari 319 pasukan perdamaian yang dipilih untuk bergabung di Lebanon Timur Tengah.

Norsina merasa bangga sekaligus sedih ketika terpilih menjadi salah satu dari rekan-rekannya masuk dalam pasukan perdamaian itu.

Sedih yang ia rasakan karena harus meninggalkan keluarganya selama satu tahun. Bangga karena menjadi yang terpilih.

Saat keluar dari kawasan bandara, semua pasukan perdamaian telah disiapkan kendaraan sendiri. Setiap kompi harus menggunakan kendaraan yang sudah disiapkan.

Norsina terlihat masih ingin terus bersama anak dan suaminya. Namun harus dipisah sementara karena harus menggunakan kendaraan yang sudah disiapkan.

"Waktu turun pesawat ingin rasanya satu mobil dengan suami dan anak. Namun perintahnya saya dan rekan-rekan saya harus satu kendaraan. Baru juga ketemu langsung dipisahkan lagi," ujarnya dengan sedih.

Sesampainya di Markas Korem 161/Wirasakti Kupang, Norsina secepat kilat turun dari kendaraan tentara. Saat turun, anak laki-laki satu-satunya tersebut sudah menunggu di samping truk tentara sambil terus memegang boneka merah yang nantinya akan diberikan kepada ibunya.

Norsina masih terus berlinang air mata. Sesekali dirinya memeluk erat anaknya dan terus mencium kening dan pipinya seolah-olah tak ingin berpisah lagi.

[caption id="attachment_37630" align="aligncenter" width="712"] KEPULANGAN PASUKAN PERDAMAIAN LEBANON: Pasukan perdamaian Lebanon Timur Tengah dari Batalyon Infanteri Raider Khusus 744/Satya Yudha Bhakti Atambua tiba di Bandara El Tari Kupang, NTT (29/12). Sebanyak 319 personel yang tergabung dalam Batalyon (Indobatt) XXIII-K di bawah pimpinan Letkol Infanteri Yudi Gumilar tiba di Kupang usai melaksanakan tugas negara di Lebanon selama kurang lebih satu tahun. (Foto: Ant/Kornelis Kaha)[/caption]

Sementara itu, Marselina, istri dari salah seorang prajurit Indobatt XXIII-K mengatakan sangat bahagia karena akhirnya bisa bertemu dengan suaminya setelah satu tahun berpisah karena menjalankan tugas negara.

"Memang sedih rasanya, tetapi sedih karena bahagia... Selama setahun kami berpisah, akhirnya bisa bertemu dengan suami tercinta. Apalagi saat pergi anak kami masih kecil dan saat ini sudah besar," ujarnya.

Jarang Berkomunikasi

Selama satu tahun bertugas di Lebanon, satu hal yang tak bisa diobati adalah kerinduannya akan anaknya tersebut. Sesekali ia berusaha mengontak suaminya untuk bercerita serta anaknya untuk bercengkarama.

"Namun hal itu tidak bisa saya lakukan terus menerus. Dalam sebulan mungkin haya sekali saya bisa berkomunikasi dengan mereka. Atau kadang juga dua bulan sekali," tuturnya.

Hal ini menurutnya karena perbedaan waktu antara Indonesia dengan Lebanon sangat jauh.

"Saat Lebanon siang. Di Indonesia khususnya di Kupang sudah tengah malam. Ini membuat saya susah sekali berkomunikasi dengan dia karena memang sudah tertidur pules. Padahal fasilitas sudah disiapkan dengan sangat lengkap," tambahnya.

Ia pun bersyukur karena sudah menjalankan tugas negara dengan baik dan hingga saat ini yang ia lakukan adalah menghabiskan waktu bersama keluarga kecilnya sehingga saat masuk kerja kembali kerinduan untuk berkumpul itu sudah bisa terobati.

Demikian pula dengan Marselina. Selama setahun berpisah, untuk tetap menjalin komunikasi Marselina dan suami serta anaknya hanya bisa saling menghubungi melalui media sosial.

Tantangan

Komandan Batalyon (Indobatt) XXIII-K Letkol Inf Yudi Gumilar mengatakan, bertugas di daerah Timur Tengah khususnya di Lebanon bagian selatan merupakan sebuah tantangan yang harus bisa dilewati.

"Ada empat musim yang harus bisa kami lewati di sana selama satu tahun ini. Berbeda dengan Indonesia yang hanya dua musim saja. Ini tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi prajurit-prajurit saya.

Yudi mengatakan, sejumlah prajurit yang bertugas sudah dbekali dengan pengetahuan serta perlengkapan yang memadai sehingga saat ditugaskan di setiap daerah yang mempunyai musim dingin atau panas segala persiapan sudah dibawa.

Tak hanya itu budaya yang berbeda dengan Indonesia juga menjadi satu hal yang harus dihadapi oleh sejumlah prajurit yang bertugas di Lebanon.

Namun menurutnya adat dan budaya dari NTT tak pernah mereka tinggalkan karena memang sudah melekat dalam diri mereka.

Dalam setiap kegiatan tarian Ja'i serta lagu dari Maumere selalu diputar oleh pasukan yang markasnya di Atambua Kabupaten Belu itu.

Oleh karena itu pasukannya sangat dikenal oleh masyarakat di Lebanon. Bahkan Tarian Ja'i menjadi salah satu ciri khas dari pasukan dari NTT tersebut.

Karena memang saat ada kegiatan semua kontingen dan komandan satuan ikut menarikan tarian Ja'i beserta masyarakat dari Lebanon.

Secara umum Yudi mengaku, pasukan yang dipimpinnya telah bertugas dengan baik di daerah tersebut. Bahkan pasukannya juga tidak melakukan kesalahan sedikitpun selama bertugas di daerah itu.

Berhasil

Batalyon Yonif Raider Khusus 744/SYB, merupakan salah satu pasukan dari Indonesia yang dinilai berhasil dalam melaksanakan tugas pokok penjaga perdamaian di Lebanon, Timur Tengah di samping juga tugas-tugas teritorial selama berinteraksi dengan masyarakat di wilayah penugasan.

Keberhasilan satuan tugas ini dalam mengemban misi perdamaian dunia tidak hanya menjadi kebanggaan satuan TNI tetapi juga bagi warga masyarakat Nusa Tenggara Timur di mana homebase satuan ini ada di Tobir, Atambua, Kabupaten Belu.

Yonif 744/SYB merupakan satu-satunya batalyon eks Timor Timur yang dinilai berhasil dalam menumpas Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia itu.

Ketika Timor Timur memilih merdeka dari Indonesia melalui referendum pada Agustus 1999, batalyon tersebut tetap dipertahankan eksistensinya oleh Pangdam IX/Udayana (waktu itu) Mayjen TNI Kiki Syahnakri. (Kornelis Kaha/ant/yps)

Berita terkait