Sinergi Kemenparekraf - Garuda Indonesia Bangkitkan Destinasi Bromo

Garuda Indonesia - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bersinergi bangkitkan destinasi wisata Gunung Bromo di tengah pandemi
Kendaraan jeep utamanya untuk membelah pasir berbisik di Bromo. Kemenparekraf dan Garuda Indonesia bersinergi bangkitkan pariwisata. (foto: Tagar/Morteza Albanna).

Jakarta - Wanita muda itu berjalan pelan mengitari penanjakan Gunung Bromo. Tangannya menggenggam plastik merah berisikan sembilan bunga eidelweiss hasil budi daya dari kebunnya, hendak ia jual kepada para wisatawan yang mengunjungi gunung berketinggian 2.393 mdpl tersebut.

Pagi itu, hanya terlihat sorot mata tajam saja dari wanita bernama asli Fanny. Hidungnya rapat tertutup masker. Sementara pada bagian kepala dan sekujur badan ia pasangi ponco, dipadupadankan dengan sarung sewek (kain khas Tengger). Ia bilang supaya hangat, karena hari itu langit sedang menangis, tak henti-hentinya menitikkan hujan.

Tentu saja hujan pagi di Bromo menimbulkan kekecewaan para pelancong, yang sedianya sudah terjaga sejak pukul tiga pagi, demi melihat pesona matahari terbit beserta lanskap jajaran Pegunungan Tengger hingga menatap si atap Jawa, Gunung Semeru. Namun, karena hantaman badai pagi, tiada panorama indah terlihat, jarak pandang saja hanya 20 meter. Mungkin pagi itu saya memang belum mujur, diharuskan datang lagi ke sini di luar musim hujan.

Akan tetapi, hujan pagi itu justru memberi berkah bagi Fanny. Sebab, selain berjualan bunga eidelweiss hasil budidaya di kebunnya, matras hitam yang ia tenteng pun laris manis disewa pewisata. Hari itu, saku celananya nampak tebal berisikan warna-warni kertas rupiah.

Baca juga: Aturan Jika Wisata Gunung Bromo Kembali Dibuka

BromoPedagang eidelweiss di Bromo bernama Fanny tengah menjajakan dagangannya ke pendatang atau wisatawan. (foto: Tagar/Morteza Albanna).

Dengan wajah semringah, wanita 23 tahun ini mengaku memang sudah lama tidak mengantongi segepok uang. Musababnya adalah hantaman pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai. Syukurnya, kata Fanny, sudah 45 hari ini pariwisata Bromo mulai dibuka kembali. Otomatis, cuan pun mengalir kembali, semata untuk membiaya si buah hati yang saat ini duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar (SD).

Fanny bercerita, hantaman pandemi Covid-19 ini sangat nyata menjadi pukulan telak bagi dirinya beserta Suku Tengger yang sehari-hari mencari nafkah di penanjakan Gunung Bromo.

Selagi pariwisata Bromo ditutup total lebih dari setengah tahun, ia berfokus mencari nafkah memanfaatkan keberadaan pekarangan untuk menanam kubis, kol, kentang, tomat, cabai, hingga membudidayakan tanaman eidelweiss. Fanny secara terbuka berkata apa adanya, kalau dari hasil tani saja, tentu ngepas untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Kemudian, ia mengungkap betapa pentingnya Hari Kasada. Sekitar Agustus 2020 kemarin, ia bersama Suku Tengger lainnya turun ke bawah kawah Bromo, menunaikan ritual tahunan, dengan membawa buah tangan seperti sayur mayur, buah-buahan dan lainnya.

"Dibuat sesaji. Satu tahun sekali, satu kabupaten, semoga hasil tanam lancar, dikasih rezeki, hewan biar hidup, pengunjung (pelancong) datang lagi. Itu bentuk rasa terima kasih Suku Tengger ke Bromo," ucapnya kepada Tagar di titik penanjakan Bromo, Probolinggo, pada Rabu, 9 Desember 2020.

BromoSuku Tengger yang menyewakan kuda di pasir berbisik Bromo. (foto: Tagar/Morteza Albanna).

Ia pun bersama Suku Tengger lainnya yang setiap hari mencari rezeki di titik penanjakan Bromo, mengaku sudah lama sekali tak menjajakan eidelweiss, tikar, sarung tangan, udeng, hingga cinderamata yang berkaitan dengan Gunung Bromo ke pengunjung. Padahal, keberadaan warga asli di penanjakan tidak akan lama. Karena, sekitar pukul 08.00-09.00 WIB, mereka harus turun bertani lagi ke ladang.

Jadi, kedatangan wisatawan ke Bromo, sangat lah membantu kebangkitan perekonomian warga sekitar. Fanny pun berharap mata rantai corona lekas berakhir, supaya banyak pelancong kembali mendatangi kawasan Bromo, Tengger, Semeru seperti sediakala.

Hal senada dikatakan Joko. Pria berkumis ini sehari-hari bekerja sebagai pengemudi jeep. Jeep merupakan kendaraan utama yang membawa wisatawan membelah lautan pasir Bromo, menggapai titik penanjakan matahari terbit.

Dengan nada sedikit jengkel ia bilang, pandemi corona ini betul-betul membuatnya terpukul hampir tak berdaya. Betapa tidak, sudah 15 tahun ini ia bertugas mengantar pelancong ke Bromo. Namun, baru pada tahun 2020 ini pariwisata lokal dianggapnya mati suri, syukurnya mulai berdetak lagi Oktober-November 2020.

Baca juga: Jumat, Wisata Gunung Bromo Mulai Dibuka Terbatas

Jadi, dari Maret sampai Oktober 2020, Joko memilih banting setir menjadi petani dadakan. Bahkan, jadi kuli harian pembangunan jalan pun sanggup ia lakoni. Pokoknya, segala usaha akan ia coba untuk tetap bertahan hidup.

Sambil tertawa terbahak-bahak, ia menceritakan kenangan pahit saat dirinya berhasil memanen sayur yang hanya dihargai di pasaran Rp500 per kilogram. Alhasil, sayur mayur yang ia tanam itu dikonsumsi sendiri, ditumpuk, hingga pada akhirnya ada yang membusuk.

"Kalau dihargai Rp1.500-Rp2.000 kita masih dapat untung. Kita sudah coba tawarkan sayur ke Semarang, kemana-mana saya siap antar. Tapi ndak ada yang mau. Ini daya beli masyarakat yang enggak ada toh," ucapnya sambil terkekeh.

BromoJeep yang mengantarkan wisatawan selama berwisata di Bromo. (foto: Tagar/Morteza Albanna).

Maka itu, bapak tiga anak ini amat mengharapkan situasi di Indonesia pada tahun 2021 mendatang berangsur membaik, tidak seperti tahun 2020 yang pilu. Besar harapannya, wisatawan mulai memberanikan diri berpelesir dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat seperti yang selalu ditekankan oleh pemerintah, agar setelah berwisata tidak ada kasus terpapar wabah menular dari Bromo.

Sementara, SubKoordinator Pemasaran Pariwisata Regional I Area IVB Kemenparekraf untuk pasar Australia, Nurdiansyah, yang ikut turun membantu pemulihan pasar wisata domestik, mengaku optimis sektor pariwisata Indonesia secara perlahan namun pasti akan beranjak pulih. 

Namun, ia menekankan, bagi wisatawan yang hendak mendatangi Bromo harus mengindahkan standar protokol CHSE (Cleanliness, Health, Safety & Environment Sustainability), dan disarankan jika tujuan utama pengunjung Bromo ingin melihat sunrise mohon ditunda dahulu lantaran kondisi cuaca sedang kurang bagus.

"Protokol itu (CHSE) harus dipatuhi, agar tidak ada penumpukan massa pengunjung di lokasi wisata. Hal itu supaya orang yang berwisata bisa pulang ke rumah tetap dalam kondisi sehat. Kemenparekraf juga sedang gencar memberikan sertifikasi CHSE (InDOnesia CARE) secara gratis kepada industri pariwisata di seluruh Indonesia" ucapnya kepada Tagar, Rabu, 9 Desember 2020.

Namun demikian, ia mengharapkan masyarakat bisa menunggu pengumuman resmi dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengenai strategi berwisata di tengah pandemi.

"Tunggu pengumuman Pak Menteri ya, mungkin nanti ada penjelasan komprehensif supaya masyarakat tetap bisa berwisata dengan aman," ujarnya.

Pantauan Tagar di lokasi penanjakan Bromo, sudah ada pembuatan tanda kuning physical distancing, agar pengunjung bisa menjaga jarak aman. Sayangnya, belum terlihat pihak Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 di lokasi wisata tersebut.

Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan, prioritas kesehatan menjadi hal yang paling utama saat ini.

“Maka penerapan sertifikasi CHSE di setiap destinasi wisata menjadi sangat penting untuk sektor pariwisata khususnya bagi pelaku usaha hotel dan restoran untuk memulihkan kepercayaan wisatawan,” katanya dikutip dari Antara, Selasa, 8 Desember 2020.

Ia menjelaskan sertifikasi CHSE ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk dan pelayanan yang diberikan sudah memenuhi protokol kesehatan.

Sinergi Garuda Indonesia dan Kemenparekraf Bangkitkan Pariwisata

Garuda IndonesiaLogo Garuda Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta (foto: Tagar/Morteza Albanna).

Tagar mendapat kesempatan meninjau kondisi Bromo pada awal Desember 2020. Acara ini diadakan oleh pihak Garuda Indonesia bersinergi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Sejak tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta (Bandara Soetta), Tangerang, pada Selasa dini hari, 8 Desember 2020, nampak situasi industri penerbangan sudah amat berbeda tak seperti sediakala. Tentunya lebih ketat lagi, karena setiap orang diwajibkan memerlihatkan hasil rapid test nonreaktif Covid-19.

Terdapat satu konter khusus untuk melakukan pengecekan suhu tubuh dan juga dokumen bagi pihak yang menggunakan jasa penerbangan, termasuk pemeriksaan dokumen rapid test dengan hasil nonreaktif oleh pihak Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Internasional Soekarno Hatta. Nampak juga, mereka patuh untuk menjaga selalu physical distancing.

Terlihat juga banyak disinfektan dan sarana mencuci tangan dengan aliran air yang baik. Petugas di bandara tentu akan menegur penumpang apabila tidak mengindahkan protokol kesehatan, semisal abai tidak mengenakan masker.

Setelah itu, Tagar diarahkan menuju lounge Garuda Indonesia untuk sarapan sejenak sebelum melakukan penerbangan ke Bromo.

Garuda IndonesiaPetugas di Bandara Soekarno-Hatta memastikan kebersihan penumpang. (foto: Tagar/Morteza Albanna).

Sebelum memasuki lounge milik maskapai penerbangan pelat merah tersebut, terdapat alat Automatic Hand Wash, Hand Sanitizer dan Hand Dryer, guna memastikan kondisi tangan steril dan higienis.

Baik pihak Garuda Indonesia dan Kemenparekraf betul-betul menekankan aspek Cleanliness, Health, Safety & Environment (CHSE) sudah betul-betul dijalankan di penerbangan, restoran, hotel, hingga lokasi wisata yang dikunjungi, dalam hal ini adalah Bromo.

Untuk Garuda Indonesia sendiri, sudah menjalankan kebijakan sesuai dengan yang dianjurkan pemerintah, terutama di saat proses check-in dan boarding calon penerbang betul-betul mematuhi physical distancing.

Garuda IndonesiaGaruda Indonesia menerapkan physical distancing di dalam pesawat. (foto: Tagar/Morteza Albanna).

Di dalam pesawat, nampak pramugari Garuda Indonesia melayani penumpang dengan menggunakan masker dan sarung tangan saat menyajikan inflight meals (semua dibungkus rapih dan tertutup, supaya aman sampai ke penumpang).

Di sisi bersamaan, tidak ada penumpang duduk berdempetan. Semisal terdapat tiga kursi di dalam kabin, maka dipastikan kursi tengah tidak diisi orang untuk menjaga jarak antarpenumpang.

Untuk diketahui, di pesawat Garuda Indonesia terdapat HEPA Filter yang berfungsi menyaring partikel kecil virus dan bakteri, bahkan yang terkecil antara 0,1 hingga 0,3 mikron dengan efisiensi hingga 99,995 persen. Dengan itu, udara di kabin selalu mengalir keluar dan ke dalam saat terbang karena udara terus diperbaharui setiap 2-3 menit dengan sistem tersebut. []

Berita terkait
Yadnya Kasada di Gunung Bromo Tanpa Wisatawan
Upacara Yadnya Kasada yang digelar Suku Tengger Bromo merupakan persembahan sesajen kepada Sang Hyang Widhi yang akan digelar 6-7 Juli 2020.
Wisata Gunung Ijen dan Bromo Akan Dibuka Kembali
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan wisata kawasan Gunung Ijen dan Bromo bisa dibuka setelah empat daerah sudah masuk zona kuning.
Khofifah Ngotot Bangun Kereta Gantung Kawasan Bromo
Rencana pembangunan kereta gantung oleh Khofifah Indar Parawansa sempat menuai penolakan dari sejumlah pengusaha jeep dan penyewaan kuda.
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara