Stanislaus: Gatot Nurmantyo Nyapres Tanpa Partai Politik

Pengamat intelijen, Stanislaus Riyanta menilai Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mendirikan KAMI sebagai batu lompatan menjadi calon presiden.
Stanislaus Riyanta. (Foto: Tagar/Istimewa)

Jakarta - Pengamat Sosial Politik, Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta menilai Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mendirikan KAMI sebagai batu lompatan menjadi presiden di masa mendatang. Kami dideklarasikan Gatot, karena dia tidak punya partai politik.

"Tujuan sudah jelas, Gatot sudah nyatakan siap jadi presiden, ini suatu lompatan untuk meraih karir yang lebih tinggi. Opsi untuk membentuk KAMI, karena Dia gak punya partai politik, bukan pula bagian dari partai politik," ujar Stanis diwawancara Tagar TV, Kamis, 15 Oktober 2020.

Menurutnya, Gatot lebih leluasa mempopulerkan diri melalui organisasi KAMI dibandingkan harus bergabung dengan partai politik.

"Jika di parpol, tentu di sana sudah ada seniornya atau tokoh pendahulu dengan visi-misi yang berbeda. Makanya dibutuhkan sebuah platform yang beliau desain sendiri, dengan arah sendiri. Dengan platform ini dia bisa bekerjasama dengan orang yang beliau percaya," imbuhnya.

Ditanya seberapa besar kemungkinan Gatot menjadi kandidat calon presiden tahun 2024, Stanis menyebut semua orang memiliki peluang yang hampir sama. Ktanya, peta politik di Indonesia sulit ditebak.

"Pak SBY dari memulai dari kursi menteri, kemudian menjauh dari Ibu Mega lalu mencalonkan diri dan menang. Pak Jokowi dari Wali Kota ke Gubernur lalu dalam waktu singkat jadi presiden. Siapapun bisa jadi presiden, karena politik Indonesia dinamis," sebutnya.

Pergerakan sosial yang disebut-sebut sebagai motto oleh deklarator KAMI, kata Stanis, justru semakin menunjukkan KAMI adalah kelompok politis, karena memang ingin meraih kekuasaan. Hal ini adalah wajar, katanya, selama untuk menyuarakan ide dan pendapat.

“Apapun itu tujuannya, (klaim KAMI sebagai gerakan sosial) hanya sebagai daya tarik agar masyarakat berniat bergabung. Selama menyuarakan pendapat tidak mengandung fitnah, hoaks itu sah-sah saja," katanya.

Ditanyakan apakah kehadiran KAMI sebagai perkumpulan orang-orang yang sakit hati terhadap pemerintahan Jokowi, Stanis tidak menampik kemungkinan itu. Baginya, barisan oposisi bisa juga berasal dari kelompok tertentu yang mengkritisi dan berseberangan dengan pemerintah.

"Itu wajar saja. Kemudian jika ada pihak memberi label sakit hati, itupun sah-sah saja. Apalagi jika terbukti ada beberapa tokohnya yang pernah berada di barisan pemerintah lalu diberhentikan karena alasan tertentu. Kemudian mereka menjadi satu kelompok, tentu label sakit hati itu wajar-wajar pula," ujarnya.

"Untuk membangun sebuah grup, harus ada kesamaan frekuensi. Jika kesamaan frekuensinya adalah sama-sama tidak menyukai pemerintah kemudian berkumpul jadi satu, ya, (label) itu pas," imbuh mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia itu.


Ditanyakan tentang kemungkinan sosok Din Syamsudin untuk menjadi calon presiden lainnya, Stanis justru berharap pencalonan semakin banyak dan beragam.

"Semakin banyak pilihan semakin bagus. Akan repot jika hanya dua pilihan saja. Semakin banyak kader, semakin bagus. Maka, ayo dari sekarang berlomba-lomba mempopuplerkan diri. Semakin sejak dini menyatakan jadi calon presiden, lebih bisa dipantau track recordnya seperti apa. Jika hanya mencalonkan di menit-menit akhir, akan sulit dipantau," pungkasnya.[]


Berita terkait
Rocky Gerung: Kenapa Tidak Tangkap saja SBY atau Gatot?
Rocky Gerung menilai penangkapan aktivis KAMI lebih mudah daripada menangkap SBY ataupun Gatot Nurmantyo.
Dinasti Politik Jokowi Meniru SBY, Mega atau Denny Siregar?
Andri Rusta menilai Presiden Jokowi dan keluarga terjebak oleh manisnya kekuasaan, Denny Siregar tak sependapat Jokowi meniru SBY atau Mega.
Minta Prabowo Jemput Habib Rizieq, Tokoh Ini Diciduk Polisi
Syahganda Nainggolan menyarankan Prabowo Subianto untuk menjemput Habib Rizieq Shihab. Syahganda diciduk Bareskrim Polri di Depok.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)