Seno Membelot di Pilkada Surabaya, Hasto: Tak Punya KTA PDIP

Sekjen PDIP, Hasto Kristianto tidak ada kader membelot keputusan Ketua Umum. Jika ada yang membelot sanksi pemecatan di depan mata.
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristianto saat memimpin rapat konsolidasi pemenangan Pilkada Surabaya di Hotel Mercure Surabaya, Minggu, 15 November 2020. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

Surabaya - Pertarungan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Surabaya semakin memanas. Sejumlah simpatisan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Surabaya membelot dengan mendukung pasangan calon nomor urut 2, Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno yang bukan usungan partai.

Bahkan salah satu kader masuk barisan membelot adalah kakak Wakil Ketua DPD PDIP Jawa Timur Whisnu Sakti Buana, Jagat Hari Suseno. Meski demikian, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristianto menegaskan Jagat Seno bukan merupakan kader.

Tidak ada yang memblot. Tidak ada kader partai yang membelot. Kalau membelot langsung kami pecat.

"Tidak ada KTA," ujarnya usai rapat konsolidasi pemenangan Pilkada Surabaya di Hotel Mercure, Minggu, 15 November 2020.

Hasto menegaskan di Pilkada Surabaya tidak ada kader membelot atas keputusan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang mengusung Eri Cahyadi-Armudji. Ia mengaku akan ada sanksi pemecatan bagi kader yang membelot atas keputusan partai.

Baca juga:

"Tidak ada yang memblot. Tidak ada kader partai yang membelot. Kalau membelot langsung kami pecat. Kalau ada anggota partai yg memberikan dukungan kepada pihak lain, kami langsung beri sanksi pemecatan," kata Hasto.

Hasto juga menegaskan komitmen Whisnu Sakti Buana untuk menjalankan perintah partai memenangkan Eri Cahyadi-Armudji di Pilkada Surabaya, meski harus melawan sang kakak yang menyeberang ke Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno.

"Mas Whisnu tadi kan sudah menyampaikan bagaimana beliau akan memimpin gerakan door to door. Sebagai penerus politik almarhum pak Tjip (Soetjipto), dia sudah tegaskan akan memimpin gerakan door to door," kata dia.

Hasto mengatakan strategi door to door nantinya akan menyesuikan dengan kondisi pandemi Covid-19. Hasto mengaki, sistem kampanye akan meniru Barrack Obama saat Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat.

"Itu merupakan metode sangat efektif. Kalau Obama menggunakan micro campaign, kita silaturahim dengan rakyat secara langsung sehingga kita bisa mengetahui masalah masyarakat terhadap kota Surabaya ke depan," tuturnya.

Tugas kampanye door to door, kata Hasto, tidak hanya diberikan kepada Whisnu, tetapi juga kepada Puti Guntur, mantan Wali Kota Surabaya Bambang DH.

Sementara itu, Wakil Ketua DPD PDIP Jawa Timur, Whisnu Sakti Buana mengakui jika kakaknya mendukung Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno. Meski demikian, hal tersebut tidak akan mengganggu dirinya untuk memenangkan paslon usungan partai berlambang banteng moncong putih.

"Dalam sebuah pertempuran, saat genderang perang ditabuh, kita harus berangkat dengan keyakinan menang, urusan keluarga kita selesaikan setelah perang," ucap Wakil Wali Kota Surabaya itu.

Whisnu mengaku mengingat nasihat ayahandanya, Soetjipto untuk siap sakit jika sudah mendapatkan kepercayaan sebagai pemimpin.

"Saya selalu diingatkan sama bapak. Kalau kamu sudah mau berani jadi pemimpin, saat tombak menancap di kaki, jangan pernah berteriak sakit karena berfikir itu sakit saja nggak boleh," ucapnya.

Whisnu mengartikan bahwa seorang pemimpin tidak boleh mengeluh apalagi berpikir kalah.

"Pikiran kita harus tetap menang dan itu harus kita sebarkan kepada seluruh kader-kader partai di dalam," ujarnya. []

Berita terkait
2 Rumah Dinas Jasa Marga di Surabaya Dilalap Si Jago Merah
Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya mengerahkan 16 armada untuk memadamkan api. Diduga kebakaran terjadi akibat korsleting listrik.
Risma Siapkan 30 Posko Tanggap Bencana di Surabaya
Pemkot Surabaya bersama stakeholder mengantisipasi cuaca ekstrem yang bisa menyebabkan bencana alam seperti banjir dan angin kencang.
Dari Surabaya ke Cilacap Mampir Kulon Progo Sikat Panel YIA
Polres Kulon Progo menangkap pencuri panel listrik di area Bandara YIA seharga Rp 175 juta. Pelaku hanya menjualnya Rp 6,5 juta.