TAGAR.id, Jakarta - Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dan sharing ilmu dengan pelaku UMKM di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan, Jakarta Selatan.
Kegiatan pengabdian masyarakat yang diketuai oleh Dr. Palupi Lindiasari Samputra di laksanakan pada Rabu, 21 Juni 2023. SKSG UI menggali pengalaman kemampuan UMKM beradaptasi saat pandemi Covid-19 hingga setelah pandemi.
Dra Agnes Sri Poerbasari menegaskan, hal ini penting dalam mengukur tingkat ketahanan UMKM dalam menghadapi resiko-resiko usaha akibat faktor eksternal yang makin sulit terprediksi
"Di tengah iklim usaha yang bersaing sangat ketat dibutuhkan upaya UMKM dalam berinovasi dengan memanfaatkan teknologi," ujarnya.
Terdapat empat jenis bidang usaha kuliner khas betawi di antaranya usaha Bir Pletok, Kembang Goyang, Selendang Mayang dan Ondel-ondel. Produk-produk tersebut tidak hanya sekedar produk komoditas yang diperjualbelikan, namun memiliki arti penting yang sarat nilai dan budaya Betawi.
Untuk mendorong usaha sekaligus melestarikan budaya betawi, Dr. Syaiful Amri sebagai fasilitator sekaligus ahli budaya betawi dalam FGD ini menjelaskan pemerintah DKI telah menerbitkan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi.
"Dua di antaranya yaitu ondel-ondel dan bir pletok termasuk dalam 8 ikon budaya betawi. Ini menunjukan komitmen pemerintah dalam melestarikan budaya betawi sekaligus upaya mendorong kesejahteraan masyarakat betawi," katanya.
Masa pandemi berdampak langsung dan signifikan pada pendapatan usaha UMKM. Khususnya usaha kuliner yang paling terdampak karena lebih mengandalkan tatap muka langsung dengan pelanggan. Kehadiran sosial media maupun e-commerce kurang berdampak bagi pendapatan UMKM tersebut.
Dari sharing pengalaman antar pelaku usaha dapat disimpulkan kebutuhan mendesak yang mereka hadapi saat pandemi adalah bantuan dari komunitas maupun pemerintah dalam menjamin kehidupan sehari-hari mereka di jangka pendek.

Dr. Palupi Lindiasari menjelaskan, jika pemerintah berkomitmen menerapkan prinsip ekonomi Pancasila, maka prinsip usaha gotong-royong dapat diterapkan bagi pelaku usaha, yang tidak sekedar dilakukan pada kondisi krisis atau dalam hal ini pandemi melainkan juga kondisi normal.
"Perlu upaya mengedukasi UMKM bahwa usaha berprinsip kekeluargaan dapat menguatkan ketahanan usaha mereka baik dalam menghadapi kondisi buruk maupun bagi ke langsungan usaha jangka panjang," ungkapnya.
Sehingga, tegas Palupi, kunci utama ekonomi Pancasila ada pada daya gotong-royong antar sesama pelaku usaha baik sesama pelaku usaha kecil, maupun dengan usaha besar. Palupi menangkap harapan yang sama di antara pelaku usaha untuk saling bantu-membantu pada kondisi apa pun.[]