Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku setuju sekaligus mendukung aspirasi Masyarakat Konsumen Listrik Indonesia (MKLI) yang disampaikan kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).
MLKI meminta PLN untuk tidak memisahkan usaha pembangkit dan pendistribusian listrik (Unbundling) dalam melayani masyarakat.
Karena praktik unbundling pengusahaan listrik yang akan mengarah pada hilangnya kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara, itu bertentangan dengan UUD tahun 1945
Dalam hal ini, kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto, pihaknya sepakat bahwa praktik unbundling pengusahaan ketenagalistrikan bertentangan dengan konstitusi.
Aspirasi itu disampaikan Ketua MLKI, Ahmad Daryoko secara virtual kepada Mulyanto yang mewakili Fraksi PKS.
"Untuk itu PKS mengupayakan kedudukan peran dan fungsi PLN tetap seperti sekarang yaitu melayani masyarakat di bidang kelistrikan mulai dari hulu (pembangkit) hingga hilir (distribusi)," kata Mulyanto di Jakarta, Senin, 15 Februari 2021.
Dia mengatakan, PKS dan MKLI sepakat mendesak pemerintah agar tidak melaksanakan unbundling pengusahaan listrik dan menyerahkannya kepada pihak swasta.
Sebab, menurut amanat UUD tahun 1945 pasal 33 ayat 2, kata Mulyanto sudah sangat jelas bahwa cabang-cabang ekonomi yang penting bagi masyarakat dikuasai oleh Negara, termasuk penguasaan listrik.
"Dan PLN adalah representasi dari negara dalam pengelolaan dan pengusahaan listrik untuk kepentingan umum," ujarnya.
Mulyanto setuju jika pasal 10 ayat 2 UU Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang menyatakan bahwa 'usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secara terintegrasi'. Namun, dia berharap kata 'dapat' dihapuskan.
"Ini akan lebih jelas dan tegas," kata Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Kendati demikian, dia meminta masyarakat menghormati keputusan MK yang menyatakan bahwa pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sebab, MK menegaskan pasal dan ayat tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi apabila diktum tersebut menjadi pembenaran praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik dan menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara.
"Jadi MK tidak membatalkan pasal 10 ayat 2 di atas, ayat tersebut menjadi bertentangan dengan Konstitusi secara bersyarat, yakni bila dibenarkannya praktik unbundling dan hilangnya prinsip dikuasai negara," kata dia.
"Namun demikian di sisi lain, keputusan MK tersebut justru menegaskan kepada kita, bahwa dalam pengusahaan ketenagalistrikan nasional tidak dibenarkan adanya: (1) praktik unbundling, dan (2) hilangnya kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara," ujarnya menambahkan.
Pun begitu, dia menegaskan bahwa PKS bersama MKLI akan memperjuangkan persoalan tersebut.
- Baca juga: PKS Tolak PMN untuk Jiwasraya Melalui IFG BPUI Sebesar 20 T
- Baca juga: PKS Minta Tak Ada Motif Terselubung Dibalik Vaksinasi Mandiri
"Karena praktik unbundling pengusahaan listrik yang akan mengarah pada hilangnya kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara, itu bertentangan dengan UUD tahun 1945. Kita segaris dengan MKLI dan akan memperjuangkan soal ini," ucap Mulyanto.[]