Supaya Ribka Tjiptaning Paham: Ilmiah Populer Virus Covid-19

Ribka Tjiptaning tidak mau divaksin tidak masalah, tapi jangan provokasi rakyat Indonesia untuk menolak vaksin. Beberapa hal ini Ribka harus paham.
Ribka Tjiptaning, anggota DPR dari PDI Perjuangan. (Foto: Tagar/YouTube Tagar TV)

Judul Asli: Ilmiah Populer Virus Covid-19 

Kepada yang terhormat Ibu dr. Ribka Tjiptaning, anggota DPR RI di Jakarta. Dengan hormat. Saya sudah mengkritik banyak hal kepada Bu Ribka, semoga Bu Ribka bisa menerimanya dengan legowo. Sebagai akademisi, saya punya kewajiban moral untuk menjelaskan kepada Bu Ribka tentang virus Covid-19, yang mungkin Bu Ribka tidak paham, dalam bahasa yang sederhana.

Background keilmuan saya Teknik Nuklir, Metalurgi Nuklir, Teknik Metalurgi, Material Temperatur Tinggi dan Korosi Temperatur Tinggi. Sehingga bahasa yang saya pergunakan adalah bahasa orang teknik: clear and clean.

Virus adalah organisme yang paling sederhana dengan sistem kehidupan yang sederhana, sejauh manusia ketahui. Jika dilihat dengan Transmission Electron Microscope (TEM), maka dimensinya dalam plannar system, reciprocal space, ukurannya sekitar 12 angstrom, hanya terdiri 12 kolom atom. Kecil sekali. Karena dimensinya yang super kecil, maka derajat simetrinya sangat rendah. Ini biang kerok kompleksitas virus dari perspektif Teori Simetri. Teori Simetri banyak dipakai orang kimia struktur dalam menentukan struktur genetik virus.

Sejauh saya ketahui, tidak semua virus aman jika dibuat vaksinnya, misal virus dengue (demam berdarah) dan HIV/AIDS. Namun, tidak untuk virus Covid-19, alhamdullilah.

Virus Covid-19 menempel di dinding sebelah dalam sitem respirasi manusia. Jika manusia batuk atau bersin, maka droplets yang mengandung virus Covid-19 terpental dari hidung atau mulut manusia, melayang-layang di udara. Virus Covid-19 tidak bisa hidup tanpa inangnya.

Modus penularan virus Covid-19 adalah droplets bukan airborn (misal influensa). Jika modusnya airborn, maka masalahnya menjadi semakin rumit.

Tuhan tidak akan menguji manusia, sampai manusia tidak mampu lagi.

Droplets yang ukurannya sekitar 400 mikrometer, melayang-layang di udara karena efek Archimedes. Umur virus di dalam droplets tergantung temperatur dan kelembapan udara. Untuk iklim Indonesia yang panas dan lembap, umur virus di dalam droplets hanya sekitar 5 menit. Sedang di daerah subtropik yang dingin dan kering, misal di Eropa, umur virus Covid-19 bisa sampai 5 hari.

Bu Ribka tidak mau divaksin, enggak masalah, tetapi jangan provokasi rakyat Indonesia untuk menolak vaksin. Karena bu Ribka, suka atau tidak suka, butuh banyak orang untuk divaksin agar Bu Ribka bisa terus survive. Jelas?


Untuk iklim Indonesia, droplets yang terpental dari hidung atau mulut manusia, permukaannya sangat segar, maka dengan hausnya akan menarik molekul-molekul air di udara yang lembap dalam fasa gas, menempel di permukaannya, dalam ikatan kimia yang namanya Van der Waals. Permukaan segar (fresh surface) energinya tinggi, selalu menyerap sesuatu di permukaannya untuk menurunkan energinya. 

Ringkas cerita, seluruh permukaan droplets tertutup molekul air dalam fasa gas, oksigen tidak bisa menembus masuk droplets. Mengapa molekul air? Karena molekul air secara fisik berperilaku bipolar. Tamatlah riwayat Sang Virus Covid-19, karena tidak ada supply oksigen. Sistem respirasi adalah satu-satunya sistem kehidupan yang dimiliki virus. Temperatur udara Indonesia yang panas akan memperpendek umur virus Covid-19 di dalam droplets di udara.

Jelas bagi saya, virus Covid-19 melekat pada manusia.

Logikanya, dengan iklim yang panas dan lembap, penularan virus Covid-19 sangat rendah. Mengapa tidak demikian dengan Indonesia? Karena manusianya susah diatur. PSBB atau lockdown sekalipun, tidak akan banyak berpengaruh. Faktanya demikian.

Saya yakin dengan seyakin-yakinnya, lebih-lebih ini kondisi pandemi, vaksinasi adalah pilihan terbaik bagi Indonesia. Saya dukung Program Vaksinasi Nasional sepenuh hati.

Vaksinasi ditujukan untuk membangun Herd Immunity. Herd Immunity adalah imunitas skala sosial. Kata WHO, jika minimal 70 % warga dunia divaksin, maka Herd Immunity akan terbentuk. Logikanya bagaimana? Jika ada orang 100, 70 divaksin dan yang 30 tidak divaksin (salah satunya Bu Ribka). Sebanyak 100 orang terdistribusi secara homogen, maka 30 orang yang tidak divaksin akan dikerumuni 70 orang yang divaksin. Akibatnya, sulit bagi virus Covid-19 menjangkau dan menginfeksi yang 30 orang yang tidak divaksin, dalam jarak efektif penularannya. Untuk Indonesia jarak efektif penularan virus Covid-19 sekitar 1,5 meter. Dari mana angka 1,5 meter? Jejak droplet di udara sampai virus mati rata-rata hanya sepanjang 1,5 meter. Jaga jarak, itulah maksudnya.

Bu Ribka tidak mau divaksin, enggak masalah, tetapi jangan provokasi rakyat Indonesia untuk menolak vaksin. Karena bu Ribka, suka atau tidak suka, butuh banyak orang untuk divaksin agar Bu Ribka bisa terus survive. Jelas?

Jika minimal 70 % warga Indonesia sudah divaksin, dan tetap menjalankan protokol kesehatan sampai pandemi dunia mereda, seberapapun efikasi vaksin virus Cvid-19, Insya Allah, pandemi akan berlalu.

Berpikir cerdas dan positif.

*Akademisi Universitas Gadjah Mada

Berita terkait
Ribka Tjiptaning, Tunjukkan Bukti Vaksin Sinovac Rongsokan
Ribka Tjiptaning yang terhormat, saya menunggu bukti kebenaran ucapan Anda bahwa vaksin Sinovac rongksokan. Apakah Anda punya data akademiknya?
Ribka Tjiptaning Kader PDI Perjuangan Melecehkan Jokowi
Ribka Tjiptaning kader PDI Perjuangan ini melecehkan Presiden Jokowi yang ia sebut semakin tidak jelas, melecehkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi.
Anggota DPR Komisi IX, Ribka Tjiptaning Tolak Divaksin Covid-19
Anggota DPR RI Komisi IX dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ribka Tjiptaning menolak divaksin. Ini alasannya
0
Mentan Ajak Ribuan Petani Bersama Antisipasi Krisis Pangan Global
Mentan mengajak semua pihak bersama berkontribusi terhadap upaya pencapaian ketahanan pangan.