Jayapura - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua kembali mencatat pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan IV 2019 mengalami kontraksi sebesar -15,72 persen. Penyebab utamanya adalah turunnya produksi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian sebesar -43,21 persen.
“Sedangkan dari sisi pengeluaran, kontraksi pertumbuhan disebabkan turunnya komponen ekspor luar negeri hingga -69,10 persen,” kata Kepala BPS Papua, Simon Sapari di kantornya, di Jayapura, Kamis 6 Februari 2020.
Lebih rinci dia jelaskan, besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Papua atas dasar harga berlaku mencapai Rp 189,716 triliun, dan atas harga dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 134,677 triliun.
Sedangkan dari sisi pengeluaran, kontraksi pertumbuhan disebabkan turunnya komponen ekspor luar negeri hingga -69,10 persen.
Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan IV 2019 mengalami kontraksi sebesar -3,73 persen. Demikian juga jika dibandingkan triwulan sebelumnya (q to q) mengalami kontraksi sebesar -4,47 persen.
“Dari sisi pertambangan dan penggalian, perekonomian tumbuh sebesar 5,03 persen. Sementara, PDRB per Kapita ada 2019 mencapai Rp 56,14 persen,” jelas Simon seraya meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan masyarakat sekitar PT. Freeport dan industri besar lainnya agar membuat program pemberdayaan masyarakat sekitarnya.
Kepala Bidang Newrilis BPS Papua, Eko Mardiana menambahkan, fenomena terjunnya angka pertumbuhan ekonomi Papua kali ini ditimbulkan berbagai faktor. Diantaranya, transisi lokasi penambangan PT. Freeport menyebabkan produksi biji logam Papua menurun sepanjang 2019.
Adanya penghentian produksi perusahaan kayu berskala besar, di mana permasalahan izin perluasan area HPH memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi produksi. Selanjutnya, penurunan produksi beberapa komoditas unggulan tanaman pangan di Papua.
“Di satu sisi kita harus menjaga keberlangsungan lingkungan kita, tapi di sisi lain juga harus mendapatkan manfaatnya untuk menopang perekonomian,” kata Mardiana.
Terakhir, lanjut Mardiana, nilai perdagangan ekspor luar negeri pada 2019 mengalami penurunan sebesar 68,63 persen dibanding 2018. Hal ini juga diakibatkan turunnya produksi logam PT.Freeport di 2019. []