Waingapu - Arena Sidang Raya Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin hangat.
Beredar kabar calon tertentu telah melakukan pertemuan khusus dan mengklaim sudah mendapat dukungan mayoritas pemegang hak suara.
Disebutkan ada upaya memasukkan pengurus partai politik yang masih aktif menjadi anggota Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI.
Menanggap hal itu, guru besar STT Jakarta Pdt Prof Benyamin Samuel Hakh, Sabtu 9 November 2019 menegaskan, gereja bukan organisasi politik praktis.
Gereja akan kehilangan fungsi kenabiannya jika gereja dikuasai oleh kelompok partai politik tertentu
Karena itu janganlah gereja ditunggangi oleh organisasi politik untuk kepentingan partai tertentu. Gereja harus berdiri di antara semua umat yang memiliki pemahaman politik yang berbeda-beda.
"Gereja tidak boleh dimasukkan ke dalam kelompok partai politik tertentu. Memang ada kebebasan dari semua gereja untuk mencalonkan warganya yang berafiliasi dengan partai tertentu. Tetapi gereja harus bijak dalam memilih. Gereja akan kehilangan fungsi kenabiannya jika gereja dikuasai oleh kelompok partai politik tertentu," ujarnya.
Ephorus Emeritus HKBP Pdt SAE Nababan LLD menyebutkan yang perlu diperhatikan adalah memilih anggota MPH dan majelis pertimbangan (MP) yang dalam pekerjaannya sehari-hari bisa menimbulkan persoalan.
"Seperti pejabat aktif yang loyalitasnya pertama-tama kepada negara. Bila terjadi sikap yang berseberangan, dia akan mengalami kesulitan. Tentang pengurus parpol yang aktif, itu tergantung orangnya. Bisa juga terjadi sama dengan pejabat pemerintah, bila terjadi sikap yang berseberangan. Hal- hal ini yang harus dipertimbangkan secara matang!" ujarnya.[]