Sensasi Kopi Tulang Kuburan Belanda di Malang

Aroma kopi menyerbak di TPU Nasrani Kecamatan Sukun, Kota Malang. Dilahan kuburan tersebut tumbuh pohon kopi jenis robusta dari Pokdarwis.
Ketua UPT Pemakaman Umum Kota Malang Takruni Akbar menunjukkan hasil panen buah kopi Pokdarwis Koeboeran Londo TPU Nasrani Sukun, Kota Malang. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Malang – Makam-makam jemaat nasrani bermodel kotak panjang dengan ragam ukuran berjejer rapi dan tampak bersih menjadi pemandangan pertama saat memasuki Tempat Pemakaman Umum (TPU) Nasrani di Kecamatan Sukun, Kota Malang. Disela-selanya, pohon-pohon kopi jenis robusta setinggi setengah hingga satu meter lebih tumbuh subur menghiasi makam-makam berbahan batu marmer dan granit itu.

Mengenakan topi caping, berkaos hitam serta memakai sepatu boot abu-abu selutut, jari jemari Aditya Gerhana Putra tampak begitu lihai memetik satu persatu buah kopi berwarna merah hitam dari dahan pohon dan memasukkan ke keranjang bambu ditangan kirinya.

Saat ini, sebagian pohon kopi sudah mulai masuk masa panen. Tapi, ada juga sebagian yang masih berbunga dan baru berbuah

Ketika buah kopi di keranjang sudah tampak penuh serta dipohonnya sudah habis. Aditya memindahkan ke tampah bambu tidak jauh dari tempatnya memetik dan berpaling ke pohon kopi selanjutnya di sela-sela makam lain.

”Saat ini, sebagian pohon kopi sudah mulai masuk masa panen. Tapi, ada juga sebagian yang masih berbunga dan baru berbuah,” kata pemuda 20 tahun ini disela-sela memetik buah kopi di pohon yang tertanam di antara makam seseorang bernama Agustinus Sadji dan Hilarion Soeharman.

Setiap memanen, Aditya mengatakan tidak semua buah kopi bisa dipetik. Melainkan harus memilih buah kopi yang sudah benar-benar matang dengan ditandai berwarna merah kehitam-kehitaman. Sedangkan buah kopi yang masih berwarna hijau dan kuning dibiarkan hingga nantinya siap untuk dipanen.

”Buah kopi seperti ini yang kita panen. Kalau buahnya masih seperti ini (berwarna hijau dan kuning), kita biarkan dahulu. Tunggu sampai merah dan baru kita panen,” ujar anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Koeboeran Londo (Kuburan Belanda) TPU Nasrani Kecamatan Sukun, Kota Malang ini, Jumat, 19 Juni 2020.

Selain memanen buah kopi, bersama beberapa anggota Pokdarwis Koeboeran Londo lainnya. Dia menyebutkan sesekali juga tidak lupa membersihkan daun-daun kering dan merapikan bunga pohon kopi serta selalu membersihkan lingkungan sekitar makam agar selalu terlihat bersih dan enak dipandang.

Sementara itu Ketua Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemakaman Umum Kota Malang Takruni Akbar tidak ketinggalan ikut nimbrung dan menemami para anggota Pokdarwis Koeboeran Londo Kota Malang itu memanen kopi.

Dengan mengenakan kaos hitam, kacamata dicantolkan dan memakai topi caping serta sepatu boot selutut, Takruni memetik dan mengumpulkannya di tampah bambu berisi buah kopi hasil panen. Takruni menceritakan kurang lebih sudah ada 5.400 pohon kopi berjenis robusta tumbuh subur di kuburan seluas 10 hektar tersebut sejak mulai memanam pada Maret 2017 silam.

”Kita tanam itu sejak Maret 2017 dan secara bertahap. Setiap tahun sekitar 1.500 pohon kami tanam dan terus bertahap hingga mencapai jumlah sekarang ini,” ujarnya kepada Tagar sambil memetik dan meletakkan buah kopinya di tampah bambu.

Hal tersebut dilakukannya dengan tujuan agar ada keseimbangan dalam pertumbuhan pohon kopi dalam setiap tahunnya. Sehingga, ketika saat musim kemarau tiba dikatakannya ada beberapa pohon memasuki masa panen. Sedangkan beberapa pohon lain memasuki masa berbunga dan berbuah.

”Sekarang ini, sebagian (pohon kopi) sudah memasuki masa panen. Mungkin, dua minggu lagi makam di sini aromanya bukan lagi aroma jenazah. Melainkan aroma kopi,” kata bapak 52 tahun ini.

”Soalnya kan, ketika sebagian pohon (kopi) ada yang panen. Pohon lainnya itu ada yang baru berbunga dan berbuah. Nah, itulah yang membuat aroma kopinya di sini ini sangat semerbak,” tuturnya.

Dengan adanya pohon kopi sebanyak itu, Takruni menyebutkan bisa memanen buah kopi sebanyak dua kali ketika masa panen seperti tahun sekarang ini. Bahkan, sekali panen buah kopi bisa mendapatkan kopi seberat satu kuintal.

”Di tahun kemarin, kami panen kopi itu masih hampir satu kuintal. Kalau sekarang ini sudah satu kuintal lebih. Ya karena pohon-pohonnya itu sudah lebat sekali,” ujarnya.

Kopi Tulang MalangPohon kopi jenis robusta tampak tumbuh dengan suburnya di antara dua makam seseorang di TPU Nasrani Sukun, Kota Malang. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Tidak Merusak Area Makam dan Jadi Sumber Oksigen

Aksi menanam kopi robusta tersebut sudah berlangsung selama tiga tahun di TPU Nasrasni Kecamatan Sukun Kota Malang. Dia menjelaskan dipilihnya kopi robusta atau bernama lain coffea canephora ini karena ada beberapa faktor dan pertimbangan.

Dipaparkannya yaitu karena melihat kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Malang semakin menipis. Sehingga, UPT Pemakam Umum Kota Malang bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang mempuyai ide untuk menjadikan komplek pemakaman multifungsi yaitu bisa ditanami pohon dengan tidak mengganggu tempat peristirahatan terakhir manusia ini.

”Kami berkomitmen, bagaimana makam-makam umum di Kota Malang ini dijadikan semacam pabrik oksigen segar. Selain ruang terbuka hijau semakin banyak. Keseimbangan kehidupan juga terjaga karena produksi oksigennya jadi melimpah,” tuturnya.

Setelah melakukan analisis, meminta saran akademisi di bidang pertanian serta uji coba menanam beberapa pohon. Kemudian, dia menyampaikan dipilihlah pohon kopi jenis robusta untuk ditanam di beberapa tempat pemakaman umum di Kota Malang dengan salah satunya yaitu TPU Nasrani di Kecamatan Sukun itu.

Kopi Tulang MalangAditya Gerhana Putra, 20 tahun, memetik buah kopi di pohon yang tertanam di anatara dua makam seseorang di TPU Nasrani Sukun, Kota Malang. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Alasannya, kata Takruni, jenis dan karakteristik pohon kopi tidak besar, memiliki akar kecil serta sangat cocok dengan kondisi iklim dan cuaca Kota Malang. Di mana, pohon kopi jenis robusta berbeda dengan arabika yaitu bisa tumbuh subur dengan tinggi tempat 300-600 m diatas permukaan laut, suhu udara harian 24-30 derajat celcius, curah hujan rata-rata 1.500-3.000 mm/th dan jumlah bulan kering 3 hingga 4 bulan/tahun.

”Akarnya pohon kopi kan tidak terlalu panjang dan tidak melebihi daripada satu atau dua meter. Sehingga tidak sampai pada jenazah. Kemudian, daunnya lebar. Nah, itu kan bisa memproduksi oksigen luar biasa,” kata dia.

Apalagi, kata dia, untuk teknik penanamannya juga tidak sembarangan yaitu dengan mengutamakan pinggir-pinggir jalan area pemakaman. Kalaupun di dalam area pemakaman, dia menyampaikan memilih lahan kecil antara makam satu dengan makam lain dengan jarah sekitar 30 hingga 40 sentimeter.

”Tidak semua lahan kita tanami. Idealnya, hampir merata di semua celah-celah makam yang sekitaranya tidak bisa dibuat pemakaman. Di situlah kita tanami kopi. Jadi, sama sekali tidak di atas pusara. Secara agama kan memang tidak boleh,” kata dia.

Dalam perawatannya pun dia mengaku tidak ada perhatian khusus yaitu hanya dengan memberikan pupuk organik. Hal itu dikatakannya untuk tetap menjaga pohon kopi tidak tercampur bahan kimia apapun. Sehingga, baik tumbuhan maupun kopinya tumbuh subur dan sehat.

”Sampai sekarang, kopinya bisa tumbuh dengan suburnya dan buahnya sangat bagus-bagus dan harum,” kata dia.

Terlepas dari itu, memilih tanaman kopi ini dikatakannya juga sebagai edukasi sejarah kepada masyarakat Malang maupun wisatawan. Pasalnya, kata dia, TPU Nasrani di Kecamatan Sukun ini memiliki nilai sejarah tinggi karena dibangun pada era zaman kolonial Balanda antara tahun 1919-1929 dan menjadi komplek pemakaman elit mereka.

Kemudian juga melihat negara-negara eropa, tidak terkeculi Belanda, sangat tertarik dengan hasil bumi Indonesia. Selain rempah-rempah, kopi menjadi salah satu incaran mereka ketika menjajah dahulu.

”Perlu kita ketahui pula, orang-orang eropa datang ke Indonesia khususnya ke Jawa itu tertarik ke hasil buminya. Termasuk kopi yang paling besar. Orang-orang kaya belanda itu mengambil hasil kopi kita,” tuturnya.

Oleh sebab itu, supaya komplek koeboeran londo di Kecamatan Sukun, Kota Malang tersebut juga memliki edukasi. Dia mencoba untuk mengembalikan dan mengingatkan sejarah tersebut agar masyarakat tidak melupakannya.

”Dari bangunannya saja kan masuk cagar budaya dan pemakaman Belanda yang masih terawat kurang lebih ada sekitar 200 makam disini. Makanya, semua ini kita coba kembalikan lagi ke sejarah dan diedukasikan ke masyarakat maupun wisatawan,” ucapnya.

Berlandaskan itulah, Takruni menyebutkan pihaknya pun mengembangkanya lagi dengan membuat sebuah program Grave Go Green Plus dan diterapkan di seluruh TPU Kota Malang. Artinya yaitu menjadikan pemakaman sejarah itu tetap hijau untuk membantu kebutuhan oksigen Kota Malang dan tetap bisa produktif dengan adanya tanaman pohon kopi.

”Selain mempertahankan sejarah dan membantu produksi oksigen di Kota Malang dengan menanami pohon kopi. Hasilnya itu juga kita harapkan bisa memberdayakan masyarakat sekitar dengan diserahkan ke Pokdarwis untuk dikelola bersama,” kata dia.

Kopi Tulang MalangBuah-buah kopi berwarna merah kehitam-hitaman dipetik Aditya Gerhana Putra, 20 tahun, dan meletakkannya ke keranjang bambu di tangannya. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Kopi Nikmat Tanpa Kandungan Tulang Manusia

Dari hasil pengelolaan kopi itulah muncul sebuah ide baru untuk membuat sebuah produk Pokdarwis TPU Nasrani Kecamatan Sukun. Harapannya bisa mendongkrak perekonomian masyarakat sekitar dengan dijual menjadi oleh-oleh masyarakat atau wisatawan yang berkunjung ke wisata edukasi sejarah koeboeran londo.

Menyesuaikan dengan kondisi tempat ditanamnya pohon kopi. Takruni menyebutkan dipilihlah sebuah nama untuk produk hasil kopinya yaitu Kopi Tulang dengan logo gelas bergambar tulang kepala dan biji-biji kopi di bawahnya.

”Kita beri nama Kopi Tulang ini untuk sebuah sensasi dan filosofi. Filosinya yaitu karena pohon kopinya ditanam dilahan dengan dibawahnya ada tulang belulang. Itu saja,” tuturnya.

Meski begitu, dia menegaskan bahwa dalam kandungan kopinya tidak ada sama sekali aroma tulang jenazah dari pemakaman tempat ditanamnya. Hal itupun dipertegas usai dilakukan penelitian oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang dan menyebutkan memang tidak ada pengaruh sedikitpun unsur enzim jenazah atau tulang belulang dari manusia.

”Dulu sempat diteliti sama Fakultas Pertanian UB Malang. Hasilnya sangat bagus dan tidak ada sedikitpun unsur enzim manusia masuk ke dalam kopi. Jadi, kopi ini tetap sehat. Apalagi kalau diminum tanpa gula, aromanya segar dan uenak sekali,” ujarnya sambil menyeduh kopi panas usai beberapa jam berkeliling memanen buah kopi.

Adanya ungkapan pro kontra di kalangan masyarakat terkait tanaman kopi di TPU Nasrani Kecamatan Sukun Kota Malang itu seringkalinya diterimanya. Akan tetapi, dia mengaku seringkali membantahnya dengan memberikan edukasi hingga penjelasan dari hasil penelitian perihal kopinya tersebut.

”Mungkin karena kami pakai nama kopi tulang itu. Sehingga dianggap orang kopinya campur tulang. Padahal sama sekali tidak ada. Hasil penelitian kan juga sudah menunjukkan kalau ini sehat,” tuturnya.

”Makanya kan kopi ini kami khususkan untuk mereka dengan selera orang pemberani. Mau coba, ayo silahkan ke sini. Tapi, pada intinya kopi tulang ini sehat dan tentunya mantap diminum,” ujarnya.

Maka dari itu, Takruni menyebutkan pihaknya sudah tidak ambil pusing dengan adanya pro kontra tersebut. Saat ini dia menyebutkan pihaknya fokus pada bagaimana kopi ini bisa berkembang dan memberdayakan masyarakat sekitarnya.

Dalam waktu dekat ini direncanakan akan dibangun sebuah museum sejarah beserta tempat kecil semacam kafe. Sehingga, masyarakat ataupun wisatawan yang berkunjung ke koeboeran londo ini dikatakannya bisa beristirahat sambil lalu menikmati kopi tulang dengan aroma khasnya.

”Satu tempat untuk museum dan satu untuk kafenya. Nanti akan kita bangun di sana, di depan pintu masuk tempat pemakaman ini,” ucapnya.[]

Berita terkait
Kisah Nelayan Penyelamat Nyawa Rohingya di Laut Aceh
Saat nelayan Aceh Utara menjemput, kapal mulai tenggelam. Terdengar tangisan dan jeritan meminta pertolongan di tengah laut Selat Malaka.
Malam Jumat Kliwon di Alun-alun Selatan Yogyakarta
Ada mitos apabila bisa berjalan lurus dengan mata tertutup di antara dua pohon beringin di Alun-alun Selatan Yogyakarta, hajat atau doa terkabul.
Dadiah, Resep Kuliner Tradisional dari Susu Kerbau
Dadiah merupakan fermentasi susu kerbau yang menjadi resep kuliner tradisional Minangkabau.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.