Setelah Terpilih, Jokowi Punya Dua Tantangan Berat

Setelah terpilih jadi Presiden, Jokowi memiliki dua tantangan berat. Pernyataan itu disampaikan akademisi Unsoed, Edi Santoso.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin dalam pidato kemenangannya di Bandar Udara Halim Perdanakusuma mengatakan tidak ada lagi kosong satu maupun kosong dua. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Jakarta - Setelah terpilih sebagai Presiden dan wakil presiden, Jokowi dan Ma'ruf Amin masih memiliki dua tantangan berat, yaitu menangkal dan memerangi hoaks dan ujaran kebencian. Pernyataan itu disampaikan oleh akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman, Edi Santoso.

"Presiden dan wakil presiden terpilih masih memiliki tantangan yang berat untuk mengelola arus informasi yang kian kompleks," katanya di Purwokerto, Sabtu, seperti dilansir dari Antara.

Dosen Magister Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman itu mengatakan kebiasaan orang berkomunikasi melalui internet (dunia maya) telah memunculkan budaya baru. Dunia maya tempat orang berkomunikasi saat ini lebih dikenal dengan media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.

"Hakikat ruang dan makna terdekonstruksi sedemikian rupa, karena budaya baru, yaitu cyberculture, dan keterhubungan tanpa sekat tersebut juga memunculkan masalah-masalah baru, masifnya hoaks dan ujaran kebencian ada dalam arus budaya baru itu," tutur Edi.

Kondisi tersebut akan semakin diperparah apabila informasi yang sangat banyak itu tidak disertai dengan pengetahuan atau literasi yang memadai tentang media.

Pada akhirnya, hal yang dikhawatirkan adalah, lanjut Edi, ada orang jahat yang membuat hoaks dan ada orang baik ikut menyebarkan hoaks. Hal itu terjadi karena kesenjangan teknologi antara adopsi teknologi secara fisik dan kesiapan mental. Maka budaya literasi perlu ditingkatkan untuk mengimbangi budaya digital tersebut.

Menurut dia, pemerintah punya dua tantangan dalam hal ini, yaitu menangkal dan memerangi hoaks. Caranya, dalam konteks struktural, pemerintah bisa membuat atau menegakkan regulasi. Sedangkan dalam konteks kultural, dengan cara membangun dan mendorong literasi. Namun kendala aspek penegakan regulasi adalah kebebasan berpendapat.

"Sementara itu mendorong literasi harus mengikuti logika perubahan kultural, yakni akan memakan waktu yang lama dan harus melibatkan berbagai elemen masyarakat," ujar Edi.

Edi Santoso yakin presiden dan wakil presiden terpilih mempunyai kebijakan yang tepat dan mampu mengakomodasi harapan-harapan dari berbagai pihak dalam rangka memerangi hoaks dan ujaran kebencian. []

Baca juga:


Berita terkait