Singapura Resesi, Sinyal Bahaya Sektor Swasta Indonesia

Resesi ekonomi Singapura menjadi sinyal bahaya bagi pelaku swasta di Indonesia karena negara itu menjadi salah satu pemberi utang luar negeri.
Halimah Yacob (Foto: tnp.sg)

Mataram - Pengamat Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menyebutkan, resesi ekonomi Singapura menjadi sinyal bahaya bagi pelaku swasta di Indonesia. Pasalnya, Singapura menjadi salah satu negara pemberi utang luar negeri (ULN) terbesar ke swasta Indonesia, sehingga kontraksi atau pertumbuhan negatif akan berdampak pada penyesuaian pemberian utang dari Singapura ke swasta di Indonesia.

"Dengan resesi ini, pihak swasta di Indonesia bukan tidak mungkin akan kesulitan mencari pembiayaan untuk beragam aksi korporasi seperti  ekspansi usaha," kata Yusuf kepada Tagar, Selasa, 14 Juli 2020.

Baca Juga: Ekonomi Singapura Keok oleh Virus Corona 

Penting bagi pemerintah, secara konsisten, memantau proses pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Menurutnya, kalau pun mengambil dari Singapura, biaya kemungkinan kan sedikit mahal. "Padahal seperti kita ketahui, likuiditas di dalam negeri sangat terbatas. Apalagi di tengah besarnya kebutuhan pembiayaan fiskal pemerintah," tutur Yusuf.

Beruntung, sumbangan ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih relatif kecil dibandingkan pos lain, seperti rumah tangga atau investasi. Untuk itu, kata Yusuf, penting bagi pemerintah, secara konsisten, memantau proses pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19. 

Terlebih, Indonesia telah menargetkan pemulihan ekonomi pada kuartal III. Kendati demikian, pemulihan ekonomi juga tidak boleh mengalihkan fokus pemerintah dalam upaya menekan angka kasus virus corona Covid-19  yang sejauh ini masih mengalami tren kenaikan.

"Meminjam istilah Pak Jokowi 'gas-rem', saat ini gasnya perlu dimainkan lebih dalam, untuk mengurangi kasus covid-19. Selama kasusnya belum melambat, agak sulit berharap ekonomi bisa pulih lebih cepat. Bukan tidak mungkin, kita akan bernasib seperti Singapura dan beberapa negara lain yang sudah terkena resesi," ucap pengamat alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah itu. .

Sementara itu, Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) Singapura telah mengonfirmasi negara tersebut tengah dalam kondisi resesi. Merujuk pada data MTI, ekonomi Singapura mengalami kontraksi 41,2% di kuartal II 2020. Sedangkan, secara tahun ke tahun (YoY) produk domestik bruto (PDB) anjlok 12,6%.

Sebelumnya, sebagai langkah pencegahan penyebaran dan penularan Covid-19 di Singapura, negara pimpinan Halimah Yacob itu telah menerapkan kebijakan semi lockdown, circuit breaker, sejak 7 April hingga 1 Juni 2020.

Simak Pula: Covid-19 di Singapura Fenomena Bagi Negara Tersehat

"Circuit breaker diberlakukan pada 7 April hingga 1 Juni untuk memperlambat penyebaran virus corona, yang membuat penutupan perkantoran non-esensial. Selain itu, terjadi pula penurunan permintaan eksternal karena pandemi Covid-19," bunyi pernyataan tertulis Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura. []

Berita terkait
Singapura Uji Klinis Remdesivir untuk Covid-19
Dokter di Singapura akan menggunakan remdesivir - obat yang awalnya untuk Ebola - untuk mengobati pasien Covid-19 sebagai bagian dari uji klinis.
Ekonomi Singapura Keok oleh Virus Corona
Singapura kemungkinan memasuki masa resesi karena prospek ekonomi yang melemah setelah imbas wabah virus corona.
Singapura Anggap Pendatang Pengidap Covid-19 Beban
Singapura anggap pendatang pengidap Covid-19 sebagai beban tapi tidak dipulangkan hanya saja harus bayar biaya perawatan di rumah sakit
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.