Jakarta - Pertandingan antara Timnas Indonesia dengan Malaysia pada laga kandang Kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, tanggal 5 September 2019, yang berakhir dengan kekalahan Timnas Indonesia 3-2 ternyata berbuntut panjang.
Pasalnya, pada pertandingan itu suporter Timnas Indonesia menyerang suporter Malaysia karena Malaysia menyamakan kedudukan. Bahkan, setelah pertandingan usai pun suporter Indonesia masih menyerang pendukung Malaysia.
Di kolompok suporter Malaysia ada Menteri Olahraga Malaysia, Syed Saddiq. Saddiq yang melihat langsung kebrutalan suporter Indonesia itu mengaku dilempar dengan batu dan besi oleh suporter Indonesia. Satu suporter Malaysia luka-luka. Bagi Saddiq ulah suporter Indonesia itu tidak bisa dimaafkan.
Di akun Twitter-nya (@SyedSaddiq) Saddiq menulis cuitan: "Hari ini saya bersama pendukung Harimau Malaya menyaksikan pertandingan Piala Dunia di Stadiun Gelora Bung Karno. Besi, botol dan suar dilemparkan kepada kami beberapa kali ."
Itulah sebabnya, seperti yang disampaikan Saddiq kepada wartawan dia akan melaporkan ulah suporter Indonesia tsb. ke FIFA (Fédération Internationale de Football Association yaitu Federasi Sepak Bola Internasional).
Perlakuan suporter Indonesia memang sudah lewat batas karena merupakan tindakan kriminal. Itulah sebabnya Saddiq mengatakan melalui Twitter-nya: "Kejadian ini sangat menyedihkan untuk dunia sepakbola yang mestinya dijadikan media persatuan. Saya berjanji akan menuntut keadilan bagi rakyat Malaysia."
Pengaduan ke FIFA tidak bisa dianggap remeh karena sudah banyak bukti hukuman FIFA tidak pandang bulu. Inggris pernah dilarang FIFA bermain untuk laga internasional selama 5 tahun karena ulah suporter Inggris, dalam hal ini Liverpool, yang berlaga di final Piala Champions 1985 dengan Juventus (Italia). Sebelum hukuman FIFA Perdana Menteri Inggris, Margaret Thatcher, sudah mendesak FA, PSSI-nya Ingggris, untuk melarang tim-tim Inggris berkaga di luar di Eropa.
Tragedi itu disebut Tragedi Heysel yang terjadi pada tanggal 29 Mei 1985. Kerusuhan itu menewaskan 39 orang dan melukai 600 lebih penonton. Laga itu berakhir 1-0 untuk Juventus melalui titik pinalti yang ditendang oleh Michael Platini.
Pengaduan Saddiq ke FIFA ternyata membuahkan hasil. FIFA menghukum PSSI dengan denda sebesar 45 ribu franc swiss (CHF) atau setara dengan Rp 641 juta. PSSI melihat denda lebih baik daripada hukuman, misalnya, melarang PSSI bertanding pada laga internasional.
Brulalisme suporter sepak bola di Indonesia tidak hanya terjadi pada laga internasional, tapi juga pada laga-laga domestik pada pertandingan di beberapa liga.
[Baca juga: Menunggu Sepak Bola Nasional Jadi Tontonan Keluarga]
Kerusuhan tidak hanya terjadi di dalam stadion, tapi juga di luar stadion yang melibatkan warga di sekitar stadion. Seperti kerusuhan pada laga Timnas Indonesia vs Malaysia di luar stadion pun pendukung Malaysia diserang. Hal ini membuat Federasi sepak bola Malaysia (FAM) tidak menerima kejadian tsb. dan melayangkan surat protes.
Malaysia sendiri tahun 2015 juga dihukum oleh FIFA karena kerusuhan yang terjadi saat laga kualifikasi Piala Dunia antara Malaysia vs Arab Saudi tanggal 8 September 2015. FIFA mengatakan kerusahan yang terjadi merupakan tanggung jawab Persatuan Sepak Bola Malaysia (FAM).
Kerusuhan berawal ketika Malaysia dikandaskan Uni Emirat Arab 10-0. Pada laga dengan Arab Saudi saat skor 2-1 suporter Malaysia menyalalan kembang api sehingga memenuhi Stadion Shah Alam. Kekacauan pun terjadi di lapangan.
Seperti disiarkan AFP, Komite Disiplin FIFA dalam pernyataannya menyebutkan bahwa FAM bertanggung jawab atas ulah para penonton pada pertandingan itu. Hal yang sama juga terjadi pada laga Indonesia vs Malaysia, FIFA mengatakan kerusuhan adalah tanggung jawab PSSI. []