Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama pihak kepolisian melakukan pemeriksaan dan penggeledahan kantor Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin di Jalan Kapten Maulana Lubis, Medan, Jumat 18 Oktober 2019.
Dzulmi telah ditetapkan menjadi tersangka dugaan penerimaan suap setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Segel ruangan yang dilakukan usai OTT, hari ini dibuka oleh penyidik KPK.
Diberitakan sebelumnya, dalam laporannya Antara menyebutkan selain Dzulmi Eldin, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu pemberi IAN (Isa Ansyari) Kepala Dinas PUPR Kota Medan dan SFI (Syamsul Fitri Siregar) Kepala Bagian Protokoler kota Medan.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Tengku Dzulmi dan Syamsul Fitir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi: Isa Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.