Jakarta - Dua perusahaan digital, yakni e-wallet OVO dan e-commerce Bukalapak kompak mengatakan bahwa perusahaannya tidak bisa terus rugi dengan strategi bakar uang. Ketua Umum Indonesian E-commerce Association (idEA) Ignatius Untung mengatakan strategi bakar uang itu terinspirasi dari marketer digital yang terus bermunculan di era pertumbuhan bisnis digital.
Namun, kata dia strategi bakar uang sebenarnya tidak disukai oleh pendahulunya yakni marketer non digital. Sebab tidak sesuai dengan ilmu marketing sebenarnya.
1. Marketer Digital
Marketer digital menurut Ignatius diberi pekerjaan rumah (PR) sebuah target untuk mengakselerasi bisnis sesegera mungkin dari perusahaannya. "Karena bisnis modelnya begtiu, e-commerce itu, e-paymet, fintech segala macem kan memikirkan gimana caranya growthnya cepet," ucap Ignatius kepada Tagar, Minggu, 15 Desember 2019.
Setelah budget yang diberikan saat awal diminta memasarkan habis, marketer digital menurutnya akan minta uang lagi. "Nanti naik lagi growth naik lagi, minta lagi, gitu terus, muter. Kalau growthnya lambat dianggap orang tidak butuh produknya. Makanya cara untuk mempercepat growthnya dengan diskon," ucap dia.
Marketer digital pun menurutnya kebanyakan masih muda yang tak tahu dengan ilmu marketing dasar. Mereka tanpa peduli mengcopy strategi tanpa melakukan pengecekan produknya bagus atau tidak.
Baca juga: Pengguna OVO Tak Bisa Lagi Top Up di Alfamart
2. Marketer Non Digital
Berbeda dengan merketer digital, ia menuturkan marketer non digital cenderung tidak suka bakar uang. "Enggak suka ngasih diskon, karena bahwa benar apa namanya diskon itu membuat orang membeli iya. Nah, tapi sebenarnya ilmu marketing yang benar itu harus mikirin long termnya," ujarnya.
Ia menjelaskan diskon itu hanya berlaku untuk produk yang kualitasnya bagus kemudian dilakukan percobaan. Setelah terbukti produknya bagus baru dikenalkan ke pasar.
"Orang belum mau coba dong, karena ah semua juga bilang bagus, makanya dikasih diskon supaya diskon ini, boleh kok dicoba. Setelah dicoba produknya dia bagus, dia suka tanpa diskon pun dia kan beli lagi, kan gitu kan," tuturnya.
Marketer non digital menurutnya juga mengerti bahwa harga itu pengaruh terhadap persepsi brand.
"Kalau harganya diturunin persepsi brandnya jadi rusak gitu. Lihatlah, brand-brand mahal mana ngasih diskon sih karena mereka ngejaga. Nah, orang marketer digital ini tidak begitu mengerti itu," ucap Ignatius.