Jakarta - Raja Malaysia yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah resmi melantik Ismail Sabri Yaakob sebagai Perdana Menteri Malaysia, menggantikan Muhyiddin Yassin.
Pelantikan dilakukan di Istana Kerajaan Malaysia di Kuala Lumpur, pada 21 Agustus 2021. Ismail Sabri mengucapkan sumpah jabatan di depan raja dan pemimpin koalisi lainnya, termasuk mantan perdana menteri Malaysia, Najib Razak.
Sultan Abdullah menunjuk Ismail sebagai perdana menteri setelah Organisasi Nasional Melayu Bersatu atau UMNO menarik dukungan dari Pemerintahan Muhyiddin.
UMNO sendiri adalah partai politik terbesar di Malaysia. Hal itu pun membuat Muhyiddin dan seluruh anggota kabinet mengundurkan diri pada 16 Agustus 2021, setelah menjabat selama 17 bulan.
Ismail Sabri Yaakob yang lahir pada 18 Januari 1960, adalah seorang politikus senior di Malaysia. Awalnya, ia dikenal sebagai pengacara pada era 80-an. Kemudian pada tahun 90-an, Ismail memasuki dunia politik dan dipercaya menjadi anggota dewan Kota Temerloh, tepatnya pada tahun 1996.
- Baca Juga: Anwar Ibrahim Salah Satu Kandidat Perdana Menteri Malaysia
- Baca Juga: Pertarungan Politik Rebut Kursi Perdana Menteri Malaysia
Ismail Sabri, yang kini berusia 61 tahun, sebelumnya bekerja sebagai pengacara mulai tahun 1985. Setelah terjun ke dunia politik, jebolan fakultas hukum Universitas Malaya ini sempat memegang beberapa jabatan menteri di pemerintahan Malaysia.
Ismail Sabri sebenarnya juga sosok yang juga cukup kontroversial. Pada tahun 2015, saat menjabat sebagai menteri perdagangan, ia menimbulkan kontroversi ketika mendesak konsumen Melayu untuk memboikot bisnis China yang mengambil untung.
- Baca Juga: Anwar Ibrahim Jadi Perdana Menteri Malaysia pada 2020
- Baca Juga: Partai Kunci Aliansi Malaysia Tarik Dukungan Untuk PM Muhyiddin
Tidak berhenti di sana, ia juga dikecam karena mendukung industri vaping, yang didominasi oleh orang Melayu. Padahal ada peringatan kesehatan dari kementerian kesehatan.
Dalam jajak pendapat 2018, Ismail Sabri sempat membuat pernyataan kontroversial. Ia memperingatkan bahwa setiap satu suara untuk oposisi, akan sama dengan menghilangkan hak istimewa yang diberikan kepada orang Melayu di bawah program tindakan afirmatif, yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
(Azzahrah Dzakiyah Nur Azizah)