Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berusaha mewujudkan program substitusi impor sebesar 35 persen pada tahun 2022 mendatang. Ini bertujuan untuk mendongkrak pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi Covid-19.
"Adapun empat strategi yang akan kami jalankan, yakni pendalaman struktur industri, kemandirian bahan baku dan produksi, perlunya regulasi dan insentif yang mendukung, serta pengoptimalan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN)," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pada Rapat Koordinasi Pimpinan (Rakorpim) Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) dan Kementerian/Lembaga (K/L) di Bintan, Kep. Riau, Jumat, 25 September 2020.
Supaya sasaran substitusi impor 35 persen pada 2020 cepat tercapai, kata Agus, diperlukan dukungan dan langkah sinergi dari seluruh pemangku kepentingan terkait, mulai lingkup kementerian dan lembaga hingga asosiasi industri. "Guna mengakselerasikannya, kami juga akan fokus pada implementasi peta jalan Makin Indonesia 4.0," ucapnya.
Dengan adanya dampak pandemi Covid-19, Kemenperin menambah dua sektor prioritas pada peta jalan Makin Indonesia 4.0 yakni industri farmasi dan industri alat kesehatan. Keduanya mengalami pertumbunhan dan permintaan secara signifikan di masa pandemi Covid-19 sekarang ini.
"Kami dapat pelajaran dari dampak pandemi ini, bahwa kita harus menjadi negara yang mandiri di sektor kesehatan. Jadi, ada tujuh sektor prioritas pada roadmap Making Indonesia 4.0," ujar Agus.
Sebelumnya, adapun lima sektor prioritas, seperti industri makanan dan minuman (mamin), tekstil dan pakaian, kimia, otomotif, dan elektronik. "Dari lima sektor tersebut saja sudah mempresentasikan 70 persen dari PDB industri yang ada di Indonesia, 60 persen dari ekspor industri, dan 60 persen dari penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia," kata Agus.
Agus optimistis jika inisiatif Making Indonesia 4.0 berjalan baik, Indonesia akan menjadi negara 10 besar dengan perekonomian terkuat di dunia tahun 2030.
Terkait strategi yang sudah disiapkan, ia percaya mampu menarik investasi baru dan menjaga iklim usaha di tanah air. "Dalam implementasinya, kami akan jalankan secara simultan, antara penurunan impor melalui substitusi impor pada sektor industri yang nilai impornya besar, dengan peningkatan utilisasi produksi pada seluruh sektor industri pengolahan," tutur Agus.
Kemenperin membidik utilisasi sektor manufaktur secara keseluruhan dapat mencapai 60 persen hingga akhir tahun 2020 pasca mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19. Sehingga, pada tahun 2021, utilisasi akan digenjot mencapai 75 persen dan terus dipacu sampai 85 persen di tahun 2022 mendatang.
"Sebelum hadir Covid-19 di Indonesia, utilisasi industri di Indonesia mencapai 75%. Mulai dari Juni sampai sekarang sudah mulai ada tanda pemulihan, dengan tingkat utilisasi 52%," ujar Agus.
Kinerja gemilang ini tercermin juga dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia di bulan Agustus yang berada pada level 50,8 atau menandakan sedang ekspansif.
Adapun efek positif dari peningkatan utilisasi tersebut, seperti penyerapan tenaga kerja yang terkena PHK, peningkatan kemampuan belanja dalam negeri, dan peningkatan pasar ekspor. "Strategi penurunan impor ini akan kami dorong melalui peningakatan invetasi, tentunya akan ada penyerapan tenaga kerja baru,"ujar Agus. []