Untuk Indonesia

Pulau Kemaro Dalam Balutan Cap Go Meh – Video: Cap Go Meh Palembang

Pulau Kemaro dalam balutan Cap Go Meh. Kata Tjik Harun, seperti di daerah lain, Cap Go Meh Palembang dilakukan sesuai kearifan lokal wilayahnya.
FESTIVAL YOUTH CREATIVE CAP GO MEH: Dua model remaja menampilkan pakaian bertema oriental pada Youth Creative Festival Cap Go Meh di kawasan Cagar Budaya Kampung Kapitan Palembang, Sumsel, Rabu (28/2). Festival yang diisi kaum muda ini untuk mengenalkan keberagaman dan budaya Tiongkok yang berakulturasi dengan budaya setempat. (Foto: Ant/Feny Selly)

Kambing dikurbankan, dipotong di depan altar Siti Fatimah. Kurban digunakan sebagai simbol penghormatan kepada Siti Fatimah, legenda cinta di Pulau Kemaro.

Sejak puluhan tahun lalu, merayakan Tahun Baru Imlek di Pulau Kemaro, Sumatera Selatan menjadi rutinitas tahunan puluhan ribu warga keturunan Tionghoa.

Lumrah memang. Namun perayaan Cap Go Meh di delta yang berjarak 6 kilometer dari Kota Palembang itu tetap menarik disimak.

Maklum, pulau yang terletak di kawasan industri, di antara Pabrik Pupuk Sriwijaya dan Pertamina Plaju dan Sungai Gerong itu, menyimpan sejuta kisah yang sangat melegenda.

Pulau yang berjarak sekitar 40 kilometer dari Kota Palembang itu menjadi tempat berdirinya vihara China, Klenteng Hok Tjing Rio yang dibangun tahun 1962, yakni suatu tempat untuk berdoa yang diyakini oleh warga keturunan.

Satu hal menarik, di pulau itu terdapat makam putri Palembang, Siti Fatimah.

Menurut legenda setempat, yang tertulis di sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Rio, diketahui bahwa pada zaman dahulu ada seorang pangeran dari Negeri China bernama Tan Bun An datang ke Palembang untuk berdagang.

Ketika Tan Bun An meminta izin ke Raja Palembang, ia bertemu putri raja yang bernama Siti Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga sang putri. Mereka pun menjalin kasih dan berniat ke pelaminan.

Tan Bun An lalu mengajak Siti Fatimah ke daratan China untuk bertemu kedua orangtuanya. Setelah beberapa waktu, mereka pun kembali ke Palembang.

Bersama keduanya, rupanya disertakan pula tujuh guci yang berisi emas. Sesampai di muara Sungai Musi, Tan Bun Han ingin melihat hadiah emas di dalam guci-guci pemberian kedua orangtuanya itu. Tetapi alangkah kagetnya ia, karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin (bertujuan mengelabui perampok).

Tanpa berpikir panjang, ia membuang guci-guci tersebut ke laut, tetapi guci terakhir terjatuh di atas dek dan pecah. Ternyata di dalamnya terdapat emas.

Begitu tahu isinya, Tan Bun An langsung terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya.

Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu, tetapi kedua orang itu tidak kunjung muncul ke permukaan sungai. Siti Fatimah akhirnya menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi.

Untuk mengenang mereka bertiga dibangunlah sebuah kuil dan makam untuk ketiga orang tersebut.

Pohon Cinta

Bukan hanya legenda mengenai Siti Fatimah, daya tarik Kemaro juga terletak pada keberadaan pagoda berlantai sembilan yang menjulang di tengah-tengah pulau yang dibangun tahun 2006.

Selain itu di tempat ini juga terdapat sebuah pohon yang disebut "Pohon Cinta" yang dilambangkan sebagai "Cinta Sejati" antara dua bangsa dan dua budaya yang berbeda pada zaman dahulu yakni antara Siti Fatimah Putri Kerajaan Sriwijaya dan Tan Bun An Pangeran dari Negeri China.

Konon, jika ada pasangan yang mengukir nama mereka di pohon tersebut maka hubungan mereka akan berlanjut sampai jenjang pernikahan. Tak ayal, Pulau Kemaro juga disebut sebagai Pulau Jodoh.

Hanya saja, pulau yang menyimpan sejuta kisah ini dalam kesehariannya justru sepi pengunjung.

Keramaian terjadi hanya saat perayaan Cap Go Meh yakni dilaksanakan 15 hari pasca-perayaan Imlek. Namun di Palembang umumnya puncak Cap Go Meh dilaksanakan 13 hari usai Imlek atau tahun ini pada 28 Februari 2018.

Bukan hanya warga keturunan asal Palembang saja yang tumpah riuh ke pulau tersebut, tapi mereka yang berasal dari belahan negeri lain juga tak mau ketinggalan seperti Singapura, Thailand, Malaysia, Hong Kong hingga Tiongkok.

Pengurus Pulau Kemaro Tjik Harun mengatakan, jumlah pengunjung yang datang ke Pulau Kemaro pada tahun ini diperkirakan tidak akan jauh berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jumlahnya terus bertambah hingga puncaknya pada 28 Februari dan akan berangsur berkurang hingga 3 Maret 2018.

Untuk menambah keindahan Pulau Kemaro, pengelola akan memasang sekitar 2.000 lampion.

Selain itu, khusus untuk akses ke pulau, juga ditambah akses darat dengan membangun jembatan ponton sehingga pengunjung bisa berjalan kaki melalui Kawasan Kalidoni Palembang.

Panitia Cap Go Meh juga berkoordinasi dengan sejumlah pihak dalam penyediaan lokasi parkir dan keamanan.

Pengelola juga dibantu umat dan masyarakat Palembang untuk menyediakan kapal tongkang pengangkut dari Pasar 16 Ilir Palembang menuju ke Pulau Kemaro. Masyarakat atau umat yang hendak ke Pulau Kemaro bisa melalui akses tersebut.

Terdapat 20 kapal tongkang dan berlayar tiap saat, mulai tanggal 28 Februari pukul 17.00 WIB hingga 1 Maret 2018.

Kapal tongkang ini dapat mengangkut 100-200 orang dalam satu kali berlayar. Untuk itu, tiga dermaga disiapkan di Pulau Kemaro, yakni dermaga kedatangan, dermaga kepulangan dan dermaga VIP.

Kearifan Lokal

Tjik Harun menjelaskan, selama perayaan Cap Go Meh, ada ratusan lapak pedagang disiapkan. Mulai dari lapak perlengkapan alat sembahyang umat, kuliner dan aksesoris. Terdapat juga dua panggung besar yang disediakan panitia untuk wayang orang tradisional Tionghoa yang digelar untuk masyarakat dan umat yang datang.

"Pengunjung yang datang dapat menyaksikan berbagai sajian hiburan. Ada wayang orang, aksi barongsai, tradisi tanjidor dan sebagainya," kata dia.

Khusus untuk ibadah umat, kata dia, ritual keagamaan dimulai tepat pukul 00.00 WIB, yakni sekitar 12 orang Lo Chu (pemimpin ritual sembahyang) akan berdoa. Kemudian ritual dilakukan seperti mempersembahkan kambing hitam, ayam panggang kunyit, buah-buahan, kue-kuean dan sebagainya.

Kambing yang dikurbankan itu dipotong di depan altar Siti Fatimah. Kurban digunakan sebagai simbol penghormatan kepada Siti Fatimah yang menjadi legenda cinta di Pulau Kemaro.

"Kurban ini sebagai simbol rasa syukur umat, ketika pada tanggal pergantian malam tanggal 28 Februari," kata dia.

Tradisi potong kambing berbeda pada setiap perayaan Cap Go Meh di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini karena kearifan lokal yang berbeda pada setiap daerahnya.

Tjik Harun pun mengaku setiap masyarakat Thionghoa di Jakarta, Singkawang, atau wilayah lainnya akan merayakan dengan kearifan lokal di wilayahnya masing-masing.

Sementara itu, Erlangga, salah seorang pengunjung mengatakan, ia dan keluarganya menggunakan akses darat jembatan poton menuju Pulau Kemaro.

"Ini rutin setiap tahun kami lakukan. Kami berdoa untuk kesehatan kami, keselamatan dan sekaligus rasa bersyukur kami," kata dia.

Ia mengatakan, dirinya dan keluarga kembali datang pada 28 Februari untuk kembali berdoa pada puncak Cap Go Meh. Setelah melakukan aktivitas sembayang dan berdoa, Erlangga mengaku langsung menikmati malam puncak Cap Go Meh di pulau tersebut.

"Malam Cap Go Meh biasanya ramai sekali. Kami di sini dengan keluarga biasanya menikmati malam dengan menerbangkan lampion terbang," kata dia.

Pulau Kemaro telah menjadi lokasi ibadah tahunan warga Tionghoa dari berbagai penjuru negeri. Namun sayang, hingga kini pulau tersebut belum menjadi destinasi wisata yang rutin memberikan pemasukan ke kas daerah. (Dolly Rosana/ant/yps)

Berita terkait
0
Usai Terima Bantuan Kemensos, Bocah Penjual Gulali Mulai Rasakan Manisnya Hidup
Dalam hati Muh Ilham Al Qadry Jumakking (9), sering muncul rasa rindu bisa bermain sebagaimana anak seusianya. Main bola, sepeda.