SMP Marginal di Sleman Dikagumi Menteri dari Australia

Ia merasa penasaran setelah mendengar sekolah yang bukan pilihan favorit para orangtua justru menerapkan metode Gerakan Sekolah Menyenangkan.
Menteri Pendidikan Victoria, Australia, James Merlino, mengunjungi SMPN 2 Sleman, Jumat 20 September 2019. (Foto: Tagar/Switzy Sabandar)

Sleman- Menteri Pendidikan Negara Bagian Victoria Australia, James Merlino, mengunjungi SMPN 2 Sleman, Jumat 20 September 2019.

Ia datang bersama dengan empat stafnya, yakni Chris Carpenter, Jenny Atta, Brett Stevens, dan Sophie Colquitt serta didampingi pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal.

Kedatangan Merlino untuk yang pertama kalinya ke DIY ini untuk melihat secara langsung sistem pendidikan dan pembelajaran di sekolah itu.

Ia merasa penasaran setelah mendengar sekolah yang bukan pilihan favorit para orangtua justru menerapkan metode Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM).

Dia berinteraksi langsung dengan para siswa, berbincang, bahkan membatik bersama. Pada kesempatan itu, Merlino justru mendapat pengetahuan tentang ragam batik yang ada di Yogyakarta.

"Saya mengambil contoh sekolah ini dan memutuskan berkunjung ke sini dan ternyata tidak mengecewakan, sekolah marginal justru mampu menerapkan prinsip pendidikan taraf global," ujar Merlino.

Ia menilai sistem pembelajaran di SMPN 2 Sleman mirip dengan sekolah-sekolah di Victoria. Belajar di sekolah menyenangkan dan murid terlihat lebih bahagia karena bisa mengekspresikan diri dan minatnya.

Rizal sebagai penggagas GSM menilai gerakan akar rumput ini berawal dari keprihatinan terhadap kesenjangan pendidikan di Indonesia.

Ketimpangan kualitas pendidikan yang selama ini kasat mata pun pelan-pelan akan terkikis oleh transformasi akar rumput

"Jika membandingkan keberadaan sekolah-sekolah mahal yang jadi unggulan dengan sekolah pinggiran non-favorit, tentu kesenjangan itu akan terasa," tuturnya.

Ia menilai sekolah favorit selalu didukung dengan infrastruktur mewah, guru-guru pengajar yang lebih berpengalaman. Kemudian disusul oleh masuknya murid-murid yang nilai akademiknya sudah lebih dulu di atas rata-rata. Sebaliknya, sekolah pinggiran harus berjuang keras untuk sekadar bertahan hidup.

Menurut Rizal, sekolah-sekolah pinggiran ternyata memiliki potensi yang tidak kalah dari sekolah favorit. Mereka tidak punya beban mental untuk mengadopsi hal-hal baru seperti perubahan pola pikir dan orientasi pendidikan di era digital ini.

Melalui GSM, para guru dan kepala sekolah akan diberi pemahaman baru mengenai konsep belajar dan mengajar. Pembelajaran tidak lagi mengedepankan akademik, melainkan membuat pengetahuan bernilai lebih yang berguna untuk kehidupan.

Secara teknis, GSM mengusung metode pembelajaran karakter dan empati. Mekanisme pembelajaran lebih banyak diskusi dan turun ke lapangan. Pekerjaan rumah banyak berkurang, demikian pula hapalan. Namun, murid justru mengerti materi yang diajarkan.

Sejauh ini, GSM telah menyebarkan pengaruh ke berbagai area di Indonesia, termasuk Yogyakarta, Semarang, Tebuireng, Tangerang, hingga beberapa kota di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.

Di Sleman terdapat 48 sekolah model yang sudah menyebarkan imbasnya kepada lebih dari ratusan sekolah.

"Harapannya, dengan meluaskan gerakan ini, ketimpangan kualitas pendidikan yang selama ini kasat mata pun pelan-pelan akan terkikis oleh transformasi akar rumput," kata Rizal.

Kepala Dinas Pendidikan Sleman Sri Winanti sepakat dengan metode pembelajaran GSM. Ia mengapresiasi dan menjanjikan peraturan bupati GSM di Sleman. []

Berita terkait
Bule Ikut Iuran Bedah Rumah di Yogyakarta
Pelajar asing di SMAN 3 Yogyakarta tampak ceria mengenakan pakaian khas Jawa, menyemarakkan pesta ulang tahun sekolah.
Peran Tionghoa di Yogyakarta yang Terkubur Sejarah
Warga Tionghoa sudah menempati Yogyakarta sejak ratusan tahun silam. Ini sejarahnya
Hukuman Push Up dan Bernyanyi Buat Warga Yogyakarta
Pelanggar perlintasan kereta api di Yogyakarta, dihukum dengan cara push up dan bernyanyi di depan petugas.